Pembahasan Kitab Tauhid

Karya Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al fauzan dan Team Ahli Tauhid. Terdiri dari tiga buku yang resumenya kami sajikan di hadapan antum semua. Jangan bosan belajar Tauhid. Karena inilah tujuan dakwah para Rasul. Baarokallohufiikum...
Kitab Tauhid 1 Kitab Tauhid 2 Kitab Tauhid 3

بسم الله الرحمن الرحيم

🎙Bersama: Al Ustadz Fuad Efendi Lc.,M.H حفظه الله تعالى
📘 Materi : Bab-36: Riya' - Pertemuan 4
🗓 Hari : Selasa, 17 Rabi'ul Awal 1447 / 9 September 2025
🕰 Waktu: Ba'da Maghrib - Isya'
🕌 Tempat: Masjid Jajar Surakarta
📖 Daftar Isi:



٣٦. ما جاء في الرياء
Bab 36-4 Tentang Hal-hal yang Berkaitan dengan Riya

Telah berlalu pembahasan Bab 36 pertemuan sebelumnya:

  1. Maksud dari Judul
  2. Definisi Riya'
  3. Macam-macam Riya dan Hukumnya
  4. Hukum Amalan yang Terjangkit Riya
  5. Hukum Bertaubat dari Riya'
  6. Perkara yang dikira riya’ akan tetapi bukan riya’
  7. Cara menghindarkan diri dari riya
  8. Empat sisi pendalilan dari Firman-Nya dalam Surat Al-Kahfi Ayat 110
  9. Dalil dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu secara marfu’

٣٦. ما جاء في الرياء

Bab-36/4 Tentang Hal-hal yang Berkaitan dengan Riya’

Dalil-dalil tentang Bahaya Riya'

📖 Dalil ke-3: Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri secara marfu’, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِيْ مِنَ الْمَسِيحِ الدَّجَّالْ؟ قَالُوْ: بَلَى يَا رَسُوْلُ الله، قَالَ: الشِّرْكُ الْخَفِيُّ: أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ، لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ

“Maukah aku kabarkan sesuatu yang lebih aku takutkan atas kalian daripada Al-Masih Ad-Dajjal?” Abu Sa’id berkata, ‘Kami berkata: Tentu’. Maka beliau bersabda, ‘Syirik tersembunyi (kecil), yaitu seseorang mengerjakan shalat dan memperbagus shalatnya dengan harapan agar ada seseorang yang memperhatikannya’.” (HR. Ibnu Makan)

📃 Penjelasan:

Syaikh Ushoimiy rahimahullah berkata, hadits ini ada kelemahan.

Pada riwayat yang lain, diriwayatkan dari Ibnu Khuzaimah, Ahmad, Al-Baihaqi, dan yang lainnya, dari Mahmud bin Labib radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِيَّاكُمْ وَشِرْكَ السَّرَائِرِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا شِرْكُ السَّرَائِرِ؟ قَالَ: يَقُومُ الرَّجُلُ فَيُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ جَاهِدًا لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ النَّاسِ إِلَيْهِ، فَذَلِكَ شِرْكُ السَّرَائِرِ

“Berhati-hatilah kalian dengan syirik rahasia”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa itu syirik rahasia tersebut?’ Beliau menjawab, ‘Yaitu seseorang yang mengerjakan shalat, kemudian dia memperbagus shalatnya dengan bersungguh-sungguh agar orang lain melihatnya, maka itulah syirik yang rahasia (tersembunyi)’.”

HR. Ibnu Khuzaimah no. 937 dalam Shahihnya, dan HR. Al-Baihaqi no. 2872 dalam Syu’abul Iman

Dalam hadits ini ada peringatan keras akan bahaya riya' karena Nabi ﷺ lebih memberikan indikasi lebih bahaya riya' dari pada fitnah Dajjal.

1. Sisi pendalilan dari hadits ini :

  • Hadits ini menyebutkan Riya' dan ini adalah kesyirikan (Syirik Rahasia).
  • Contoh dalam hadist ini amalan dari sholat yang diperbagus karena ingin dilihat, dan ini adalah riya'.

2. Nama-nama Lain dari Riya

  • Dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri menyebutkan bahwa riya’ dinamakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan Asy-syirk Al-Khafiy.
  • Dalam hadits dari Mahmud bin Labib menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut riya’ dengan Asy-Syirk As-Saraair.
  • Dalam riwayat yang telah kita sebutkan pula bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga menyebut riya’ dengan Asy-Syirk Al-Ashghar.

Ini semua menunjukkan bahwa riya’ adalah penyakit yang berbahaya, sehingga seseorang harus selalu waspada agar jangan sampai terkena penyakit riya’. Adapun jika seseorang merasa bahwa dirinya terkena riya’, maka dia harus segera melawan jiwanya agar amal saleh yang dia telah kerjakan tetap bernilai.

Ketahuilah bahwa syaithan tidak peduli dengan berapa banyak amal saleh yang kita lakukan, akan tetapi syaithan hanya akan berusaha membuat agar bagaimana kita tidak ikhlas sehingga amal tersebut berakhir sia-sia.

Dalam sebuah hadits disebutkan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّهُ قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلَنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ؛ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ، أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ، مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ»».
[صحيح] - [رواه البخاري] - [صحيح البخاري: 99]

Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, ia berkata, Seseorang bertanya, "Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang paling beruntung mendapatkan syafaatmu kelak di hari kiamat?"

Rasulullah ﷺ bersabda, "Sungguh aku telah menduga, wahai Abu Hurairah, bahwa menurutku tidak akan ada yang mendahuluimu untuk bertanya kepadaku tentang hadis ini dikarenakan semangatmu kepada hadis. Orang yang paling beruntung dengan syafaatku kelak di hari kiamat ialah orang yang mengucapkan lā ilāha illallāh secara tulus dari dalam hatinya -atau jiwanya-."
[Sahih] - [HR. Bukhari] - [Sahih Bukhari - 99]

Nabi ﷺ mengabarkan bahwa orang yang paling beruntung mendapatkan syafaat beliau kelak di hari kiamat ialah orang yang mengucapkan "lā ilāha illallāh" tulus dari dalam hatinya. Yakni: "tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, serta ia bebas dari kesyirikan maupun ria."

3. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lebih takut umatnya terkana riya’

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa beliau lebih takut riya’ menimpa kaum muslimin melebihi takut beliau daripada Al-Masih Ad-Dajjal. Dengan alasan berikut:

  1. Alasan yang pertama, karena Dajjal munculnya menjelang hari kiamat yang belum tentu kita bertemu dengannya. Berbeda dengan riya’ yang bisa muncul setiap saat, selama seseorang masih bernapas dan nyawa belum dicabut oleh malaikat maut, maka selama itu pula potensi riya’ selalu ada.
  2. Alasan yang kedua, Dajjal memiliki fitnah yang jelas yaitu orang yang jelas beriman maka akan selamat, adapun riya’ fitnahnya samar karena bisa menimpa orang-orang yang saleh (beriman). Ketika berbicara tentang riya’, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berbicara tentang para pelaku maksiat, akan tetapi beliau berbicara tentang orang-orang saleh karena riya’ hanya menimpa orang-orang saleh. (At-Tamhid Syarh Kitab At-Tauhid, Sholih Alu Syaikh, 401).

4. Penjelasan tentang Dajjal

Al-Masih di sini bisa berarti isim fa’il atau isim maf’ul. Jika dia bermakna isim fa’il, maka artinya adalah yang berjalan di bumi dengan cepat selama empat puluh hari. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa para sahabat bertanya,

يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا لَبْثُهُ فِي الْأَرْضِ؟ قَالَ: أَرْبَعُونَ يَوْمًا، يَوْمٌ كَسَنَةٍ، وَيَوْمٌ كَشَهْرٍ، وَيَوْمٌ كَجُمُعَةٍ، وَسَائِرُ أَيَّامِهِ كَأَيَّامِكُمْ، قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ فَذَلِكَ الْيَوْمُ الَّذِي كَسَنَةٍ، أَتَكْفِينَا فِيهِ صَلَاةُ يَوْمٍ؟ قَالَ: لَا، اقْدُرُوا لَهُ قَدْرَهُ

“Wahai Rasulullah, berapa lama ia (Dajjal) tinggal di bumi?” Rasulullah menjawab, ‘Empat puluh hari, satu hari (pertama) seperti satu tahun, satu hari (kedua) seperti satu bulan, satu hari (ketiga) seperti satu pekan dan hari-hari lainnya (berikutnya) seperti hari-hari kalian’. Kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana menurut Tuan tentang satu hari yang seperti satu tahun, cukupkah bagi kami shalat sehari? Rasulullah menjawab, ‘Tidak, tapi perkirakanlah ukurannya’.”([HR. Bukhari no. 2937])

Adapun jika Al-Masih bermakna isim maf’ul, maka menjadi الْمَمْسُوْح yang artinya adalah orang yang dibutakan matanya. ([Maqoyis Al-Lughoh, Ibnu Faris, 5/322]) Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Imam Al-Bukhari bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَخْفَى عَلَيْكُمْ، إِنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِأَعْوَرَ وَإِنَّ المَسِيحَ الدَّجَّالَ أَعْوَرُ العَيْنِ اليُمْنَى

“Allah tidak samar bagi kalian, Allah tidak buta sebelah, adapun Al-Masih Ad-Dajjal buta sebelah kanan.”([HR. Bukhari no. 7407])

Intinya Dajjal akan datang kelak dengan mengaku sebagai Tuhan. Pada waktu dia akan memperlihatkan kemampuannya yang luar biasa. Kalau dia berkata kepada langit untuk menurunkan hujan maka langit akan menurunkan hujan, kalau bumi telah kering dan dia ingin agar bumi kembali hijau maka akan tumbuh pepohonan tatkala itu. Maka kalau saat ini masih banyak orang yang percaya dengan dukun-dukun, maka bagaimana lagi tatkala Dajjal yang keluar? Padahal nama Dajjal sendiri berarti dusta, karena memang dia adalah pendusta besar dan fitnah yang dia bawa sangat luar biasa. Akan tetapi ternyata dalam hadits ini menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lebih takut terhadap fitnah riya’ daripada fitnahnya Dajjal.

Berita tentang Dajjal adalah hadits yang mutawatir, seperti yang Rasulullah ﷺ sampaikan untuk berdo'a untuk berlindung dari empat hal termasuk Dajjal:

وعن أَبي هريرة – رضي الله عنه – : أنَّ رسُولَ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – ، قَالَ : (( إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أرْبَعٍ ، يقول : اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ ، وَمِنْ عَذَابِ القَبْرِ ، وَمِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالْمَمَاتِ ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ المَسِيحِ الدَّجَّالِ )) . رواه مسلم .

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian bertasyahud, hendaklah ia meminta perlindungan kepada Allah dari empat perkara dengan mengucapkan, ‘ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MIN ‘ADZAABI JAHANNAM, WA MIN ‘ADZABIL QOBRI, WA MIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT, WA MIN SYARRI FITNATIL MASIIHID DAJJAAL’ (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal).” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 588]

5. Model Riya' yang Tersembunyi

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits ini menyebutkan bagaimana model syirik yang tersembunyi tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,

أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ، لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ

“Yaitu seseorang mengerjakan shalat dan memperbagus shalatnya dengan harapan agar ada seseorang yang memperhatikannya’.

Artinya orang tersebut bukan memperbagus shalatnya karena Allah Subhanahu wa ta’ala, akan tetapi karena ingin dipuji oleh orang lain.

Dalam sebuah riwayat, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata kepada Abu Musa Al-Asy’ari tatkala dia membaca Al-Quran dengan indah,

يَا أَبَا مُوسَى لَقَدْ أُوتِيتَ مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ

“Wahai Abu Musa, sesungguhnya engkau telah diberi suara yang indah dari suara-suara indahnya keluarga Daud.”([HR. Bukhari no. 5048])

Dan dalam riwayat yang lain Abu Musa Al-Asy’ari membalas perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut dengan berkata,

لَوْ عَلِمْتُ لَحَبَّرْتُهُ لَكَ تَحْبِيرًا

“Jika aku tahu (bahwa Rasulullah mendengar bacaannya), maka aku akan baguskan lagi untukmu.”([HR. Al-Baihaqi no. 2366 dalam Syu’abul Iman])

Perhatikan, Abu Musa Al-Asy’ari dalam hadits ini ingin membaguskan bacaannya untuk menyenangkan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya tetap mencari ridha Allah, bukan untuk mencari pujian manusia. Hal ini sebagaimana kita orang Islam dituntut untuk menyenangkan hati orang lain, bukan untuk mendapat pujian, akan tetapi untuk mencari ridha Allah Subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ، وَأَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ، أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا، وَلَأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِي فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ – يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا

“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.”([HR. Ath-Thabrani no. 13646 dalam Mu’jam Al-Kabiir, dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 176])

Ada beberapa contoh riya’ yang lain, yang penulis namakan dengan riya’ terselubung. Di antara contoh tersebut antara lain:

  1. Seseorang menceritakan keburukan orang lain, seperti pelitnya orang tersebut, malasnya orang tersebut shalat malam, dan tidak rajin menuntut ilmu, dengan maksud agar yang mendengarnya paham bahwasanya ia tidak memiliki sifat demikian.
  2. Seseorang menceritakan nikmat dan karunia yang telah Allah berikan kepadanya, akan tetapi dengan maksud agar para pendengar paham bahwa ia adalah seorang yang saleh, dan bahwasanya ia berhak untuk dimuliakan oleh Allah dengan pemberian karunia yang banyak tersebut kepadanya.
  3. Seseorang memuji gurunya dengan pujian yang tinggi agar ia juga terkena imbas pujian tersebut, karena ia adalah murid sang guru yang ia puji tersebut. Pada hakikatnya ia sedang berusaha untuk memuji dirinya sendiri, bahkan terkadang ia memuji secara langsung tanpa ia sadari.
  4. Merendahkan diri tapi dalam rangka untuk riya’, agar dipuji bahwasanya ia adalah seorang yang low profile. Inilah yang disebut dengan “Merendahkan diri demi meninggikan mutu”.
  5. Menyatakan kegembiraan akan keberhasilan dakwah, seperti banyaknya orang yang menghadiri pengajian, atau banyaknya orang yang mendapatkan hidayah, akan tetapi dengan niat untuk menunjukkan bahwasanya keberhasilan tersebut karena kepintaran dia dalam berdakwah.
  6. Ia menyebutkan bahwasanya orang-orang yang menyelisihinya mendapatkan musibah. Ia ingin menjelaskan bahwasanya ia adalah seorang wali Allah yang barang siapa yang mengganggunya akan disiksa atau diazab oleh Allah ﷻ.
  7. Ia menunjukkan dan memamerkan kedekatannya terhadap para da’i/ustaz, seakan-akan bahwa dengan dekatnya dia dengan para ustaz menunjukkan ia adalah orang yang saleh dan disenangi para ustaz.
  8. Seseorang yang berpoligami lalu ia memamerkan poligaminya tersebut.

Semoga Allah Ta’ala selalu menjaga kita semua dan keluarga kita serta kaum muslimin dari segala bentuk kesyirikan. Aamiin.

- Referensi Tambahan keterangan: bekalislam.firanda.com

 •┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم