Pembahasan Kitab Tauhid

Karya Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al fauzan dan Team Ahli Tauhid. Terdiri dari tiga buku yang resumenya kami sajikan di hadapan antum semua. Jangan bosan belajar Tauhid. Karena inilah tujuan dakwah para Rasul. Baarokallohufiikum...
Kitab Tauhid 1 Kitab Tauhid 2 Kitab Tauhid 3

بسم الله الرحمن الرحيم

🎙Bersama: Al Ustadz Fuad Efendi Lc.,M.H حفظه الله تعالى
📘 Materi : Kitab Tauhid Bab 38 | Menaati Ulama dan Umara Dalam Pengharaman Yang Halal dan Penghalalan Yang Haram - Pertemuan 1
🗓 Hari : Selasa, 16 Rabi’ul Akhir 1447 / 7 Oktober 2025
🕰 Waktu: Ba'da Maghrib - Isya'
🕌 Tempat: Masjid Jajar Surakarta
📖 Daftar Isi:



٣٨ - باب من أطاع العلماء والأمراء في تحريم ما أحل الله أو تحليل ما حرم الله فقد اتخذهم أربابا من دون الله
Bab 38-1: Barangsiapa yang Menaati Ulama dan Umara' dalam Mengharamkan yang Allah Halalkan atau Menghalalkan yang Allah Haramkan, maka Dia Telah Menjadikan Mereka Tuhan-tuhan Selain Allah

Penulis Rahimahullah menulis Bab ini untuk menerangkan, bahwa menaati ulama dan umara serta tokoh orang-orang yang ditaati dalam Mengharamkan yang Allah Halalkan atau Menghalalkan yang Allah Haramkan dan mentaatinya, maka berarti menjadikan mereka sesembahan, karena ia telah beribadah kepada mereka dengan mentaati mereka.

Karena ibadah adalah ketaatan, maka tidak boleh mentaati selain Allah ﷻ dalam kemaksiatan kepada Allah ﷻ. Ketaatan kepada selain Allah ﷻ harus dibawah ketaatan kepadaNya atau bertentangan dengan Allah ﷻ. Ketaatan kepada selain Allah ﷻ ada dua macam:

  1. Ketaatan dalam meyakini bahwa hal itu bertentangan dengan larangan Allah ﷻ dan ia menganggap benar dan jika meninggalkannya berdosa, maka ini adalah kesyirikan besar. Ini dilakukan seperti orang-orang Nasrani.
  2. Mentaati ajaran tokoh yang menyelisihi perintah atau larangan Allah ﷻ, dan tahu bahwa itu salah dan menyelisihi Allah ﷻ, maka sebagian ulama menggagap kesyirikan kecil dan sebagian menganggap kemaksiatan. Ini dilandasi hawa nafsu atau syubhat.

Pengertian Ulama dan Umara

1. Ulama: tokoh yang mengurusi urusan agama kaum muslimin.

  • Ulama yang benar adalah ulama yang ikhlas dan mengajarkan ilmu yang benar.
  • Ulama syu' adalah ulama yang tidak Ikhlas atau mengajarkan sesuatu yang tidak benar.

2. Umara: tokoh yang mengurusi urusan dunia kaum muslimin.

Pemerintah yang sah adalah pemerintah yang memiliki kekuasaan dan wilayah dan benar-benar mengurusi kaum muslimin, cirinya jika seseorang ditanya pemimpinnya maka dia akan menyebut orang tersebut.

Bukan pemerintah jadi-jadian sebagaimana yang diyakini oleh kelompok Islam Jamaah atau kelompok Jama'ah Islamiyah, dan yang semisalnya. Ketahuilah bahwa Islam Jamaah tidak bisa dikatakan sebagai pemerintah, karena secara bahasa maupun peristilahan Islam, kelompok mereka tidak bisa disebut sebagai pemerintah yang mengurusi urusan rakyat secara umum, bahkan mereka tidak mengurus satu pun urusan masyarakat.

Dan pembahasan dalam bab ini adalah tokoh yang ditaati, apapun bentuknya, selagi tidak melanggar perintah Allah ﷻ.

Macam-macam ketaatan :

1. Taat yang disyariatkan

1. Ketaatan Mutlak

Yaitu ketaatan kepada Allah ﷻ dan Rasulullah ﷺ. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat An-Nisa Ayat 59:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Demikian juga dalam surat Muhammad ayat 33:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوٓا۟ أَعْمَٰلَكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.

Demikian pula ketaatan terhadap Rasulullah ﷺ adalah ketaatan yang mutlak. Allah berfirman,

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ

"Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah." (QS. An-Nisa': 80)

Dan ayat-ayat lainnya.

2. Ketaatan Bersyarat

Ketaatan bersyarat yang dimaksud adalah ketaatan kepada ulama dan umara' (pemerintah). Artinya, ketaatan kepada mereka tidak mutlak, melainkan ketaatan terhadap mereka memiliki syarat, yaitu perintah mereka tidak melanggar syariat Allah ﷻ. Pada firman Allah ﷻ :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara Kamu. (QS. An-Nisa ayat 59).

Aturan-aturan yang diterapkan pemerintah dan memiliki manfaat bagi orang banyak, disebut dengan al-mashlahah al-mursalah. Para ulama mazhab Maliki menyebutkan bahwa maslahat itu ada tiga:

1. Al-Mashlahah Al-Mu'tabarah - (الْمَصْلَحَةُ الْمُعْتَبرَة)

Al-Mashlahah Al-Mu'tabarah adalah kemaslahatan yang mendapat dukungan nas syariat. Contoh dalam hal ini adalah syariat shalat berjama'ah yang di antara tujuannya untuk persatuan, syariat harusnya ada wali nikah demi kemaslahatan sang wanita, atau seperti syariat wanita harus bersafar dengan mahram yang juga merupakan kemaslahatan bagi wanita.

2. Al-Mashlahah Al-Mulghah (الْمَصْلَحَةُ الْمُلْغَاة)

Al-Mashlahah Al-Mulghah adalah kemaslahatan yang tidak dianggap oleh syariat (ditolak). Contohnya adalah babi, mungkin babi memiliki beberapa manfaat, akan tetapi syariat mengharamkan babi. Contoh lain adalah khamar, Allah ﷻ sendiri menyebutkan bahwa khamar memiliki manfaat, akan tetapi bagi syariat keburukan (mudarat) dari khamar sangat jauh lebih besar daripada manfaatnya, sehingga ia diharamkan.

3. Al-Mashlahah Al-Mursalah (الْمَصْلَحَةُ الْمُرْسَلَة).

Al-Mashlahah Al-Mursalah adalah kemaslahatan yang tidak dibahas secara spesifik oleh syariat. Artinya, kemaslahatan jenis ini harus ditimbang dengan timbangan syariat. Seperti aturan berlalu lintas dan aturan catatan sipil, seperti diharuskan pasangan suami istri memiliki surat nikah, dan yang lainnya.

2. Taat yang Diharamkan

1. Ketaatan yang Syirik

Yaitu taat kepada siapa saja selain Allah ﷻ dalam hal menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal dengan keyakinan. Ini yang dibahas kali ini.

2. Ketaatan Maksiat

Ketaatan yang maksiat adalah ketaatan yang tidak sampai menjadikan seseorang jatuh kepada kesyirikan. Contohnya, jika seorang ulama atau pemerintah menghalalkan apa yang Allah ﷻ haramkan, atau mengharamkan apa yang Allah ﷻ halalkan, kemudian orang yang mengikutinya tidak meyakini dan membenarkan perubahan hukum tersebut, maka dia tidak berbuat syirik meskipun dia melakukan perintah atau aturan tersebut, melainkan dia hanya terjatuh dalam perbuatan maksiat.

Artinya, seseorang yang tahu bahwa seorang ulama atau pemerintah melanggar aturan Allah ﷻ dan tidak meyakini kebenaran hal tersebut, hanya saja dia tetap melakukannya, maka dia berdosa namun tidak sampai pada kesyirikan.

macam ketaatan

Matan 1

📖 Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan:

Ibnu Abbas berkata:

يُوْشِكُ أَنْ تَنْـزِلَ عَلَيْكُمْ حِجَارَةٌ مِنَ السَّمَاءِ، أَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ، وَتَقُوْلُوْنَ: قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ

Aku khawatir kalian ditimpa hujan batu dari langit, karena aku mengatakan: “Rasulullah ﷺ bersabda”, tetapi kalian malah mengatakan: “Abu Bakar dan Umar berkata”.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya.

📃 Penjelasan:

Ucapan Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu’anhuma ini terkait fikih haji. Ibnu ‘Abbas memandang bahwasanya yang wajib bagi seseorang yang berhaji adalah haji tamattu’, yaitu umrah dahulu lalu kemudian berhaji. Maka barangsiapa yang tawaf di Ka’bah otomatis dia bertahalul sehingga dia harus Umrah, lalu kemudian dia menunggu hingga tiba waktu dia kembali berihram untuk haji. Intinya, Ibnu ‘Abbas menganggap bahwasanya wajib bagi seseorang untuk haji tamattu’. Adapun Abu Bakar dan ‘Umar bin Khattab memandang bahwasanya yang lebih baik adalah seseorang melakukan haji ifrad, karena agar orang-orang tidak meninggalkan Ka’bah, dan orang-orang akan melakukan safar lagi di lain waktu untuk umrah.

Artinya, Abu Bakar dan ‘Umar melarang untuk menggabungkan antara haji dan umrah, karena dikhawatirkan orang-orang akan tidak akan datang lagi ke Ka’bah jika haji dan umrahnya digabungkan, Sedangkan ‘Umar tidak ingin Ka’bah sepi dari kaum muslimin. Akan tetapi dalam kisah ini Ibnu ‘Abbas membawakan sabda Nabi ﷺ Muhammad yang menyebutkan bahwasanya yang terbaik adalah haji tamattu’.

Kita tidak sedang membahas dalil ini dari segi fikih, juga tidak membahasa mana pendapat yang lebih benar, akan tetapi yang menjadi perhatian kita adalah teguran Ibnu 'Abbas kepada sebagian orang yang membantah sabda Nabi Muhammad ﷺ dengan berdalil pada perkataan Abu Bakar dan 'Umar Radhiyallahu’anhuma. Sesungguhnya sikap seperti itu adalah sikap yang tidak pantas. Tidak pantas bagi seseorang menghadapkan perkataan Nabi Muhammad ﷺ dengan perkataan siapa pun, meskipun orang tersebut adalah Abu Bakar dan Umar. Hal ini disebabkan bahwa tidak ada yang maksum kecuali Rasulullah ﷺ. Imam Malik pernah berkata,

“Seluruh orang boleh diambil dan ditolak perkataannya, kecuali ucapan penghuni kubur ini (yaitu Rasulullah ﷺ).” (Majmu Fatawa Al-Utsaimin (26/51).

Maka dari itu, tidak pantas bagi seseorang untuk mempertentangkan sabda Nabi Muhammad dengan kata si fulan. Kalau perkataan Abu Bakar dan Umar saja tidak boleh untuk dipertentangkan dengan sabda Nabi Muhammad ﷺ, maka terlebih lagi perkataan kiai, syaikh, ustaz, atau yang lainnya. Ketika telah jelas sabda Nabi Muhammad ﷺ seperti itu, maka jangan dipertentangkan lagi.

Matan 2

📖 Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan:

Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan: “Aku merasa heran terhadap orang-orang yang tahu tentang isnad hadits dan keshahihannya, tetapi mereka menjadikan pendapat Sufyan sebagai acuannya, padahal Allah telah berfirman:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa siksa yang pedih.” (QS. An nur: 63).

Tahukah kamu apakah yang dimaksud dengan fitnah itu? Fitnah disitu maksudnya adalah syirik, bisa jadi apabila ia menolak sabda Nabi akan terjadi dalam hatinya kesesatan sehingga dia celaka”.

📃 Penjelasan:

Perkataan Imam Ahmad T ini sangat luar biasa. Imam Ahmad heran dengan orang-orang yang mengerti tentang sanad hadits sahih dan daif, akan tetapi masih tetap berpegang dengan perkataan Sufyan Ats-Tsauri [Sufyan Ats-Tsauri adalah salah seorang ahli fikih].

Kelompok-kelompok yang terjerumus dalam hal ini adalah:

  1. Kelompok Ahlul Filsafat (ahlul Kalam) yang mengedepankan akal dibandingkan dalil dan mendahulukan kaidah sifat-sifat [Teori Aristoteles]. Mereka beranggapan akal memiliki sesuatu yang pasti dibandingkan dengan dalil-dalil yang masih ada kemungkinan-kemungkinan. Seperti tidak menerima hadits lalat yang sayapnya mengandung racun dan obat, karena dahulu belum dibuktikan dengan empiris.
  2. Demikian juga kelompok-kelompok yang mendahulukan mursyid-mursyid, tarekat-tarekat mereka hingga meninggalkan dalil-dalil.
  3. Demikian juga kelompok-kelompok yang bertaklid secara buta terhadap madzhab tertentu, adapun jika tidak taklid boleh kita bermadzhab, terutama dalam masalah-masalah Fikih. 
  4. Demikian juga para politikus sekuler yang memisahkan urusan negara dengan agama. Seperti larangan memilih pemimpin wanita dan kafir, mereka akan menuduh dengan sara dan lainya.

model meninggalkan hadits

 •┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

Kajian Kitab Tauhid