Ka’ab bin Malik radiallahu anhu adalah salah seorang sahabat Nabi yang mendapat anugerah Allah berupa kepiawaian dalam bersyair dan berjidal. Syair-syairnya banyak bertemakan peperangan. Kemampuan sebagai penyair ini, mengantarkannya menduduki posisi khusus di sisi Nabi, selain dua sahabat yang lain, yaitu Hassan bin Tsabit dan Abdullah bin Rawahah. Ka’ab bin Malik termasuk pemuka sahabat dari kalangan Anshar yang berasal dari suku Khazraj. Nama lengkapnya ialah ‘Amr bin Al Qain bin Ka’ab bin Sawaad bin Ghanm bin Ka’ab bin Salamah. Pada masa jahiliyah, ia dikenal dengan kunyahnya (panggilan) Abu Basyir.
Kisah kejujuran Ka’ab bin Malik ini, berawal saat Rasulullah telah mengambil keputusan untuk menyerang Romawi. Beliau memobilisasi para sahabat untuk tujuan itu. Kaum rnuslimin segera melakukan persiapan dan berlomba-lomba menginfakkan harta yang mereka miliki.
Di tengah kesibukan kaum muslimin melakukan persiapan, ada seorang sahabat yang belum memulainya. la bernama Ka’ab bin Malik. Kali ini, Allah hendak mengujinya dengan perang Tabuk.
Pada masa tuanya, Ka’ab bin Malik menuturkan kisahnya kepada putranya : "Aku tidak pernah absen dalam satu peperangan pun bersama Rasulullah kecuali dalam perang Tabuk dan perang Badr. Tatkala Rasulullah berangkat bersama pasukan, aku masih terlambat dan belum sempat melakukan persiapan. Batinku berharap, aku bisa menyusul mereka. Namun akhirnya, langkahku benar- benar terhambat.
Selengkapnya: Audio Kajian: Kisah Taubat dan Kejujuran Ka’ab bin Malik radiallahu'anhu
Para salaf sangat memperhatikan dalam hal kepada siapa mereka mengambil ilmu. Mereka melihat keadaan amalan sunnah yang dia tegakkan dan akhlaq mereka dalam pergaulan harian. Para salaf banyak meninggalkan orang yang dianggap berilmu karena dia tidak menjaga lisannya, cara sholatnya yang tidak sesuai sunnah dan perkara-perkara yang lainnya. Maka hendaklah menjadi pelajaran bagi kita semua untuk tidak hanya melihat orang karena keilmuannya tapi juga karena akhlaq dan amalan sunnah yang dia tegakkan. Bagaimana kita akan mengambil ilmu dari orang yang berakhlaq buruk?!.
Ikuti kajian materi berikut yang disampaikan Ust Abdulloh Taslim MA, direkam di Studio Radio Suaraquran Solo 10 April 2010.
{audio}http://www.suaraquran.com/download/memilih-guru_usttaslim.mp3{/audio}
Berikut ini ringkasan satu tulisan ustadz Kholid Syamhudi dari majalah As Sunnah edisi 06 tahun VII/2003M.
Syarat seseorang wajib mengeluarkan zakat adalah sebagai berikut:
1. Islam
2. Merdeka
3. Berakal dan baligh
4. Memiliki nishab
Makna nishab di sini adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai ukuran tersebut. Orang yang memiliki harta dan telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat dengan dasar firman Allah,
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (Qs. Al Baqarah: 219)
Makna al afwu (dalam ayat tersebut-red), adalah harta yang telah melebihi kebutuhan. Oleh karena itu, Islam menetapkan nishab sebagai ukuran kekayaan seseorang.
Kajian Kitab Syarhus Sunnah