Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Di antara perkara yang menggugurkan dosa adalah [1] kaffarot musibah yaitu segala hal yang menyakitkan: kekhawatiran; kesedihan; gangguan pada harta, kehormatan, jasad, atau selainnya. Akan tetapi perkara-perkara ini bukan termasuk perbuatan hamba (tetapi murni takdir).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang muslim itu ditimpa musibah baik berupa rasa lelah, rasa sakit, rasa khawatir, rasa sedih, gangguan atau rasa gelisah sampaipun duri yang melukainya melainkan dengannya Allah akan mengampuni dosa-dosanya” (HR. Al-Bukhari, no. 5641 dan Muslim, no. 2573)
Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjenguk Ummu As-Saaib atau Ummul Musayyib. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya,
“Janganlah Engkau mencela demam. Karena demam itu bisa menghilangkan kesalahan-kesalahan (dosa) manusia, sebagaimana kiir (alat yang dipakai pandai besi) bisa menghilangkan karat besi.” (HR. Muslim no. 2575)
Apakah musibah mendatangkan pahala?
Para ulama berbeda pendapat antara hanya melebur dosa ataukah ada pahala yang didapat. Wallohu'alam, yang rajih adalah hanya menggugurkan dosa-dosa. Kecuali, dengan adanya musibah dia ridha, sabar dan berdo'a, maka dia akan mendapatkan pahala.
Musibah adalah ujian agar kita menjadi sadar akan dosa-dosa dan instospeksi diri, bahwa kita makhluk yang lemah dan banyak dosa. Hal ini sesuai firman Allah Ta’ala,
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syuraa: 30)
Ali bin Abi Tholib –radhiyallahu ‘anhu– mengatakan,
“Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87)
Para ulama salaf pun mengatakan yang serupa dengan perkataan di atas. Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata musibah yang menjadikan dirimu semakin dekat dengan Allah ﷻ jauh lebih baik dari pada nikmat yang melalaikan kamu dari Allah ﷻ.
Wasiat ketiga: Berakhlak Mulia
- Imam Ibnu Taimiyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:
Setelah ia menunaikan dua kalimat tersebut (bertaqwalah kepada Allah di mana saja kamu berada dan ikuti dosa dengan amal sholih maka amal sholih tersebut akan menghapusnya) yaitu hak Allah berupa amal sholih dan memperbaiki apa yang telah rusak, maka Nabi ﷺ melanjutkan: “dan pergauli manusia dengan akhlak yang mulia.”
📃 Penjelasan:
Setelah menunaikan hak-hak Allah ﷻ dan memperbaiki apa yang telah rusak, maka selanjutnya adalah menunaikan hak-hak manusia, yaitu berakhlak baik.
Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah dalam Jami'ul Ulum wal Hikam berkata, akhlak yang baik sejatinya adalah taqwa, tapi disebut secara khusus oleh Rasulullah ﷺ sebagai bentuk penekanan.
Karena banyak orang hanya melihat taqwa dengan makna hubungannya dengan Allah ﷻ saja, tetapi akhlaknya buruk.
Imam Al-Munawi Rahimahullah berkata: "Faktor yang paling banyak menjerumuskan ahli tauhid ke neraka adalah dosa- dosayang berkaitan dengan hak-hak hamba". (Faidhul Qadir 3/565)
Golongan manusia ada beberapa jenis:
1. Mempunyai hubungan yang baik kepada Allah ﷻ dan kepada manusia. Inilah orang-orang yang paling mulia.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai perkara yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan berakhlak yang baik.” Beliau ditanya pula mengenai perkara yang banyak memasukkan orang dalam neraka, jawab beliau, “Perkara yang disebabkan karena mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi no. 2004 dan Ibnu Majah no. 4246. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
2. Mempunyai hubungan yang baik kepada Allah ﷻ tetapi buruk kepada manusia.
3. Mempunyai hubungan yang baik kepada manusia, tetapi buruk terhadap Allah ﷻ.
4. Mempunyai hubungan yang buruk baik kepada Allah ﷻ maupun kepada manusia.
- Imam Ibnu Taimiyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:
Secara umum, akhlak mulia kepada manusia berupa kamu menyambung orang yang memutusmu dengan mengucapkan salam, memuliakannya, mendoakannya, beristighfar untuknya, memujinya, mengunjunginya; dan kamu memberi orang yang pelit kepadamu berupa memberi ilmu, manfaat, harta; juga kamu memaafkan orang yang menzolimimu baik dalam darah, harta, atau kehormatan. Sebagian perbuatan ini wajib dilakukan dan sebagian lainnya hanya anjuran.
📃 Penjelasan:
Kemudian Ibnu Taimiyah rahimahullahu menjelaskan mengenai sifat-sifat akhlak yang mulia, dan ini cakupannya luas.
Al-Imam al-Mujahid Abdullah ibnul Mubarak rahimahullah menjelaskan hakikat akhlak adalah berbuat baik dengan orang lain, tidak menyakiti orang lain dan wajah yang berseri-seri. (Tafsir al-Qurthubi).
1. Berbuat baik kepada orang lain
Karena sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain.
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.”
(HR. Thabrani di dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 13280, 12: 453. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al Jaami’ no. 176).
Karena sesuai dengan kaidah fikih, bahwa ibadah yang mengandung faedah atau manfaat buat orang lain adalah lebih baik dari pada ibadah yang manfaatnya untuk diri sendiri.
Bahkan Hasan Al-Bashri Rahimahullah mengatakan bahwa saya membantu orang lain lebih diutamakan dari pada shalat seribu raka'at.
2. Tidak Menyakiti orang lain
Yaitu menyakiti dengan lisan maupun dengan tangan. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no.10 dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Janganlah meremehkan sesuatu kebaikan walaupun engkau berjumpa dengan saudaramu dengan wajah berseri-seri” [Hadits riwayat Muslim]
Termasuk inti akhlak yang baik adalah:
4. Memaafkan orang yang menzalimi
Ini adalah intinya akhlak. Hasan Al-Bashri Rahimahullah berkata, sebaik-baiknya akhlak adalah memaafkan.
Karena berat, berbuat baik terhadap orang yang menzalimi kita. Maka Al-Qur'an menyebut pahala memaafkan adalah tanpa batas. Yaitu puasa, sabar dan memaafkan.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Asy-Syura Ayat 40:
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.
Karenanya, Imam Ahmad rahimahullah berkata, maafkanlah saudaramu, Tidak bermanfaat bagi anda jika Allah menimpakan azab untuk saudaramu sesama muslim karena dirimu. (Syiar A'lamin Nubala 11/261).
Maka, akhlak terbaik adalah berbuat baik kepada orang yang telah menyakiti kita. Abdullah bin ’Amr berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Seorang yang menyambung silahturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silahturahmi adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturahmi setelah sebelumnya diputuskan oleh pihak lain.” (HR. Bukhari no. 5991)
Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad Al-Badr menyebutkan 4 Kunci Akhlak mulia dalam beberapa hadits berikut:
1. Menjaga Lisan.
عن أبي هريرة رضي الله عنه، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت ... (رواه البخاري ومسلم
“Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia berkata yang baik atau memilih untuk diam ..” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, seorang lelaki berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berilah aku wasiat.” Beliau menjawab, “Janganlah engkau marah.” Lelaki itu mengulang-ulang permintaannya, (namun) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (selalu) menjawab, “Janganlah engkau marah.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 6116]
3. Meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
4. Menjaga Hati.
Yaitu menjaga hati dari sifat dengki dan penyakit hati lainnya, sehingga mencintai saudaranya sebagaimana mencintai diri sendiri.
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
[HR. Bukhari, no. 13 dan Muslim, no. 45]
- Imam Ibnu Taimiyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:
Adapun akhlak mulia yang merupakan sifat Muhammad ﷺ adalah agama itu sendiri yang mencakup segala yang diperintahkan Allah. Demikian pendapat Mujahid dan selainnya.
Akhlak mulia ini adalah tafsir Al-Qur’an, seperti yang dikatakan Aisyah Radhiyallahu’anha: “Akhlak beliau adalah Al-Qur’an.” (HR. Muslim no. 746).
Hakikat akhlak mulia adalah bersegera mengerjakan apa saja yang dicintai Allah dengan jiwa lapang dan gembira.
📃 Penjelasan:
Maka, hakikat akhlak mencakup dua hal:
1. Akhlak kepada Allah ﷻ yaitu dengan bertakwa kepada-Nya, tunduk kepada hukum-hukumNya, dan sabar terhadap ujian dan musibah yang menimpanya.
2. Akhlak yang baik kepada manusia. Telah dijelaskan mengandung empat hal: Berbuat baik kepada orang lain, tidak menyakiti orang lain, ramah dan muka berseri-seri dan memaafkan kesalahan orang lain.
Maka, akhlak yang terbaik adalah akhlak kepada Allah ﷻ, baru kemudian akhlak kepada manusia.
1. Akhlak mulia adalah salah satu faktor terbanyak yang memasukkan manusia ke dalam surga.
Ketika Rasulullah ﷺ ditanya perihal faktor terbanyak yang memasukkan manusia ke dalam surga, beliau ﷺ menjawab:
تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ
“Ketakwaan kepada Allah dan akhlak mulia.” HR. Tirmidzi, no. 2004, dan Ibnu Majah, no. 4246. Hadis ini dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Sahih At-Targhib, no. 1723.
2. Akhlak memberatkan timbangan di akhirat (setelah tauhid).
Dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin selain akhlak yang baik. Sungguh, Allah membenci orang yang berkata keji dan kotor.” (HR. Tirmidzi, no. 2002. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).
3. Semakin dicintai Nabi ﷺ dan kelak bersanding dengan majelis Nabi ﷺ
“Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat majlisnya denganku pada Hari Kiamat, adalah yang paling mulia akhlaknya.” ([HR. Tirmidzi, no. 1941. Dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Sahih Al-Jaami’ no. 2201.])
4. Semakin mulia akhlak seorang mukmin, maka semakin tinggi pula derajat surga yang akan ia tempati kelak.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya seseorang dengan husnul khuluq akan memperoleh derajat ash-sha`im (ahli puasa) dan al-qa`im (ahli shalat malam).” HR. Ahmad.
Muhammad bin Munkadir berkata, “Pernah semalaman saya memijat kaki ibuku, sementara saudaraku Umar waktu itu semalaman juga melakukan shalat. Saya tidak menganggap amalan malam Umar lebih baik dari amalan malamku.” (Siyar A’lam an-Nubala V/405).
5. Orang yang berakhlak baik akan berbahagia
Orang yang berakhlak baik akan berbahagia karena akhlak yang baik merupakan cermin hati yang bersih dan membawa keberkahan dalam hidup. Akhlak mulia juga memberikan dampak positif dalam kehidupan manusia, seperti dicintai sesama, dan akan mendapatkan pahala yang akan menjadi bekal di akhirat kelak.
Orang yang berakhlak baik selalu dalam keadaan tenang dan penuh kenikmatan, karena hati mereka yang tenteram menjadi modal untuk menggapai kehidupan yang bahagia.
Bagaimana caranya agar berakhlak mulia?
Akhlak ada dua jenis, yaitu:
- Pertama: Jibilly (watak asli).
- Kedua : Muktasab (diusahakan dan diperjuangkan dalam mendapatkannya)
Di antara cara mengupayakan terbentuknya akhlak yang baik pada diri seorang hamba adalah sebagai berikut:
1. Memperbaiki keimanan, karena semakin baik iman, maka akhlaknya menjadi semakin baik.
2. Mempelajari ilmu agama. Belajar tentang akhlak mulia serta mempelajari faktor-faktor pembentuk akhlak yang baik.
3. Bergaul dengan orang-orang yang saleh. Karena teman itu pembentuk agama seseorang.
4. Berdo'a kepada Allah ﷻ.
- Imam Ibnu Taimiyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:
Adapun penjelasan bahwa ini semua wasiat Allah, karena lafazh “taqwa kepada Allah” menghimpun apa saja yang Allah perintahkan baik wajib maupun sunnah, dan apa saja yang Allah larang baik harom maupun makruh. Ini menghimpun hak Allah dan hak manusia.
Namun, terkadang taqwa berupa takut siksa yang mendorong seseorang menahan diri dari perkara harom. Ini tafsir dari hadits Muadz tadi, dan begitu juga tafsir dari hadits Abu Huroiroh Radhiyallahu’anhu yang diriwayatkan At-Tirmidzi dan ia menilainya shohih, bahwa ada yang bertanya: “Wahai Rosulullah, apa yang paling banyak memasukkan ke Surga?” Beliau menjawab: “Taqwa kepada Allah dan akhlak yang mulia.” Ia bertanya lagi: “Apa yang paling banyak memasukkan ke Neraka?” Jawab beliau: “Dua rongga, yaitu mulut dan kemaluan.” [2]
Dalam hadits shohih yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ﭭ bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم