Kategori Akhlak

Cara bergaul seorang hamba terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan para manusia lainnya.
Kajian Islam

Bismillah

📚┃Materi : KUMPULAN HADIST AKHLAK (Syarah Kitab Ahadits Akhlak, Karya Syaikh Abdurrozzaq Bin Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr)
🎙┃Pemateri : Ustadz Ja'far Ad Demaky,S.Ag حفظه الله تعالى (Pengajar Pondok Pesantren Al Ukhuwah Sukoharjo )
🗓| Hari: Senin, 27 Oktober 2025 M / 5 Jumadil Akhir 1447 H
🕌┃Tempat : Masjid Al Kautsar Puri Gading - Jl. Puri Gading Raya Perum Puri Gading, Dusun I, Grogol, Kec. Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah
🗓| Daftar Isi:


أحاديث الأخلاق - صِلَةُ الأَرْحَامِ - Ahaditsul Akhlak - Bab 5: Silaturahim


Hadits ke-8:  Silaturahim: Penyebab Lapang Rezeki dan Panjang Umur

وعن أنس بن مالك: أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَالَ: « مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ))، متَّفق عليه(أخرجه البخاريُّ (٥٩٨٦)، ومسلم (٢٥٥٧).

Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, "Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung silaturahim."  - [Muttafaq 'alaihi] - [Sahih Bukhari – 5986 dan Muslim 2557]

وعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضَ َلّهُ عَنهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِوَ لهل يَقُولُ: (( "‏ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ ‏"‏‏.‏))، رواه البخاريُّ(أخرجه البخاريُّ (٥٩٨٥).

Dari Abu Hurairah, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” (HR. Bukhari no. 5985)

Dan ini menunjukkan bahwa silaturahim memiliki banyak manfaat; sebagian merupakan manfaat yang dapat dirasakan oleh orang yang menjalin hubungan di dunia ini, dan sebagian lagi merupakan manfaat yang tertunda yang akan diperoleh pada hari kiamat. Di antara manfaat yang cepat dirasakan di dunia adalah luasnya rezeki dan panjang umur.

Padahal Allah ta’aala berfirman:

فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ

”Maka apabila telah datang ajal mereka, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya” [Al-A’raf/7 : 34].

Apakah antara ayat Al-Quran dan hadits bertentangan? Tentu saja tidak karena AL-Qur’an Mutawattir dan Hdits di atas juga Shahih, maka tentu ada titik temu maksud dari keduanya:

Maksud يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ ((Diberi kelapangan rezeki)) yaitu: diberikan kelapangan di dalam rezekinya, dan didoakan agar hartanya diberkahi.( وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ (Dan ditambah umur)) yaitu: ditunda atau diperpanjang, dan yang dimaksud dengan ((ditambah umur)) adalah: umur yang sebenarnya bertambah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Dan ada sebagian orang yang mengatakan: Sesungguhnya yang dimaksud adalah berkah dalam umur, sehingga seorang dapat melakukan dalam waktu singkat apa yang tidak dapat dilakukan orang lain kecuali dalam waktu yang lama. Mereka berkata: Karena rezeki dan ajal sudah ditentukan dan tertulis. Maka dikatakan kepada mereka: Itulah Keberkahan – yaitu bertambahnya amal dan manfaat – juga telah ditentukan, tertulis, dan mencakup dalam segala hal.

Jawaban yang sebenarnya: bahwa Allah menuliskan ajal seorang hamba dalam catatan para malaikat, jika dia menyambung silaturahim, maka Allah menambahkan pada tulisan tersebut. Dan jika dia melakukan sesuatu yang menyebabkan pengurangan, maka dikurangi dari tulisan itu. Hal yang serupa ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan selainnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ مَسَحَ ظَهْرَهُ فَسَقَطَ مِنْ ظَهْرِهِ كُلُّ نَسَمَةٍ هُوَ خَالِقُهَا مِنْ ذُرِّيَّتِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَجَعَلَ بَيْنَ عَيْنَيْ كُلِّ إِنْسَانٍ مِنْهُمْ وَبِيصًا مِنْ نُورٍ ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى آدَمَ فَقَالَ أَيْ رَبِّ مَنْ هَؤُلَاءِ قَالَ هَؤُلَاءِ ذُرِّيَّتُكَ فَرَأَى رَجُلًا مِنْهُمْ فَأَعْجَبَهُ وَبِيصُ مَا بَيْنَ عَيْنَيْهِ فَقَالَ أَيْ رَبِّ مَنْ هَذَا فَقَالَ هَذَا رَجُلٌ مِنْ آخِرِ الْأُمَمِ مِنْ ذُرِّيَّتِكَ يُقَالُ لَهُ دَاوُدُ فَقَالَ رَبِّ كَمْ جَعَلْتَ عُمْرَهُ قَالَ سِتِّينَ سَنَةً قَالَ أَيْ رَبِّ زِدْهُ مِنْ عُمْرِي أَرْبَعِينَ سَنَةً فَلَمَّا قُضِيَ عُمْرُ آدَمَ جَاءَهُ مَلَكُ الْمَوْتِ فَقَالَ أَوَلَمْ يَبْقَ مِنْ عُمْرِي أَرْبَعُونَ سَنَةً قَالَ أَوَلَمْ تُعْطِهَا ابْنَكَ دَاوُدَ قَالَ فَجَحَدَ آدَمُ فَجَحَدَتْ ذُرِّيَّتُهُ وَنُسِّيَ آدَمُ فَنُسِّيَتْ ذُرِّيَّتُهُ وَخَطِئَ آدَمُ فَخَطِئَتْ ذُرِّيَّتُهُ

“Saat Allah menciptakan Adam, Ia mengusap punggungnya lalu dari punggungnya berjatuhan setiap jiwa yang diciptakan Allah dari keturunan Adam hingga hari kiamat dan Ia menjadikan kilatan cahaya diantara kedua mata setiap orang dari mereka, kemudian mereka dihadapkan kepada Adam, ia bertanya: ‘Wahai Rabb, siapa mereka? ‘ Allah menjawab: ‘Mereka keturunanmu’. Adam melihat seseorang dari mereka dan kilatan cahaya diantara kedua matanya membuatnya kagum, Adam bertanya: Wahai Rabb siapa dia? Allah menjawab: Ia orang akhir zaman dari keturunanmu bernama Dawud. Adam bertanya: Wahai Rabb, berapa lama Engkau menciptakan umurnya? Allah menjawab: Enampuluh tahun. Adam bertanya: Wahai Rabb, tambahilah empat puluh tahun dari umurku. Saat usia Adam ditentukan, malaikat maut mendatanginya lalu berkata: Bukankah usiaku masih tersisa empat puluh tahun. Malaikat maut berkata: Bukankah kau telah memberikannya kepada anakmu, Dawud. Adam membantah lalu keturunannya juga membantah. Adam dibuat lupa dan keturunannya juga dibuat lupa. Adam salah dan keturunannya juga salah.” (HR. Tirmidzi: 3076)

Diriwayatkan bahwa umur Adam dilanjutkan dan umur Daud juga dilanjutkan. Daud semula tercatat umurnya empat puluh tahun, kemudian dijadikan enam puluh, inilah makna yang diriwayatkan tentang Umar bahwa dia berkata:

اللهُمَّ إن كنت كتبتني شقيًّا فامحني واكتبني سعيدًا، فإنَّك تمحو ما تشاء وتثبت

"Ya Allah, jika Engkau tuliskan aku sebagai orang yang sedih, hapuslah dan tuliskan aku sebagai orang bahagia, sesungguhnya Engkau menghapus apa saja yang Engkau kehendaki dan tetapkan."

Dan Allah Yang Maha Tinggi mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang akan terjadi, dan apa yang belum terjadi seandainya terjadi, bagaimana jadinya; Dia mengetahui apa yang tertulis baginya dan apa yang ditambahkan setelah itu, dan malaikat hanya mengetahui apa yang diajarkan Allah kepada mereka, dan Allah mengetahui segala sesuatu sebelum adanya, dan setelah adanya. [Majmu Fatawa - Ibnu Tainiyah 14/490-491)

Dan Rahimahullah berkata: Dan ajal itu ada dua: ajal mutlak yang hanya Allah yang mengetahuinya, dan ajal muqoyyad tertentu. Dengan ini dapat dipahami makna sabda Nabi:

((Siapa yang ingin rezekinya dilapangkan dan keturunannya diperbanyak, hendaklah ia menyambung tali silaturahimnya)). Karena Allah memerintahkan malaikat untuk menulis ajal seseorang dan berkata: Jika ia menyambung tali silaturahim, aku akan menambahnya begini dan begitu. Malaikat tidak tahu apakah itu akan bertambah atau tidak; tetapi Allah yang mengetahui hasil akhirnya, sehingga ketika saat itu datang, ia tidak dapat dimajukan atau ditunda. (As-Saabiq 5/517).

Tambahan Keterangan untuk Memperjelas:

Tambahan itu secara hakikat atau sesungguhnya. Dan itu berkaitan dengan malaikat yang diberi tugas mengenai umur manusia. Adapun yang ditujukkan oleh ayat pertama di atas, maka hal itu berkaitan dengan ilmu Allah Ta’ala. Umpamanya dikatakan kepada malaikat, ‘Sesungguhnya umur fulan dalah 100 tahun jika dia menyambung silaturrahim dan 60 tahun jika ia memutuskannya’. Dalam ilmu Allah telah diketahui bahwa fulan tersebut akan menyambung atau memutuskan silaturrahim. Dan apa yang ada di dalam ilmu Allah itu tidak akan maju atu mundur. Adapun yang ada dalam ilmu malaikat maka hal itulah yang mungkin bisa bertambah atau berkurang. Itulah yang diisyaratkan oleh firman Allah :

يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ ۖ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ

Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisiNya lah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh)“. [Ar-Ra’d/13 : 39]

Jadi, yang dimaksudkan dengan menghapuskan dan menetapkan dalam ayat itu adalah apa yang ada dalam ilmu malaikat. Sedangkan apa yang ada di dalam Lauh Mahfuzh itu merupakan ilmu Allah, yang tidak akan ada penghapusan (perubahan) selama-lamanya. Itulah yang disebut dengan al-qadha’ al-mubram (taqdir/ putusan yang pasti), sedang yang pertama (dalam ilmu malaikat) disebut al-qadha’ al-mu’allaq (taqdir / putusan yang masih menggantung). (Fathul Bari, 10/416 secara ringkas. Lihat pula, Syarah Nawawi, 16/114, ‘Umdatul Qari, 22/91)

*****

Hadits ke-9: Menjaga silaturahmi memiliki banyak manfaat baik

وعَنْ عَائِشَةَ رََِ لَلَّ عَنهَا: أَنَّ النَّبِيَّ وَ له قَالَ لَهَا: ((إِنَّهُ مَنْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنَ الرِّفْقِ، فَقَدْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنْ خَيْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَصِلَةُ الرَّحِم وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَحُسْنُ الْجِوَارِ؛ يَعْمُرَانِ الدِّيَارَ، وَيَزِيدَانِ فِي الأَعْمَارِ))، رواه أحمد.

Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya: "Barang siapa yang diberi bagian dari kelembutan (lemah lembut), maka ia telah diberikan bagian dari kebaikan dunia dan akhirat. Menjalin silaturahmi, berakhlak baik, dan berbuat baik dalam tetangga; keduanya akan menghuni rumah-rumah dan menambah umur." HR. Ahmad (25259) Dishahihkan Al-Bani dalam As-Shahihah no. 519.

Menjaga silaturahmi memiliki banyak manfaat baik dan kebaikan yang melimpah di dunia dan akhirat yang tak terhitung; itu merupakan sebab kelapangan rezeki dan kelimpahannya, ketenangan hati dan ketenteramannya, serta panjang umur dan keberkahannya.

Hadits ke-10: Pelajarilah dari garis keturunanmu

وعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضَّلََّ عَنهُ، عَنِ النَّبِيِّ لوَ َهه قَالَ: ((تَعَلَّمُوا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُونَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ، فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِي الْأَهْلِ، مَثْرَاةٌ فِي الْمَالِ، مَنْسَأَةٌ فِي الْأَثَرِ))، رواه التِّرمذيُّ(٢).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: ((Pelajarilah dari garis keturunanmu apa yang bisa membuatmu menjaga silaturahmi, karena menjaga silaturahmi mendatangkan kasih sayang di antara keluarga, keberkahan dalam harta, dan ketinggian dalam keturunan))". Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 1979 dishahihkan Al-Albani.

Hadits ke-11: Menyambung silaturahim Dicintai Keluarga

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,

مَنِ اتَّقَى رَبَّهُ، وَوَصَلَ رَحِمَهُ، نُسّىءَ فِي أَجَلِه وَثَرَى مَالَهُ، وَأَحَبَّهُ أَهْلُهُ

“Siapa yang bertakwa kepada Rabb-nya dan menyambung silaturrahmi niscaya umurnya akan diperpanjang dan hartanya akan diperbanyak serta keluarganya akan mencintainya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 58, hasan)

Orang yang berhubungan baik (wāsil) dicintai dalam keluarganya dan kerabatnya, dan dia menjadi tempat pujian, penghormatan, serta rasa hormat, selain dari keuntungan panjang umur dan kekayaan harta yang telah disebutkan sebelumnya.

Hadits ke-12: Makna Silaturahim

وعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِ وِ رَتَِ َلَّعَنَّْا، عَنِ النَّبِيِّلوِ لهْ قَالَ: ((لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا.

Dari Abdullah bin Amr, dia meriwayatkan dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: "Orang yang menyambung silaturahim bukanlah sama dengan orang yang membalas (sekadar imbalan), tetapi orang yang menyambung silaturahim adalah dia yang ketika hubungan darahnya terputus, dia tetap menjaganya."

Maksudnya: Orang yang berhubungan baik sejati bukanlah orang yang hanya membalas; karena orang yang membalas adalah orang yang menyeimbangkan amal orang lain dengan amal yang setara. Jika dia berhubungan dengan kerabat sebagai bentuk pembalasan atau untuk menerima gantinya, maka itu tidak dianggap sebagai seorang wāsil, melainkan hanya sebagai orang yang membalas. Sementara orang yang wāsil sejati adalah orang yang ketika hubungan darahnya terputus, tetap menjaganya, karena dia menganggap menjaga hubungan darah sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah ﷻ, untuk mendapatkan pahala dan menjauhi siksa-Nya; karena Allah ﷻ telah memerintahkan hal itu.

Amal-amal yang Dapat Memasukan ke Surga

وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلاَمٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( أيُّهَا النَّاسُ : أَفْشُوا السَّلامَ ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ ، تَدْخُلُوا الجَنَّةَ بِسَلاَمٍ )) رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ )) .

Dari ‘Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai manusia, tebarkanlah salam, bagikanlah makanan, dan shalatlah pada waktu malam ketika orang-orang sedang tidur, niscaya kalian pasti masuk surga dengan selamat.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih).

[HR. Tirmidzi, no. 2485; Ibnu Majah, no. 1334, 3251; Ahmad, 5:451; Ad-Darimi, 1:340-341, 2:275; Al-Hakim, 3:13, dari jalur ‘Auf bin Abi Jamilah, dari Zararah bin Abi Awfa, dari ‘Abdullah bin Salam. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih].

Faedah Hadits

  1. Menyebarkan salam jadi tanda bahwa kedamaian itu terwujud sehingga satu sama lain mudah menyebarkan salam keselamatan.
  2. Memberi makan ditambah dengan menyebarkan salam menunjukkan hilangnya rasa takut dan kefakiran, akhirnya hati sesama muslim akan semakin dekat, hubungan silaturahim akan makin kuat terjalin.
  3. Kedamaian, hidup yang lapang, dan rasa tenang itulah yang membuat seseorang mudah menjalankan perintah Allah.
  4. Buah dari amal saleh dan kalimat yang baik memudahkan seseorang masuk surga.
  5. Syariat begitu semangat dalam mengajarkan jalan-jalan kebaikan yang mengantarkan kita ke surga.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

  • Media
    Sarana belajar Agama Islam melalui video dan audio kajian dari Asatidz Indonesia yang bermanhaj salaf...
    Ebook
    Bahan bacaan penambah wawasan berupa artikel online maupun e-book yang bisa diunduh. Ebook Islami sebagai bahan referensi dalam beberapa topik yang insyaAllah bermanfaat.
  • image
    Abu Hazim Salamah bin Dînâr Al-A’raj berkata, “Setiap nikmat yang tidak mendekatkan kepada Allah, maka hal tersebut adalah ujian/petaka.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyâ dalam Asy-Syukr Lillâh]
    image
    ‘Ammâr bin Yâsir radhiyallâhu ‘anhumâ berkata,“Ada tiga perkara, siapa yang mengumpulkannya, sungguh dia telah mengumpulkan keimanan: inshaf dari jiwamu, menebarkan salam kepada alam, dan berinfak bersama kefakiran.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry secara Mu’allaq dan Al-Baihaqy]

Share Some Ideas

Punya artikel menarik untuk dipublikasikan? atau ada ide yang perlu diungkapkan?
Kirim di Sini