بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab: Wasiat Sughro Ibnu Taimiyah
Pemateri: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawiy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 4: 9 Dzulqa’dah 1446 / 7 Mei 2025
Tempat: Masjid Al-Aziz - Jl. Soekarno Hatta no. 662 Bandung.
1. Wasiat Terbaik Untuk Agama dan Dunia
Telah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya, dua wasiat:
1. Wasiat Taqwa.
2. Iringi perbuatan buruk dengan Perbuatan baik (hasanah).
Faktor-faktor Penebus Dosa
Telah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya: Taubat dan istighfar.
- Imam Ibnu Taimiyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:
(3) Amal sholih sebagai kaffarot[1] (muqoddar maupun mutlaq). Adapun [1] kaffarot muqoddar, seperti kaffarot muqoyyad (sudah ditentukan amal penghapusnya) atas: orang yang senggama di (siang hari) bulan Romadhan; orang yang menzhihar[2] isterinya; orang yang melakukan larangan dalam ritual haji atau meninggalkan kewajiban dalam haji atau membunuh buruan. Bentuk kaffarotnya ada 4 macam: (1) menyembelih hadyu (unta), (2) memerdekakan budak, (3) sedekah, atau (4) puasa.
Adapun [2] kaffarot mutlaq, seperti yang dikatakan Hudzaifah kepada Umar Radhiyallahu’anhu:
«فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ [وَجَارِهِ]، تُكَفِّرُهَا الصَّلاَةُ، وَالصِّيَامُ، وَالصَّدَقَةُ، وَالأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ، وَالنَّهْيُ عَنِ المُنْكَرِ»
“Dosa seseorang pada keluarganya, hartanya, anaknya, [tetangganya], dihapus oleh sholat, puasa, sedekah, amar ma’ruf, dan nahi munkar.” [3]
Hal ini didukung oleh Al-Qur’an dan hadits-hadits shohih tentang amal-amal yang bisa menghapus dosa: sholat lima waktu, Jum’atan, puasa, haji, dan semua amal yang terdapat ungkapan “siapa yang mengucapkan demikian atau mengerjakan demikian maka dosanya diampuni atau dosanya yang lalu diampuni”. Hadits-hadits seperti ini banyak sekali dijumpai bagi siapa saja yang mencarinya di kitab-kitab Sunan, terutama kitab yang disusun khusus tentang Keutamaan Amal.
Footnotes:
[1] Secara bahasa artinya penghapus, yakni amal-amal sholih yang menghapus dosa-dosa, meski yang bersangkutan belum bertaubat.
[2] Yakni suami yang mengharomkan dirinya menyetubuhi istrinya, mungkin karena sedang marah, dan biasanya diserupakan dengan ibunya: “Punggungmu seperti punggung ibuku” Yakni sebagaimana harom menyetubuhi ibuku begitu juga dirimu. Hal ini dianggap cerai sejak zaman jahiliyyah, lalu Islam datang menghapusnya. Si suami diberi tempo sampai 40 hari: antara kembali atau menceraikannya. Jika ia memilih kembali maka membayar kaffarot, dan jika ia memilih cerai maka diperbolehkan. Jika suami ingin memudhorotkan istrinya, tanpa mau menceraikannya, maka hakim berhak menceraikan keduaya.
[3] HR. Al-Bukhori no. 7096 dan Muslim no. 144. Dosa kepada keluarganya seperti memukul wajahnya; pada hartanya seperti menggunakannya untuk maksiat; pada anaknya seperti tidak mengajarinya sholat; pada tetangganya seperti membicarakan aibnya.
*****
📃 Penjelasan:
Contoh keutamaan amal penghapus dosa-dosa:
1. Amalan shalat
وَعَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( الصَّلَوَاتُ الخَمْسُ ، وَالجُمُعَةُ إِلَى الجُمُعَةِ ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ ، مُكَفِّراتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الكَبَائِرُ )) رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat lima waktu, Jumat ke Jumat, dan Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa-dosa yang di antara semua itu, jika dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 233]
2. Wudhu
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إذا توضأ العبد فمضمض خرجت الخطايا من فيه فإذا استنثر خرجت الخطايا من أنفه فإذا غسل وجهه خرجت الخطايا من وجهه حتى تخرج من تحت أشفار عينيه فإذا غسل يديه خرجت الخطايا من يديه حتى تخرج من تحت أظفار يديه فإذا مسح برأسه خرجت الخطايا من رأسه حتى تخرج من أذنيه فإذا غسل رجليه خرجت الخطايا من رجليه حتى تخرج من تحت أظفار رجليه ثم كان مشيه إلى المسجد وصلاته نافلة
“Apabila seorang hamba berwudhu lalu ia berkumur-kumur, maka keluarlah dosa-dosa dari mulutnya. Apabila ia menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya, akan keluarlah dosa-dosanya dari hidungnya. Apabila ia mencuci wajahnya, akan keluarlah dosa-dosa dari wajahnya. Hingga dasa-dosa itu keluar dari kelopak matanya. Apabila dia mencuci dua tangannya, keluarlah dosa-dosa dari dua tangannya tersebut, hingga dosa-dosa itu keluar dari bawah kuku-kuku tangannya tersebut. Apabila ia mengusap kepala, maka keluarlah dari kepala itu dosa-dosanya, hingga ia keluar dari dua telinganya. Apabila ia mencuci dua kakinya, keluarlah dosa-dosa dari dua kakinya, sehingga dosa-dosa itu keluar dari bawah kuku-kuku kakinya. Kemudian perjalanannya dia ke masjid dan shalatnya juga menjadi tambahan untuk dia.” (HR. Imam malik, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Al-Hakim berkata shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim dan tidak ada illat padanya)
3. Haji
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah bersabda:
من حج ولم يرفث ولم يفسق رجع كيوم ولدته أمه
“Barang siapa yang melaksanakan ibadah haji, dan ia tidak berkata kotor, dan tidak melakukan kefasikan, maka ia akan kembali suci sebagaimana bayi yang baru dilahirkan ibunya”. (HR. Bukhori 1521 dan Muslim 1350)
4. Umrah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anh berkata, “Sesungguhnya Rasûlullâh shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Umrah satu ke Umrah lainnya adalah penebus dosa antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada pahala baginya selain Surga.” (HR Bukhari Muslim).
5. Mengucapkan Aamin
Rasulullah ﷺ bersabda.
إِذَا أَمَّنَ الإِمَامُ فَأَمِّنُوا فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ الْمَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Apabila Imam mengucapkan amin maka ikutilah, karena barangsiapa yang ucapan aminnya bersamaan dengan ucapan amin para Malaikat, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari dan Muslim)
6. Hadir dalam Majelis Ilmu.
Dalam riwayat Muslim disebutkan, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Sesungguhnya Allah mempunyai para malaikat yang memiliki keutamaan, mereka selalu berjalan mencari majelis-majelis dzikir. Maka apabila mereka menemukan suatu majelis yang berisi dzikir di dalamnya, mereka lalu duduk bersama mereka, dan mereka saling membentangkan sayap-sayap mereka sehingga memenuhi langit dunia. Apabila majelis itu bubar, mereka naik ke langit, lalu Allah bertanya kepada mereka—sedangkan Allah Maha Mengetahui–, ‘Dari mana kalian?’ Mereka menjawab, ‘Kami datang dari hamba-hamba-Mu di bumi. Mereka bertasbih, bertakbir, bertahlil, bertahmid, dan meminta kepada-Mu.’ Allah berkata, ‘Apa yang mereka minta dari-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Mereka meminta surga-Mu.’ Allah berkata, ‘Apakah mereka melihat surga-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Tidak, wahai Rabbku.’ Allah berkata, ‘Maka bagaimana seandainya mereka melihat surga-Ku?’
Mereka berkata, ‘Mereka juga meminta perlindungan kepada-Mu.’ Allah berkata, ‘Dari apa mereka meminta perlindungan kepada-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Dari neraka-Mu, wahai Rabbku.’ Allah berkata, ‘Apakah mereka melihat neraka-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Tidak, wahai Rabbku.’ Allah berkata, ‘Maka bagaimana seandainya mereka melihat neraka-Ku?’
Mereka berkata, ‘Mereka juga meminta ampunan kepada-Mu.’ Allah berkata, ‘Aku telah mengampuni mereka. Aku beri kepada mereka apa yang mereka minta dan Aku beri mereka perlindungan dari apa yang mereka mintai perlindungan kepada-Ku.’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, ‘Kemudian para malaikat itu berkata, ‘Wahai Rabbku, di kalangan mereka ada seorang hamba yang banyak sekali kesalahannya. Ia hanya melewati saja lalu ikut duduk bersama mereka.’ Lalu Allah pun berkata, ‘Aku pun mengampuninya, mereka adalah satu kaum yang tidak akan sengsara orang yang duduk bersama mereka.’
8. Do'a kafaratul majelis
Disebutkan dalam hadits,
عَنْ أَبِى بَرْزَةَ الأَسْلَمِىِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ بِأَخَرَةٍ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَقُومَ مِنَ الْمَجْلِسِ « سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ ». فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ لَتَقُولُ قَوْلاً مَا كُنْتَ تَقُولُهُ فِيمَا مَضَى. قَالَ « كَفَّارَةٌ لِمَا يَكُونُ فِى الْمَجْلِسِ ».
Dari Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata di akhir majelis jika beliau hendak berdiri meninggalkan majelis, “Subhanakallahumma wa bihamdika asyhadu alla ilaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik (artinya: Maha Suci Engkau Ya Allah, segala pujian untuk-Mu, aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau dan aku meminta ampunan dan bertaubat pada-Mu).”
Ada seseorang yang berkata pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, engkau mengucapkan suatu perkataan selama hidupmu.” Beliau bersabda, “Doa itu sebagai penambal kesalahan yang dilakukan dalam majelis.” (HR. Abu Daud, no. 4857; Ahmad, 4: 425. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
9. Puasa Arafah dan Asyura
Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)
10. Sujud
Beliau Nabi ﷺ bersabda,
عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً
‘Hendaklah engkau memperbanyak sujud (perbanyak shalat) kepada Allah. Karena tidaklah engkau memperbanyak sujud karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatmu dan menghapuskan dosamu’.” Lalu Ma’dan berkata, “Aku pun pernah bertemu Abu Darda’ dan bertanya hal yang sama. Lalu sahabat Abu Darda’ menjawab sebagaimana yang dijawab oleh Tsauban padaku.” (HR. Muslim no. 488)
11. Thawaf
Ibnu Ḥibbān meriwayatkan,
«عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ ابْنَ عُمَرَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلى الله عَلَيه وسَلم يَقُولُ: “مَنْ طَافَ بِالْبَيْتِ أُسْبُوعًا لَا يَضَعُ قَدَمًا، وَلَا يَرْفَعُ أُخْرَى، إِلَاّ حَطَّ اللهُ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةً، وَكَتَبَ لَهُ بِهَا حَسَنَةً، وَرَفَعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةً”». «صحيح ابن حبان: التقاسيم والأنواع» (1/ 277)
“Dari ‘Abdullāh bin ‘Ubaid bin ‘Umair dari ayahnya bahwasanya Ibnu ‘Umar berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Barangsipa bertawaf mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, maka tidaklah dia meletakkan satu kaki dan mengangkat yang lainnya melainkan Allah akan menghapus dengannya satu kesalahan, menulis satu kebaikan dan mengangkat satu derajat.” (H.R. Ibnu Ḥibbān)
- Imam Ibnu Taimiyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:
Ketahuilah, memberi perhatian pada hal ini sangat dibutuhkan seseorang. Ketika seseorang sudah mencapai usia baligh, khususnya di zaman kita ini maupun zaman-zaman lainnya yang menyerupai zaman jahiliyah dalam beberapa perkara, begitu juga seseorang yang hidup di tengah ahli ilmu dan ahli agama, terkadang ia terpapar sebagian perbuatan jahiliyah. Lantas bagaimana lagi dengan selain mereka?!
📃 Penjelasan:
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membawa kepada ketakwaan. Imam Syafi'i berkata bahwa ilmu yang sebenarnya adalah ilmu yang bermanfaat, bukan sekadar dihafalkan. Beliau menekankan bahwa ilmu harus diterapkan dan memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Orang-orang yang berilmu adalah orang yang memiliki rasa takut yang sebenarnya kepada Allah bahkan Allah khususkan merekalah yang memiliki sifat ini di antara semua manusia. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّـهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّـهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
“Hanyalah para ulama yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan takut yang sebenarnya dikalangan manusia, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Fatir[35]: 28)
Sufyan Atsauri rahimahullah berkata ilmu itu dicari supaya kita bertakwa kepada Allah ﷻ.
Tanda-tanda ilmu yang bermanfaat:
- Membuahkan rasa takut kepada Allah ﷻ. Imam Ahmad berkata: Puncak ilmu adalah rasa takut kepada Allah.
- Membuahkan amal. Ulama berkata, jika kamu bertambah ilmumu maka tambahlah amalmu.
- Mengingatkan kita kepada akhirat (kematian), bukan menjadi budak dunia. Orang yang paling cerdas adalah orang yang sering mengingat kematian dan mempersiapkan diri untuk kematian.
- Semakin baik akhlaknya. Terutama kepada orang-orang yang terdekat. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahullah berkata, penuntut ilmu yang tidak menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik maka ilmunya tidak bermanfaat. (Kitabul Ilmi).
- Mampu Mengikis dua penyakit hati: syubhat dan syahwat. Dan semakin dewasa dalam menghadapi perbedaan, semakin banyak seseorang belajar dan memiliki pengetahuan, semakin luas pula kelegaan dan keleluasaan hatinya.
Jika, ingin memperbaiki iman, maka mulailah dengan memperbaiki hati. Dalam Musnad Imam Ahmad dari hadits Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ ، وَلَا يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ
“Tidaklah istiqomah iman seorang hamba sampai istiqomah hatinya, dan tidaklah istiqomah hatinya sampai istiqomah lisannya.” (HR. Imam Ahmad, dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani).
Syaikhul Islam menyebut zaman kita ini maupun zaman-zaman lainnya yang menyerupai atau sebagian zaman jahiliyah...Karena banyaknya kerusakan. Tetapi menyebut zaman sekarang zaman Jahiliyah, maka ini dilarang (kalau sebagian sifat Jahiliyyah, maka tidak mengapa).
Maka, sudah ngaji saja masih terkena perkara Jahiliyyah, apalagi tidak mempelajari ilmu syar’i.
- Imam Ibnu Taimiyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:
Dalam Shohihain dari Nabi ﷺ dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu’anhu :
«لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَذْوَ الْقُذَّةِ بِالْقُذَّةِ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوهُ» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: «فَمَنْ؟»
“Kalian pasti akan mengikuti jejak orang-orang sebelum kalian, selangkah demi selangkah, hingga andai mereka masuk lubang dhob (kadal gurun)[4] tentu kalian akan ikut memasukinya.” Mereka bertanya: “Wahai Rosulullah, apakah maksudnya Yahudi dan Nashoro?” Jawabnya: “Siapa lagi?!”[5]
Hadits ini membenarkan firman Allah:
﴿فَاسْتَمْتَعْتُمْ بِخَلَاقِكُمْ كَمَا اسْتَمْتَعَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ بِخَلَاقِهِمْ وَخُضْتُمْ كَالَّذِي خَاضُوا﴾
“Maka kalian bersenang-senang dengan bagian kalian seperti orang-orang sebelum kalian bersenang-senang dengan bagian mereka, dan kalian bersuara gaduh seperti mereka bersuara gaduh.” (QS. At-Taubah: 69)[6]
Ayat ini juga memiliki banyak hadits shohih dan hasan yang mendukungnya.
Footnotes:
[4] Arti dhob bukan biawak. Biawak binatang liar dan memangsa dengan kuku dan taringnya dan ia harom dimakan, sementara makanan dhob adalah rumput dan ia halal dimakan.
[5] HR. Al-Bukhori no. 3456 dan Muslim no. 2669 dengan perbedaan lafazh.
[6] Ayat ini tentang orang-orang yang munafik yang gemar bersenang-senang bersamaan dengan malasnya ibadah. Mereka juga suka berbuat gaduh di tengah kaum Muslimin. Lalu kalian (para Sahabat) melakukannya juga. Poin ayat ini, generasi terbaik ini, mereka tanpa sengaja melakukan perbuatan orang-orang munafik (di awal-awal Islam), lantas bagaimana lagi dengan orang-orang selain mereka?
*****
Perbuatan ini terkadang dilakukan oleh orang-orang khusus yang menisbatkan dirinya kepada agama, seperti yang dikatakan oleh beberapa ulama Salaf seperti Ibnu Uyainah (Sufyan): “Banyak perbuatan-perbuatan Yahudi yang dikerjakan oleh sebagian ahli ilmu dari kita, dan banyak perbuatan-perbuatan Nashoro yang dikerjakan oleh sebagian ahli ibadah dari kita.”
Begitu juga orang yang memahami agama Islam hakiki yang dibawa Muhammad ﷺ, lalu menerapkan ilmunya tersebut untuk memahami keadaan kaum Musliminin, maka ia akan melihat kebenaran ucapan Ibnu Uyainah di atas.
Jika perkaranya demikian, maka siapa yang Allah lapangkan dadanya menerima Islam serta dia di atas cahaya Allah (ilmu) atau sebelumnya mati (jahil) lalu Allah hidupkan kembali dan memberinya cahaya untuk berjalan di tengah manusia, maka ia harus benar-benar perhatian terhadap perkara jahiliyah terutama perilaku dua kaum: kaum yang dimurkai (Yahudi) dan kaum yang sesat (Nashoro). Dengan demikian, ia akan mampu melihat bahwa terkadang dirinya terjatuh pada perkara jahiliyah tersebut.
Perkara yang sangat bermanfaat bagi orang khusus dan orang awam adalah ilmu, yang akan membebaskan jiwanya dari kotoran-kotoran jahiliyah, dan ilmu itu tidak lain adalah mengiringi dosa-dosa dengan amal sholih.
Amal sholih adalah apa saja yang diperintahkan Allah lewat lisan Nabi-Nya berupa amal kebaikan dan akhlak.
📃 Penjelasan:
Sifat orang-orang Nasrani adalah beribadah tanpa ilmu, sementara Yahudi adalah berilmu tanpa amal. Dan umat Islam banyak mengikuti jejak mereka.
Bagi orang-orang khusus (penuntut ilmu) dan awam adalah ilmu itu tidak lain adalah mengiringi dosa-dosa dengan amal sholih.
Beberapa penyakit penuntut ilmu:
1. Riya.
Hadits yang bisa jadi renungan kita,
عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ ». قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الرِّيَاءُ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِىَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمْ اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِى الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً »
Dari Mahmud bin Labid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya yang paling kukhawatirkan akan menimpa kalian adalah syirik ashgor.” Para sahabat bertanya, “Apa itu syirik ashgor, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “(Syirik ashgor adalah) riya’. Allah Ta’ala berkata pada mereka yang berbuat riya’ pada hari kiamat ketika manusia mendapat balasan atas amalan mereka: ‘Pergilah kalian pada orang yang kalian tujukan perbuatan riya’ di dunia. Lalu lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka?’ (HR. Ahmad 5: 429. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Az Zubair bin Al ‘Awwam mengatakan, “Barangsiapa yang mampu menyembunyikan amalan sholihnya, maka lakukanlah.”
2. Ghibah
Dosa ghibah sudah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala berikut ini,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12)
Ghibah disamakan dengan memakan bangkai karena dia juga mengoyak kehormatan saudaranya.
3. Namimah (Adu domba)
Inilah faktor utama azab kubur. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati salah satu sudut kota Madinah atau Makkah, lalu beliau mendengar suara dua orang yang sedang diazab di kubur. Beliau pun bersabda,
يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، بَلَى، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ، وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ
“Mereka berdua disiksa. Mereka menganggap bahwa itu bukan perkara besar, namun sesungguhnya itu perkara besar. Orang yang pertama disiksa karena tidak menutupi diri ketika kencing. Adapun orang yang kedua disiksa karena suka mengadu domba (namimah).” (HR. Bukhari no. 216 dan Muslim no. 292).
Perbedaan tidak menjadikan para ulama bermusuhan.
4. Sombong
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)
5. Dzalim
Yaitu melampaui batas. Al-Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata:
والله ما يحلُّ لك أن تؤذي كلبا ولا خنزيرا بغير حق فكيف تؤذي مسلماً
“Demi Allah, tidak halal bagimu menyakiti anjing dan babi tanpa alasan yang benar. Tapi mengapa engkau menyakiti seorang Muslim…?!” [Siyar A’laamin Nubala’, 8/427]
Jangan sampai kita di akhirat menjadi orang yang bangkrut.
6. Hasad
Meskipun dengan orang kafir, karena ini bentuk menolak takdir Allah ﷻ. Hasad menurut Ibnu Taimiyah adalah,
الْحَسَدَ هُوَ الْبُغْضُ وَالْكَرَاهَةُ لِمَا يَرَاهُ مِنْ حُسْنِ حَالِ الْمَحْسُودِ
“Hasad adalah membenci dan tidak suka terhadap keadaan baik yang ada pada orang yang dihasad.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10:111).
Sesungguhnya hasad adalah di antara penyakit hati. Inilah penyakit keumuman manusia. Tidak ada yang bisa lepas darinya kecuali sedikit sekali. Oleh karena itu ada yang mengatakan,
مَا خَلَا جَسَدٌ مِنْ حَسَدٍ لَكِنَّ اللَّئِيمَ يُبْدِيهِ وَالْكَرِيمَ يُخْفِيهِ
“Setiap jasad tidaklah bisa lepas dari yang namanya hasad (iri). Namun orang yang berpenyakit (hati) akan menampakkannya. Sedangkan orang yang mulia (hatinya) akan menyembunyikannya.”
7. Tidak mengamalkan ilmunya
Seorang penuntut ilmu harus mengamalkan ilmunya, baik dalam masalah aqidah, ibadah, akhlak, adab, dan mu'amalah, karena amalan adalah buah dan kesimpulan dari ilmu.
8. Berfatwa tanpa Ilmu
Syeikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baaz rohimahulloh berkata: “Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yang diharamkan oleh Allah, bahkan hal itu disebutkan lebih tinggi daripada kedudukan syirik. Karena di dalam ayat tersebut Alloh mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi."
9. Suudzon (Buruk sangka)
Bakr al-Muzani berkata: Berhati-hatilah dengan setiap perkara yang jika kalian benar, kalian tidak mendapatkan pahala, dan jika kalian salah, kalian mendapatkan dosa.
Yaitu, Prasangka buruk (su’udhan) terhadap manusia. Karena sesungguhnya, meskipun kalian benar, kalian tidak akan mendapatkan pahala, dan jika kalian salah, kalian mendapatkan dosa.
10. Debat kusir
Berdebat akan menimbulkan permusuhan di antara kaum muslimin, padahal kita diperintahkan agar menjadi saudara se-iman.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُبْطِلٌ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُحِقٌّ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan sementara ia berada di atas kebatilan, maka Allah akan bangunkan sebuah rumah baginya di pinggiran surga. Dan barangsiapa yang meninggalkan perdebatan padahal dia berada di atas kebenaran, maka Allah akan membangun sebuah rumah baginya di atas surga.” [Shahih at-Targib wat Tarhib, jilid 1, no. 138].
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم