Niatilah untuk Menuntut Ilmu Syar'i

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”
(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)
Kajian Islam
Keutamaan Dzikir setelah Adzan

Bab 1: Keutamaan Shalat

1.6 Keutamaan Dzikir setelah Adzan

Dari Sa’ad bin Abi Waqqash, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا. غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ

“Siapa yang mengucapkan setelah mendengar adzan:

Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, radhitu billahi robbaa wa bi muhammadin rosulaa wa bil islami diinaa

(artinya: aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, aku ridha sebagai Rabbku, Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agamaku ), maka dosanya akan diampuni.” (HR. Muslim no. 386)

📄 Kosakata:

Kata رَضِيتُ: Aku memilih dan menerima.
Kata ذَنْبُهُ : dosanya.

🏷️ Penjelasan Singkat

Hadits ini menjelaskan keutamaan mengucapkan kalimat dzikir atau bacaan yang disebutkan di dalamnya. Ada dua pendapat ulama mengenai kapankah bacaan ini diucapkan. Perbedaan waktu pengucapan dzikir ini karena ada riwayat lainnya yang senada dengan hadits di atas. Di antaranya dalam riwayat Ahmad.

Kedua riwayat ini secara lahiriah atau zhahir menunjukkan bacaan ini diucapkan setelah adzan selesai dikumandangkan (ini pendapat pertama), atau (menurut pendapat yang kedua) yaitu diucapkan setelah muadzin mengumandangkan lafzah tasyahhud (أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ). Pendapat yang kedua dipilih oleh Imam an-Nawawi dalam Syarh Muslim.' (Madarijus Salikin (1/312).

Siapa yang mengucapkan bacaan dzikir tersebut, niscaya akan diampuni dosa kecilnya yang terkait hak Allah ﷻ. Lain halnya dengan dosa besar, karena dosa besar tidak akan diampuni kecuali dengan bertaubat. (Madarijus Salikin (1/172). Begitu juga dosa yang berkaitan dengan hak sesama manusia, tidak akan dihapuskan kecuali dengan minta kerelaan dari orang yang bersangkutan atau dengan menunaikan haknya.

Disamarkannya bentuk keridhoan yang dimaksud dalam hadits ini—apakah cukup dengan hati saja ataukah dengan pengamalan anggota badan—merupakan salah satu bentuk keindahan dan kedalaman bahasa yang disampaikan oleh Nabi ﷺ. Namun sebenarnya bentuk keridhoan dalam hadits ini adalah meliputi ketiga tingkatan ridho tersebut.

Ketiga tingkatan ridho ini dijelaskan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah: “Ridho dengan Rububiyyah Allah dan Uluhiyyah-Nya, juga ridho dengan Rasul-Nya serta tunduk kepada beliau, dan ridho dengan agamanya serta menerima ketentuannya. Barang siapa yang mengamalkan semua ini, maka dia telah disifati sebagai orang yang shiddiq (orang yang jujur dalam perkataan, perbuatan dan keadaan, serta membenarkan semua perintah Allah, sehingga ilmunya pun meresap dan berpengaruh ke dalam hati, ilmunya menghasilkan keyakinan yang besar dan membuahkan amal shalih yang sempurna". (Lihat Tafsir as-Sadi). (HR An-Nasa’i dalam Sunan As-Sughra 679).

🏷️ Intisari Hadits

  1. Keutamaan mendengarkan adzan dan mengucapkan lafazh dzikir yang disebutkan di dalam hadits.
  2. Kepedulian-Nya untuk mengampuni dosa hamba-Nya dengan membukakan pintu-pintu pengampunan dosa.
  3. Penyebutan tingkatan keridhoan yang paling tinggi, yaitu ridho kepada Allahy sebagai Rabb, Khaliq (Pencipta), Pemberi rezeki dan Pengatur alam semesta.

Keridhoan ini terealisasikan dengan kepasrahan, tawakkal dan berserah diri kepada-Nya, mengamalkan semua ketetapan syariat-Nya, juga keridhoan kepada Allah sebagai Ilah yang patut disembah dan dicintai. Kemudian ridho kepada Nabi ﷺ yang diiringi dengan kerelaan menerima hukum yang ditetapkannya dan meneladani perilakunya. Sehingga pada akhirnya keridhoan tersebut menghasilkan keridhoan pada Islam sebagai agama yang menjadi pedoman.


Judul asli : Shahih Fadhail A'mal
Penulis : Musthafa Mahdi
Penerbit : Daar Ibnu Hazm, Kairo, cet. 1, 2010M
Penerjemah : Muhammad Ali, Lc

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم