بسم الله الرحمن الرحيم
🎙Bersama: Al Ustadz Fuad Efendi Lc.,M.H حفظه الله تعالى
📘 Materi : Kitab Tauhid Bab 39 | Berhukum kepada Selain Hukum Allah ﷻ dan Rasul-Nya - Pertemuan 2
🗓 Hari : Selasa, 13 Jumadil Awwal 1447 / 4 November 2025
🕰 Waktu: Ba'da Maghrib - Isya'
🕌 Tempat: Masjid Jajar Surakarta
📖 Daftar Isi:
Bab 39: Berhukum kepada Selain Hukum Allah ﷻ dan Rasul-Nya #2
Pada pertemuan sebelumnya (https://shorturl.at/kbBhi) Kita telah membahas mukadimah tentang orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah ﷻ. Dan beberapa poin telah dijelaskan:
- Hukum Allah terbagi menjadi dua:
- (Hukum Kauni) - الْحُكْمُ الْكَوْنِيُّ.
- (Hukum Syar'i) - الْحُكْمُ الشَّرْعِيُّ.
- Dalil-dalil pada pembahasan bab ini:
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah membawakan enam dalil tentang larangan berhakim kepada selain Allah dan Rasul-Nya.
- Dalil-1: QS. An-Nisa ayat 60-62 Telah dibahas pada pertemuan sebelumnya, juga tentang:
- Taghut: Pengertian, siapa yang disebut thaghut, apakah Nabi Isa thaghut.
- Hukum orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah ﷻ.
1. Cakupan hukum Allah.
2. Siapa pun yang diminta untuk menjadi hakim maka dia harus berhukum dengan hukum Allah ﷻ.
Selanjutnya:
3. Hukum asal dari berhukum dengan selain hukum Allah ﷻ.
Hukum asal dari berhukum kepada selain hukum Allah ﷻ adalah kufur ashghar (kufur kecil), kecuali ada indikasi yang menunjukkan bahwa kekufuran tersebut berkaitan dengan keyakinan dan menyebabkan berubahnya status dari kufur ashghar menjadi kufur akbar.
Jadi, yang berhukum dengan hukum Allah hukumnya adalah wajib, dan meninggalkannya merupakan kufur asghar. Ada beberapa dalil-dalil yang menjelaskan hal ini:
1. Dalil pertama, perkataan seorang tabi'in yaitu Abdullah bin Syaqiq yang berkata
مَا كَانَ الصَّحَابَة يَرَوْنَ شَيئًا مِنَ الأَعْمَال ترَكُهُ كُفْرٌ غَيرُ الصَّلَاة
"Menurut para sahabat, tiada amalan yang jika ditinggalkan membuat seseorang kufur kecuali shalat." (H.R. At-Tirmidzi, No.2622)
Maksudnya adalah para sahabat memandang bahwa tidak ada amalan yang jika ditinggalkan menjadikan seseorang itu kafir kecuali shalat (Lihat note 1), adapun amalan selain shalat jika ditinggalkan tidak menjadikan seseorang kafir, dan berhukum dengan hukum Allah adalah salah satunya. Jadi, tidak berhukum dengan hukum Allah itu tidak mengafirkan, akan tapi masuk dalam kufur ashghar.
Note 1: Dan ini adalah pendapat yang muktamad dalam mazhab Hanbali. Yaitu seseorang kafir jika meninggalkan shalat meskipun hanya karena malas.
Namun yang perlu diperhatikan: Tidak serta merta siapa saja yang melihat orang yang meninggalkan shalat itu dikafirkan seketika, dan tidak boleh bagi seseorang untuk mudah mengkafirkan orang muslim. Karena mazhab yang menyatakan mereka kafir (mazhab Hanbali) memberi beberapa syarat. Dan syarat-syarat tersebut adalah:
وَكَذَا لَوْ ترَكَهَا تَهَاوُنَّا أَوْ كَسَلًا إذَا دَعَاهُ إِمَامٌ أَوْ نَائِبُهُ لِفِعْلِهَا وَأَبَى حَتَّى تَضَايَقَ وَقْتُ الَّتِي بَعْدَهَا
"Begitu juga orang yang meninggalkannya karena malas (menjadi kafir) jika: Sudah dipanggil atau disidang oleh pemerintah atau orang yang diberi wewenang, agar orang itu melaksanakan shalat, akan tetapi dia tetap enggan, hingga sempit (Waktu tidak cukup untuk shalat) waktu shalat setelahnya. (contoh : seseorang diperintahkan untuk shalat zuhur, namun ia tetap tidak mau, sampai waktu shalat Ashar mau habis)". [Muntaha Al-Iradat karya Ibnu Najjar Al-Futuhi Al-Hanbali (1/138)].
2. Dalil kedua, firman Allah ﷻ
﴿وَمَنْ لَمَّ يَحْكُمْ بِمَا أَتْزَلَ اللّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾
"Dan barangsiapa tidak memutuskan (berhukum) dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir." (QS. Al-Maidah : 44)
Para ahli tafsir dan para ulama sepakat bahwa yang dimaksud kafir dalam ayat ini bukanlah kufur yang mengeluarkan seseorang dari Islam, melainkan adalah kufur ashghar. Dan hal ini juga didukung dengan perkataan Ibnu 'Abbas (HR. Hakim, No. 3219) yang berkata tentang ayat ini, bahwa yang dimaksud bukanlah kekufuran yang mengeluarkan dari agama. (Kufrun duna Kufrin).
- Kufrun duna kufrin (kekafiran di bawah kekafiran), yaitu kekafiran yang tidak mengeluarkan dari Islam.
PERHATIAN
Yang menjadikan hukum asal berhukum dengan selain hukum Allah adalah kufur akbar, adalah orang-orang khawarij. Ketika terjadi perang Shiffin, Muawiyah bin Abu Sufyan Radhiyallahu’anhu dan Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu’anhu bersengketa, masing-masing mereka pun mengirim perwakilan, Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu’anhu mengirim Abu Musa Al-Asy'ari Radhiyallahu’anhu, dan Muawiyah bin Abu Sufyan Radhiyallahu’anhu mengirim Amr bin Al-'Ash Radhiyallahu’anhu. Ketika kedua utusan itu berunding, orang-orang khawarij mengatakan bahwa tidak ada hukum selain hukum Allah ﷻ, sehingga mereka tidak ridha dengan hukum dua orang perwakilan tersebut, padahal kedua utusan tersebut sedang berdiskusi dengan hukum Allah ﷻ . Ketika itu kaum khawarij pun memvonis kafir semua yang mengikuti putusan dua sahabat mulia tersebut, padahal keputusan itu juga didasari hukum Allah ﷻ. Ali Bin Abi Thalib berkomentar tentang sikap orang-orang khawarij yang mengatakan bahwa tidak ada hukum selain hukum Allah ﷻ,
كَلِمَةُ حَقٍ أُرِيِدَ بِهَا بَاطِلٌ
"Perkataan itu benar, akan tetapi dimaksudkan untuk keburukan." ( HR. Muslim No. 1066.)
Artinya, perkataan itu memang benar dan ayat yang berbicara tentang itu ada di dalam Al-Quran, akan tetapi maksud mereka adalah untuk mengafirkan Amr bin Al-'Ash, Abu Musa Al-Asy'ari, dan seluruh orang yang ridha dengan keputusan dua hakamain tersebut.
Kapan berhukum dengan selain hukum Allah ﷻdianggap sebagai kufur akbar?
Sebagaimana telah disebutkan bahwa berhukum dengan selain hukum Allah memiliki hukum asal kufur ashghar, akan tetapi dalam kondisi-kondisi tertentu status tersebut bisa berubah menjadi kufur akbar. Mari kita simak perincian berikut,
1. Orang yang membuat hukum atau undang-undang
a. Orang yang mengakui dirinya bersalah dalam membuat hukum dengan selain hukum Allah ﷻ
Ada dua kondisi orang yang mengakui kesalahannya dalam membuat hukum dengan selain hukum Allah ﷻ,
- Pertama, dia tetap membuat hukum selain hukum Allah karena syahwat atau kepentingan dunia. Orang yang seperti ini dihukumi kufur ashghar (dosa besar).( Lihat: Tafsir Ath-Thabari (10/357), Zad al-Masir karya Ibnu Al-Jauzi (1/553), dan yang demikian diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas).
- Kedua, Dia tetap membuat hukum selain hukum Allah ﷻ, akan tetapi bukan karena syahwat dan dunia, melainkan untuk meminimalkan kemungkaran. Orang-orang yang melakukan hal biasanya berdasarkan kaidah إِرْتِكَابُ أخَفُ الضَّرَرَيْن (menempuh kemungkaran yang teringan). Contoh, ada seseorang yang berprofesi sebagai pengacara atau hakim, kemudian ada orang mencuri. Tentu di negara kita tidak ada hukuman potong tangan bagi orang yang mencuri, akan tetapi karena pelaku tersebut harus menjalani hukuman, maka paling tidak sang pengacara atau hakim menjatuhkan hukuman yang paling tidak hukuman tersebut bisa meminimalkan kemungkaran. Artinya, karena tidak ada jalan lain maka sang hakim terpaksa memberi hukuman kepada pelaku tersebut dan berusaha seadil-adilnya, meskipun tidak bisa mencapai derajat untuk menetapkan hukum Allah ﷻ. Maka orang yang seperti ini kita harapkan dia mendapat pahala.
b. Orang yang merasa benar ketika membuat hukum selain dengan hukum Allah ﷻ
Seperti:
- Pertama, meyakini akan bolehnya membuat hukum sendiri selain hukum Allah ﷻ. Maksudnya adalah seakan-akan dia merasa boleh untuk membuat hukum sendiri sebagaimana Allah juga membuat hukum. Maka jadilah dia orang yang membuat hukum tandingan bagi hukum Allah, dan telah jelas hukum baginya adalah kufur akbar.
- Kedua, meyakini hukum yang dia buat itu sama atau sederajat dengan hukum Allah ﷻ. Orang seperti ini juga hukumnya kafir.
- Ketiga, meyakini bahwa hukum yang dia buat lebih baik daripada hukum Allah ﷻ dan tentu orang jenis ini jauh lebih kafir dari model-model sebelumnya.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat At-Tin Ayat 8:
أَلَيْسَ ٱللَّهُ بِأَحْكَمِ ٱلْحَٰكِمِينَ
Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?
- Keempat, dia merombak dan mengganti hukum secara keseluruhan dari hukum Allah menjadi hukum selain Allah ﷻ. Orang yang melakukan hal ini telah jelas kekafirannya, meskipun mengganti sebuah hukum hanyalah sebuah perbuatan, akan tetapi para ulama menyebutkan bahwa tidaklah seseorang mengganti hukum Allah secara total kecuali dia telah merendahkan hukum Allah ﷻ. Oleh karena itu pula, tentu berbeda hukumnya antara orang yang mengubah satu atau dua hukum Allah dengan hukum yang lain, dengan orang yang mengganti seluruh hukum Allah ﷻ. Orang yang hanya mengganti sebagian hukum atau bahkan melanjutkan pemerintahan sebelumnya tidak bisa dihukumi kafir secara mutlak.
[Lihat: Majmuu' Fataawa karya (3/267-268), Ahkam al-Quran karya Ibnu Al-'Arabi
(2/127)].
2. Orang yang berhukum kepada hukum selain Allah ﷻ
Berkaitan dengan orang yang berhukum dengan selain hukum Allah ﷻada tiga model,
a. Orang yang setuju dan merasa boleh untuk berhukum dengan selain hukum Allah ﷻ
Orang yang merasa boleh berhukum dengan selain hukum Allah maka hukumnya adalah kafir. Karena sama saja antara dia dan yang membuat hukum, keduanya sama-sama meyakini bolehnya berhukum dengan selain hukum Allah ﷻ, dan ia kafir karena meyakini bolehnya hal itu. Contoh yang seperti ini biasanya terjadi pada hukum warisan, sebagian orang tidak ingin menggunakan hukum Allah karena merasa dengan hukum Allah maka dia tidak mendapatkan warisan atau dia hanya mendapatkan sedikit, maka yang demikian secara hukum dia kafir.
b. Orang yang sebenarnya tidak setuju, namun karena darurat sehingga dia berhukum dengan selain hukum Allah ﷻ
Hukum orang yang berhukum dengan selain hukum Allah karena darurat adalah tidak mengapa, akan tetapi dengan syarat dia tidak boleh mengambil yang bukan haknya.
- Contohnya seperti seseorang yang tinggal di negara kafir, kemudian ada orang berbuat zalim kepadanya, maka dia harus melapor kepada kepolisian agar kezaliman itu berhenti atau hartanya aman. Meskipun hukum di negara kafir tersebut adalah hukum tagut, akan tetapi dia harus melapor untuk mengurangi kezaliman yang dia alami. Namun ketika pemerintah setempat telah mengeluarkan hukum, kemudian ternyata keputusan yang diberikan oleh pemerintah kafir tersebut melebihi hak yang dia harus dapatkan, maka dia tidak boleh mengambil kecuali haknya yang sesuai dengan syariat Islam.
- Contoh lain, jika seorang istri ditinggal mati suaminya, kemudian hartanya diambil seluruhnya oleh ahli waris yang lain, kemudian dia melapor kepada pemerintah, kemudian pemerintah memberikan keputusan bahwa dia mendapat 50% dari harta waris yang ada, maka dia tidak boleh mengambil seluruhnya, karena dia tahu seseorang itu hanya mendapat seperdelapan dari harta waris suaminya. Ketika dia mengambil lebih dari seperdelapan, maka dia berdosa.
c. Orang yang setuju untuk berhukum dengan selain hukum Allah ﷻ , namun mengakui kesalahannya.
Syaikh Shalih Al-Ushoimiy Hafizhahullahu menjelaskan, bahwa dalam hal ini ada 3 keadaan:
- Dia ridha berhukum Dengan selain hukum Allah ﷻ dan hatinya mencintainya. Maka ini syirik besar.
- Hatinya tidak ridha dan tidak menginginkannya tetapi dia berhukum dengan selain hukum Allah ﷻ karena Syubuhat atau syahwatnya, maka ini syirik kecil.
- Terpaksa, maka dia tidak berdosa. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl Ayat 106:
مَن كَفَرَ بِٱللَّهِ مِنۢ بَعْدِ إِيمَٰنِهِۦٓ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُۥ مُطْمَئِنٌّۢ بِٱلْإِيمَٰنِ وَلَٰكِن مَّن شَرَحَ بِٱلْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ ٱللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.
*****

Orang yang setuju untuk berhukum dengan selain hukum Allah ﷻ, namun di sisi lain dia tahu bahwa dia melakukan kesalahan, maka tetap dia dihukumi telah melakukan dosa besar (kufur).
Subhanallah, dari sini kemudian kita pahami bahwa tidak ada yang bisa membuat hukum secara sempurna kecuali Allah ﷻ.
Lihatlah manusia, di dalam diri mereka tidak pernah ada rasa puas, terkadang mereka menggunakan suatu hukum dan terkadang mereka menggunakan hukum yang lain pada perkara yang sama. Bahkan ketika berdatangan hakim-hakim yang baru, maka hukum tersebut pun kemudian pasti akan ada perubahan dari waktu ke waktu, bahkan sampai-sampai perubahan tersebut menjadi bahan tertawaan orang lain. Oleh karena itu, sebagian para ulama mengatakan bahwa hukum-hukum yang dibuat oleh manusia itu disebut seperti sampah pemikiran yang dipakai kemudian rusak, lalu diganti yang baru.
Demikianlah kondisi hukum yang dibangun selain di atas hukum Allah ﷻ, karena sejatinya tidak ada yang mengetahui kemaslahatan manusia kecuali Allah ﷻ, dan karena manusia sendiri tidak bisa mengetahui maslahat untuk dirinya secara keseluruhan, terlebih lagi maslahat orang lain.
Namun perlu untuk diperhatikan bahwa meskipun hukum asal kufur ashghar tersebut bisa berubah menjadi kufur akbar, kalaupun itu terjadi maka kita tidak bisa mengafirkan langsung secara takyin (memvonis kafir kepada person atau individu tertentu), akan tetapi kita harus menegakkan hujah terlebih dahulu.
Contoh sederhana adalah seperti Khalifah Al-Ma'mun, Khalifah Al-Ma'mun kala itu berhukum dengan selain hukum Allah dengan mengatakan bahwa Al-Quran adalah makhluk, dan bahkan dia menyuruh orang mengucapkan demikian.
Perbuatannya ini adalah perbuatan kekufuran, akan tetapi Imam Ahmad Rahimahullah tatkala itu yang disiksa karena tidak mau mengikuti perintah Khalifah Al-Ma'mun tidak mengafirkannya, karena Imam Ahmad tahu bahwa pada diri Khalifah terdapat syubhat sehingga tidak bisa dikafirkan secara langsung.
Maka dari itu, meskipun hukum dari kufur ashghar bisa berubah menjadi kufur akbar, kalau seseorang terjerumus dalam hal ini maka tidak bisa kita kafirkan secara langsung dan harus menegakkan hujah dan menghilangkan syubhat, karena perkara-perkara penyebab berubahnya hukum asal menjadi kufur akbar merupakan hal yang samar bagi mereka. Betapa banyak pemimpin yang tidak mengerti tentang masalah agama Islam sama sekali, maka harus ditegakkan hujah terlebih dahulu dan dijelaskan agar mereka sadar. Namun sekali lagi bahwa itu pun kalau mereka terjerumus dalam hal ini.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم