Berikut ini ringkasan satu tulisan ustadz Kholid Syamhudi dari majalah As Sunnah edisi 06 tahun VII/2003M.
Syarat seseorang wajib mengeluarkan zakat adalah sebagai berikut:
1. Islam
2. Merdeka
3. Berakal dan baligh
4. Memiliki nishab
Makna nishab di sini adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai ukuran tersebut. Orang yang memiliki harta dan telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat dengan dasar firman Allah,
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (Qs. Al Baqarah: 219)
Makna al afwu (dalam ayat tersebut-red), adalah harta yang telah melebihi kebutuhan. Oleh karena itu, Islam menetapkan nishab sebagai ukuran kekayaan seseorang.
Karakteristik manhaj/dakwah Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang membedakannya dengan ahlul bid’ah sangat banyak, dan telah dijelaskan oleh para Imam Ahlus Sunnah Wal Jamaah dalam banyak kitab karya mereka dan tersebar luas di kalangan kaum muslimin.
Dalam Kajian ini Ustadz Abu Qotadah menjelaskan beberapa Karakteristik manhaj/dakwah Ahlus Sunnah Wal Jamaah, salah satunya adalah a'lamunnasi bilhaq. Ahlussunnah merupakan kaum yang membawa kebenaran. Ahlu riwayah (Berpegang kepada riwayat hadits yang sahih, mempelajari dan mengamalkannya) dan ahlu dirooyah.
Kata Ibnul Mubarak:"Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya." Dikatakan juga: "permisalan orang yang ingin mengetahui perkara agamanya tanpa sanad, seperti orang yang menaiki suthuh (bagian atas) sebuah rumah tanpa tangga".
Banyak orang yang memandang hidup ini identik dengan menikmati berbagai kesenangan dan kelezatan duniawi. Siang malam mereka habiskan waktu untuk mengejar dan mengurus urusan dunia. Dunia yang fana telah memperdaya mereka hingga melupakan kehidupan yang sebenarnya yaitu akhirat. Wajar saja, karena mereka tidak mengimani adanya kehidupan setelah mati. Mereka mengatakan:
"Kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi." (QS. Al-Mu'minun: 37)
Orang-orang seperti ini pada hakikatnya sudah putus asa untuk menggapai kedudukan yang lebih mulia dan lebih utama. Sebab hakikat hidup jelas bertolak belakang dengan apa yang mereka yakini dan berlawanan dengan apa yang mereka duga. Hidup hakikatnya mengabdikan diri dengan beribadah kepada Rabb Yang Maha Hidup dan tidak akan mati. Itulah tujuan penciptaan jin dan manusia. Allah sa berfirman: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Maka seorang muslim hendaknya memperhatikan setiap detik yang ia lalui. Jangan sampai waktu itu terbuang percuma tanpa ada nilai ibadah di sisi Allah.
Sesungguhnya waktu yang sudah berlalu tak akan pernah kembali selamanya. Ironisnya, setiap orang pasti sedih dan duka ketika ia kehilangan hartanya namun mereka tak pernah menyayangkan umur yang terbuang bertahun-tahun lamanya. Padahal umur kita di dunia sangat singkat. Dan baik buruknya kita mengisi umur tersebut akan menentukan kehidupan kita selanjutnya. Masa penantian yang begitu panjang di alam barzakh dan kehidupan yang kekal abadi di akhirat. Umur kita adalah kesempatan untuk beramal sebab di akhirat yang ada hanyalah hisab. Oleh karena itu Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam menyampaikan sebuah wasiat yang sangat agung bagi kita, beliau bersabda: "Pergunakanlah yang lima sebelum datang yang lima: Masa mudamu sebelum datang masa tua, masa sehatmu sebelum datang masa sakit, masa kayamu sebelum datang masa miskin, masa luangmu sebelum datang masa sibuk, masa hidupmu sebelum datang kematian. " [Hadits shahih, diriwayatkan oleh AI-Hakim dalam Mustadraknya, nomor (IV/306), Abu Nu'aim nomor (IV/148), AI-Baghawi dalam SyarhusSunnah nomor (V/i8z), Ibnul Mubarak dalam kitab Az-Zuhd nomor (2), AI-'Ajaluuni dalam Kasyfu/ Khafaa nomor (1/167), Ibnu Abi Syaibah nomor (XII/223) dan dlcantumkan dalam Shahih al-Jaml' nomor (1077).]
Sungguh ini adalah wasiat yang sangat komplit. Mengarahkan setiap muslim kepada jalan yang seharusnya ditempuh. Juga berisi penjelasan sebab-sebab meraih keselamatan. Alangkah butuhnya kita kepada sebab-sebab tersebut yang kalaulah kita tidak mendapat petunjuk kepadanya niscaya kita akan tetap terombang-ambing dalam kehidupan dunia sampai ajal menjemput kita. Persis seperti kehidupan hewan ternak atau bahkan lebih sesat lagi. Sesungguhnya hidup hanyalah kumpulan hari-hari. Betapa merugi bila kita terus dibuai angan-angan sehingga lupa memperbaiki amal.
Ibnul Qayyim -rahimahullah- berkata dalam bab berjudul "Bagaimana cara memperbaiki diri?." [Al Fawaa'id halaman 115-116]
Selengkapnya: Audio Kajian: Bedah Buku 'Panduan Amal Sehari Semalam'
Kajian Kitab Syarhus Sunnah