Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab: Wasiat Sughro Ibnu Taimiyah
Pemateri: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawiy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 6: 23 Dzulqa’dah 1446 / 21 Mei 2025
Tempat: Masjid Al-Aziz - Jl. Soekarno Hatta no. 662 Bandung.



 Inti Taqwa adalah Ikhlas dan Hikmah Amalan Bertingkat-tingkat

1. Wasiat Terbaik Untuk Agama dan Dunia

 Telah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya, tiga wasiat terbaik untuk agama dan dunia:

  1. Wasiat Taqwa.
  2. Iringi perbuatan buruk dengan Perbuatan baik (hasanah).
  • Faktor-faktor Penghapus Dosa: Taubat, Istighfar dan Amal Shalih.
  • Penyakit hati yang menimpa penuntut ilmu.
  • Musibah menghapus dosa-dosa.
  1. Wasiat untuk Berakhlak Mulia.

Imam Ibnu Taimiyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Telah diketahui bersama bahwa iman secara keseluruhan adalah taqwa kepada Allah, sementara rincian pokok-pokok taqwa dan cabang-cabangnya tidak bisa kujelaskan di sini, karena dia pada hakikatnya adalah agama itu sendiri.

Akan tetapi sumber segala kebaikan dan dasarnya adalah ikhlas kepada Allah, baik dalam ibadah maupun meminta pertolongan, seperti dalam firman-Nya:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (QS. Al-Fatihah: 5)

****

Kata إِيَّاكَ adalah bentuk maf'ul bih (obyek), dan semestinya obyek di belakang, tetapi di ayat ini obyeknya didahulukan itu berfungsi sebagai lilhasr (pembatasan)... Hanya kepada Engkau... Menyerahkan bentuk ibadah hanya kepada Allah ﷻ.

****

Juga firman-Nya:

﴿فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ﴾

“Maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya.” (QS. Hud: 123) Juga firman-Nya:

﴿عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾

“Aku hanya bertawakal kepada-Nya dan aku hanya kembali (bertaubat) kepada-Nya.” (QS. Hud: 88)

 Kata عَلَيْهِ juga mafulun bih (obyek), berfungsi sebagai pembatasan.

Juga firman-Nya:

﴿فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ﴾

“Maka carilah rizki di sisi Allah, sembahlah Dia, dan bersyukurlah kepada-Nya.” (QS. Al-Ankabut: 17)

Ayat-ayat ini menjadikan hamba memutus ketergantungan hatinya kepada manusia, baik dengan berharap manfaat maupun beramal karena mereka. Ayat-ayat ini juga menjadikan hamba hanya berharap kepada Robnya, dan hal itu bisa diraih dengan membiasakan diri berdoa kepada-Nya dalam semua permintaannya, baik kemiskinan, hajat, ketakutan, maupun selainnya. Ayat-ayat ini juga menjadikan hamba mengerjakan untuk Allah apa saja yang dicintai-Nya.

Siapa yang menerapkan ini, maka ia tidak akan sempat mengerjakan kebalikannya.

📃 Penjelasan:

Sebelum beralih ke pembahasan kedua, beliau menjelaskan ulang hakikat taqwa. Inti Taqwa adalah ikhlas. Jika seseorang paham akan hal ini, maka dia akan selamat. Mengikhlaskan segala ibadah hanya kepada Allah ﷻ.

اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

"Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam." (QS Al-An'am: 162)

Imam Ahmad berpesan kepada anaknya,

يَا بُنَيَّ انْوِ الْخَيْرَ فَإِنَّكَ لَا تَزَالُ بِخَيْرٍ مَا نَوَيْتَ الْخَيْرَ

”Wahai putraku,milikilah niat yang baik! Sungguh,dirimu akan selalu dalam kebaikan selama engkau memiliki niatan yang baik”

Keutamaan Ikhlas:

  1. Allah ﷻ akan menerima ibadah kita. Dari Muawiyah Radhiyallahu’anhu, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:

إنَّما الأعمالُ كالوِعاءِ إذا طابَ أسفلُهُ طابَ أعلاهُ وإذا فسَدَ أسفلُهُ فسدَ أعلاهُ

“Sesungguhnya amalan itu seperti bejana. Jika bagian bawahnya baik maka baik pula bagian atasnya. Jika bagian bawahnya rusak, bagian atasnya pun rusak”. (HR Ibnu Majah)

Dalam hadits riwayat Muslim disebutkan, Tiga orang pertama yang masuk neraka menurut hadis adalah orang yang mati syahid, orang yang mempelajari ilmu, mengajarkannya, dan membaca Al-Qur'an, serta orang yang dikaruniai harta benda dan menginfakkannya. Ketiganya masuk neraka karena perbuatan mereka di dunia dilakukan karena riya, ingin mendapatkan pujian, bukan semata-mata karena Allah ﷻ.

Jika tidak ikhlas, maka akan membawa bekal yang sia-sia, bagaimana bekal yang sia-sia menuju akhirat?

Ibnul Qayyim memberikan nasehat yang sangat indah,

العَمَلُ بِغَيْرِ اِخْلاَصٍ وَلاَ اِقْتِدَاءٍ كَالمُسَافِرِ يَمْلَأُ جِرَابُهُ رَمْلاً يُثْقِلُهُ وَلَا يَنْفَعُهُ

“Amalan yang dilakukan tanpa disertai ikhlas dan tanpa mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaikan seorang musafir yang membawa ransel berisi pasir. Bekal pada ransel tersebut hanya memberatkan, namun tidak membawa manfaat apa-apa.” (Al-Fawa’id, hlm. 81)

  1. Dengan ikhlas, akan menaikkan derajat amalan kita.

Ibnul Mubarak berkata,

رب عمل صغير تعظمه النية، ورب عمل كبير تصغره النية

“Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar (pahalanya) karena sebab niat. Dan betapa banyak amalan yang besar menjadi kecil (pahalanya) karena sebab niat.” (Al-Jami’ Ulum wal Hikam)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengisahkan dalam hadits Bukhari, bahwa ada seorang laki-laki yang masuk surga karena ia menyingkirkan duri yang berada di suatu jalan, yang dilakukan dengan tujuan agar tidak mengganggu kaum muslimin. Dan itu dilakukan dengan ikhlas.

Demikian juga Kisah di zaman bani Israil tentang pelacur yang masuk surga karena memberi minum seekor anjing dalam kisah yang masyhur.Dan itu dilakukan juga karena ikhlas.

  1. Orang yang ikhlas Akan dijaga Allah ﷻ, baik dirinya, hartanya atau keluarganya.

Dengan ikhlas pula seorang hamba akan terjaga dari segala bentuk kekejian atau dosa. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ta’ala (setelah Allah menyebutkan kisah Nabi Yusuf dengan Zulaikha’ , tatkala Zulakha’ merayu Yusuf untuk melakukan tindakan asusila) :

كَذَٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ ۚ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

“Demikianlah Kami memalingkan Yusuf dari perbuatan munkar dan keji. Sesungguhnya, Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang ikhlas.” (QS. Yusuf: 24).

Demikian juga, Allah menyelamatkan Nabi Yunus karena beliau berdoa dengan ikhlas dan menyadari kesalahannya saat berada di dalam perut ikan. Doa Nabi Yunus, "La ilaha illa anta, subhanaka, inni kuntu minazzholimin" (Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim), adalah contoh doa yang tulus dan menunjukkan kesadaran akan dosa.

Bukan perkara mudah memang untuk meraih keikhlasan itu. Namun bukan berarti kemudian kita berpangku tangan tanpa kesungguhan untuk menggapainya. Sufyan Ats Tsauriy pernah mengatakan,

ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي لأنها تتقلب عليَّ

“Tak ada sesuatu yang lebih susah aku obati daripada niatku. Karena niat senantiasa berubah-ubah.”

Beratnya ikhlas karena dua faktor utama: setan dan hawa nafsu yang menggoda.

Di antara tanda ikhlas seperti yang pernah disampaikan oleh Imam Bukhari rahimahullah, adalah menggap sama antara pujian dan celaan. Dengan adanya pujian tidak menjadikan dirinya bangga dan adanya celaan pun tidak menyurutkan semangatnya untuk beramal.

Agar bisa ikhlas:

  1. Berdo'a agar ditolong Allah ﷻ
  2. Banyak mengingat Allah ﷻ, berdzikir dengan hati, lisan dan badan
  3. Berusaha mencari keridhaan-Nya. Prioritaskan Allah di atas segalanya.
  4. Tawakkal kepada Allah ﷻ.
  5. Berusaha menolong agama Allah ﷻ.

Imam Ibnu Taimiyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

2. Amal Terbaik Setelah Fardhu

Adapun pertanyaanmu tentang amal terbaik setelah amal fardhu, ia berbeda-beda sesuai perbedaan orangnya: sesuai kemampuannya dan sesuai waktunya, sehingga jawabannya tidak menyeluruh untuk semua orang, tidak berlaku untuk setiap orang.

Akan tetapi, seakan kesepakan para ulama bahwa senantiasa berdzikir adalah amal terbaik yang seseorang menyibukkan diri dengannya. Yang menunjukan hal itu adalah hadits Abu Huroiroh Radhiyallahu’anhu yang diriwayatkan Muslim:

«سَبَقَ الْمُفَرِّدُونَ» قَالُوا: وَمَا الْمُفَرِّدُونَ، يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «الذَّاكِرُونَ اللهَ كَثِيرًا، وَالذَّاكِرَاتُ»

“Orang-orang yang menyendiri menang.” Orang-orang bertanya: “Siapa orang-orang yang menyendiri itu wahai Rosulullah?” Jawab beliau: “Orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah, baik laki maupun perempuan.” [HR. Muslim no. 2676. Ahli dzikir disebut orang yang menyendiri, karena asal berdzikir bukan jamaah, tetapi sendiri-sendiri dan disembunyikan antara dirinya dengan Allah.]

Begitu juga hadits Abu Dawud dari Abu Darda ﭬ bahwa Nabi ﷺ bersabda:

«أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ، وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ، وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ، وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالوَرِقِ، وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ»؟ قَالُوا: بَلَى. قَالَ: «ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى»

“Maukah kalian kuberitahu amal terbaik kalian, amal tersuci di sisi Raja kalian, amal tertinggi dalam derajat kalian, serta lebih baik bagi kalian daripada bersedekah emas dan perak, dan lebih baik bagi kalian dari bertemu musuh yang kalian tebas lehernya dan mereka menebas leher kalian?” Mereka menjawab: “Mau.” Sabda beliau: “Berdzikir kepada Allah.”

[Yang benar diriwayatkan At-Tirmidzi no. 3377 dan Ibnu Majah no. 3790 dengan sanad shohih].

📃 Penjelasan:

Penanya menanyakan amalan Sunnah terbaik setelah yang fardhu, karena telah mengetahui bahwa amalan-amalan terbaik adalah amalan yang wajib.

Dalam sebuah hadits qudsi, Allah ﷻ menegaskan :

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيهِ ، وَمَا يَزالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ...

Dan tidaklah seorang hamba mendekat kepada-Ku; yang lebih aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku fardhukan kepadanya. Hamba-Ku terus-menerus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku pun mencintainya. (HR. Bukhari no. 6502).

Maka, jangan sibuk mengutamakan yang sunnah, tapi yang wajib terlewatkan, seperti shalat, puasa, zakat, berbakti kepada orang tua, dan lainnya.

Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu pernah berkata, amalan yang paling utama adalah yang mengamalkan apa yang Allah ﷻ wajibkan.

Imam Malik bin Anas bin Malik bin 'Amr al-Asbahi atau yang dikenal sebagai Imam Malik bin Anas di dalam kitab hadits dan fiqih Al-Muwaththa meriwayatkan kisah Umar bin Khattab Radhiyallahu’anhu.

Ibnu Syihab dari Abu Bakar bin Sulaiman bin Abi Khatsmah mengatakan bahwasanya Umar bin Khattab Radhiyallahuanhu tidak melihat Sulaiman bin Abi Khatsmah ketika sholat subuh. Kemudian Umar bin Khattab pagi-pagi pergi ke pasar, sementara rumah Sulaiman berada di antara pasar dan Masjid Nabawi, maka Umar bin Khattab melewati Asy-Syifa (Ibu Sulaiman).

Umar bin Khattab berkata kepada Asy-Syifa, "Aku tidak melihat Sulaiman pada saat sholat subuh tadi?"

Asy-Syifa (Ibu Sulaiman) berkata, "Tadi malam dia sholat malam sehingga ketiduran (saat sholat subuh)."

Umar berkata, "Sungguh aku menghadiri sholat subuh secara berjamaah lebih aku cintai daripada sholat semalam suntuk." (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al-Muwaththa)

Hal yang menarik yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar,

مَنْ شَغَلَهُ الْفَرْضُ عَنْ النَّفْلِ فَهُوَ مَعْذُورٌ وَمَنْ شَغَلَهُ النَّفْلُ عَنْ الْفَرْضِ فَهُوَ مَغْرُورٌ

“Siapa yang tersibukkan dengan yang wajib dari yang sunnah dialah orang yang patut diberi udzur. Sedangkan siapa yang tersibukkan dengan yang sunnah sehingga melalaikan yang wajib, maka dialah orang yang benar-benar tertipu.” (Fath Al-Bari, 11: 343)

Salah satu jerat-jerat Setan menuut imam Ibnul Jauzy rahimahullah adalah menyibukkan diri dengan yang sunnah daripada yang wajib.

Ibadah itu bertingkat-tingkat, maka sibukan dengan sesuatu yang lebih prioritas.

Hikmah amalan bertingkat-tingkat

  1. Luasnya Rahmat Allah ﷻ.
  2. Kesempatan bagi kita untuk beramal.
  3. Sempurnanya syariat Islam, dan ini sesuai dengan perkembangan zaman. Karena potensi setiap orang berbeda-beda.

Dulu, Ahli ibadah menulis surat berisi nasihat kepada Imam Malik agar lebih banyak menyendiri dan mengerjakan ibadah. Jawaban imam Malik rahimahullah:

“Sesungguhnya Allah telah membagikan amal-amal salih sebagaimana Dia membagikan rezeki-Nya untuk manusia. Boleh jadi seseorang dibukakan (pintu kebaikan) baginya dalam shalat —dengan rajin mengamalkan shalat-shalat sunnah, tapi tidak dibukakan (pintu kebaikan) baginya dalam ibadah puasa”.

“Sementara orang lain ada yang dibukakan (pintu kebaikan) baginya dalam bersedekah —dengan banyak berinfak, tapi tidak dibukakan (pintu kebaikan) baginya dalam ibadah puasa. Ada juga orang yang dibukakan (pintu kebaikan) baginya dalam berjihad di jalan Allah, tapi tidak dibukakan pintu kebaikan baginya dalam ibadah lainnya”.

“Menyebarkan ilmu termasuk amal kebaikan yang paling utama. Dan sungguh aku telah ridha dengan (pintu kebaikan) yang telah dibukakan Allah untukku dalam menyebarkan ilmu ini. Aku tidak merasa amal yang aku lakukan ini di bawah amal yang Anda lakukan. Dan aku berharap kita berdua (selalu) di atas kebaikan dan ketaatan (kepada-Nya)”. (Kitab Siyar A’lam An Nubala’ (8/115).

Tingkatan-tingkatan amalan, karena beberapa faktor :

  1. Jenis ibadah
  • Fardhu lebih baik dari pada sunnah.
  • Fardhu juga bertingkat, fardhu ain lebih utama daripada fardhu kifayah.
  • Hak Allah ﷻ lebih utama dari hak manusia.
  • Membantu keluarga lebih utama daripada membantu orang lain.
  1. Keikhlasan dan ittibâ

Amalan semakin ikhlas dan ittibâ (mencontoh Rasulullah) maka akan semakin baik.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Mulk Ayat 2:

ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,

Yang paling baik amalnya adalah yang paling ikhlas dan ittibâ. Maka ikhlas dan ittibâ juga bertingkat-tingkat.

Maka, semakin mirip shalat dengan tata cara Nabi ﷺ maka akan semakin baik.

  1. Mulia karena Waktu

Seperti bulan Ramadhan, lebih utama daripada bulan lainnya. Demikian juga 10 awal bulan Dzulhijjah, lebih utama daripada waktu lainnya.

Demikian juga dari sisi kebutuhan, berinfak membantu bencana lebih utama dari pada waktu biasa. Maka, Allah ﷻ berfirman dalam QS. Al-Balad Ayat 14:

اَوۡ اِطۡعٰمٌ فِىۡ يَوۡمٍ ذِىۡ مَسۡغَبَةٍ

atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan,

  1. Dilihat dari sisi tempat

Seperti shalat di Masjidil Haram lebih baik dari pada di masjid lain. Demikian juga masjid Nabawi dan Quba.

Dari Ibnu Az-Zubair bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sekali shalat di masjidku ini lebih utama daripada 1000 kali shalat di masjid lainnya kecuali Masjidil Haram dan sekali shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100 kali shalat di masjidku ini.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, hadits ini sahih menurut Ibnu Hibban) [HR. Ahmad, 26:41-42; Ibnu Hibban, 1620. Sanad hadits ini sahih].

  1. Dari sisi kontinu atau tidak.

Amalan yang kontinu –walaupun sedikit- itu akan mengungguli amalan yang tidak rutin –meskipun jumlahnya banyak-. Amalan inilah yang lebih dicintai oleh Allah Ta’ala. Di antara dasar dari hal ini adalah dalil-dalil berikut.

Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. [HR. Muslim no. 783]

  1. Lebih mudah atau sulit

Amalan yang lebih mudah lebih utama dari pada memberatkan.

Seperti orang yang safar lebih utama mengqashar daripada shalat lengkap.

Dalam riwayat Ibnu Abbas radhiallahu ánhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

إن الله يحب أن تؤتى رخصه كما يحب أن تؤتى عزائمه

“Sesungguhnya Allah mencintai tatkala diambil rukhshah dari-Nya sebagaimana ia mencintai ketika dilaksanakan perintah-perintah-Nya” (HR Thabrani dalam Mujam Al Kabiir dan Al Bazzar, dan perawinya tsiqah).

Orang-orang yang berhaji menggunakan pesawat, lebih utama daripada naik kapal.

  1. Jika amal ibadah tersebut bermanfaat untuk orang lain

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no:3289)

Maka, membantu tetangga yang kena musibah lebih utama dari pada i'tikaf di masjid.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لأن أمشي مع أخ في حاجة أحب إلي من أن أعتكف في هذا المسجد

“Sungguh aku berjalan bersama seorang saudara (muslim) di dalam sebuah keperluan lebih aku cintai daripada aku beri’tikaf di dalam masjid ku (masjid Nabawi) ini selama sebulan.” [HR. Ath-Thabarani di dalam Al-Mu’jamul Kabir dan dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Silsilat Al-hadits Ash-Shahihah, no. 906].

Maka, potensi setiap orang berbeda-beda, ada yang diberi kelebihan satu dengan yang lain dengan berbeda jenis ibadah. Ada yang rajin shalat, tetapi sedekahnya kurang dan lainnya.

Ibnu Taimiyyah rahimahullah, menjawab amalan sunnah terbaik setelah yang fardhu adalah : Dzikir.

Tetapi ulama berbeda pendapat dalam hal ini, di antara tiga hal: Dzikir, menuntut ilmu dan jihad.

Keutamaan Dzikir

  1. Hati menjadi tenang.
  2. Melindungi dari gangguan syaithan.


Dan akan disambung pada pertemuan selanjutnya...

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم