ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ
Kajian Mukhtashar fii Khuluqil Muslim#3 | Oleh: Sulthan Bin Abdullah Al-‘Umary Hafidzahullah
Download Kitab: s-alamri.com
🎙| Bersama: Al Ustadz Abu Adib Hafidzahullah
🗓 | Hari/Tanggal: Rabu, 4 Rabi'ul Awal 1447 / 27 Agustus 2025
🕰 | Waktu: ba'da maghrib - isya
🕌 | Tempat: Jajar Islamic Center Surakarta
#3 Akhlak Muslim kepada Allah ﷻ
Daftar Isi:
- 12. Mendahulukan kalam Allah ﷻ di atas kalam manusia, dan tidak mengingkarinya karena alasan akal atau hukum.
- 13. Mempersiapkan diri untuk bertemu-Nya melalui amal shaleh.
- 14. Mensucikan hati dari rasa cinta dan kekaguman terhadap sesama.
- 15. Mengagungkan apa yang telah dimuliakan Allah, seperti Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, serta mengagungkan tempat-tempat yang dimuliakan Allah, seperti Mekah, Madinah, dan masjid-masjid. Mengagungkan manusia yang dimuliakan Allah, seperti para nabi, ulama, dan orang tua. Pengagungan ini harus sesuai dengan syariat, tanpa berlebihan.
Telah berlalu pembahasan mengenai 11 poin akhlak seorang muslim kepada Allah ﷻ: https://shorturl.at/DcVyA
Selanjutnya:
12. Mendahulukan kalam Allah ﷻ di atas kalam manusia, dan tidak mengingkarinya karena alasan akal atau hukum.
Allah ﷻ berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيِ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendahului Allah dan Rasul-Nya..." [Surat Al-Hujurat: 1].
Yakni janganlah kalian memutuskan suatu perkara tanpa menyertakan Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian terburu-buru melakukan itu sedangkan Rasulullah bersama kalian.
Jika wahyu kelihatannya bertentangan dengan akal, maka kita hendaknya menyadari bahwa akal belum sampai untuk memahami wahyu, dahulukan wahyu di atas akal, maka perlu lebih banyak belajar untuk memahaminya.
13. Mempersiapkan diri untuk bertemu-Nya melalui amal shaleh.
Allah ﷻ berfirman:
وَاتَّقُواْ يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللهِ
"Dan takutlah akan hari di mana kamu dikembalikan kepada Allah" (Surat Al-Baqarah: 281).
Tanda ketakwaan hamba-Nya adalah seorang hamba semakin banyak berbekal diri dengan amal-amal yang shalih. Semakin kuat takwa seseorang maka semakin banyak bekal kebaikannya.
عن علي بن ابي طالب - رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ - أنه قال:"التقوى هي الخوف من الجليل والعمل بالتنزيل والقناعة او الرضى بالقليل والاستعداد ليوم الرحيل
Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu berkata, Sesungguhnya tanda takwa itu ada empat, yakni:
- Pertama, Al-Khaufu minal-Jalil, merasa takut kepada Allah ﷻ yang mempunyai sifat Maha Agung.
Rasa takut kepada Allah ﷻ akan memotivasi seseorang untuk menjauhi perbuatan maksiat dan menjalankan perintah-Nya. Dan Rasa takut kepada Allah ﷻ mendorong seseorang untuk lebih taat dalam beribadah dan menjalankan ajaran agama. Maka, Rasa takut kepada Allah ﷻ merupakan salah satu tanda keimanan yang kuat.
- Kedua, Al-‘Amalu bi At-Tanzil, beramal dengan apa yang diwahyukan oleh Allah ﷻ.
Yaitu beramal dengan ilmu, ikhlas karena Allah ﷻ dan muttaba'ah kepada Rasulullah ﷺ. Inilah dua kunci diterimanya amal.
- Ciri ketiga, Al-Qona'atu awir-Ridha bil-Qalil, merasa cukup dan ridha dengan pemberian Allah ﷻ meskipun hanya sedikit.
Yaitu orang yang tidak tamak kepada dunia dan ridha atas ketetapan Allah ﷻ. Nabi ﷺ bersabda :
وَارْضَ بِما قَسَمَ الله لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النّاسِ
''Ridhalah dengan apa yang dibagikan Allah ﷻ untukmu, niscaya engkau menjadi orang yang paling kaya.'' (HR Tirmidzi).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam sebuah sabdanya mengatakan:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kaya itu bukanlah dengan banyaknya harta benda. Akan tetapi kaya yang sesungguhnya adalah kaya hati.” (HR. Bukhari: 6081)
Dari ’Abdullah bin ’Amr bin Al ’Ash, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ هُدِىَ إِلَى الإِسْلاَمِ وَرُزِقَ الْكَفَافَ وَقَنِعَ بِهِ
”Sungguh beruntung orang yang diberi petunjuk dalam Islam, diberi rizki yang cukup, dan qana’ah (merasa cukup) dengan rizki tersebut.” (HR. Ibnu Majah no. 4138, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Imam As-Syafii rahimahullah berkata :
إِذَا مَا كُنْتَ ذَا قَلْبٍ قَنُوْعٍ ….. فَأَنْتَ وَمَالِكُ الدُّنْيَا سَوَاءُ
Jika engkau memiliki hati yang selalu qona’ah … maka sesungguhnya engkau sama seperti raja dunia.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
اَلْهٰىكُمُ التَّكَاثُرُۙ ١ حَتّٰى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَۗ ٢
Berbangga-bangga dalam memperbanyak (dunia) telah melalaikanmu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.
Kesibukan kalian terus demikian hingga kalian dibawa ke kuburan dan di makamkan disana.
Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu, ia mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.
Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.
Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya (V/ 183); Ibnu Mâjah (no. 4105); Imam Ibnu Hibbân (no. 72–Mawâriduzh Zham’ân); al-Baihaqi (VII/288) dari Sahabat Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu.
Manusia tidak pernah puas dengan harta, inilah ketidakpuasan manusia terhadap harta yang sering kita lihat. Itulah sifat dan watak orang zaman ini kecuali yang Allah beri taufik untuk menyikapi harta dengan benar. Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ ، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 6439 dan Muslim no. 1048)
- Ciri orang bertakwa yang keempat, Al-Isti`dadu li Yaumir-Rahil, yaitu senantiasa mempersiapkan bekal untuk menghadapi kematian dan kembali menghadap Allah ﷻ.
Jangan sampai menyesal jika kita sudah sampai di akhirat. Seberapa pun besar penyesalan seseorang selama di dunia, tidak lebih besar dari penyesalan ketika di akhirat nanti.
Allah ﷻ berfirman dalam Surat As-Sajdah Ayat 12:
وَلَوْ تَرَىٰٓ إِذِ ٱلْمُجْرِمُونَ نَاكِسُوا۟ رُءُوسِهِمْ عِندَ رَبِّهِمْ رَبَّنَآ أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَٱرْجِعْنَا نَعْمَلْ صَٰلِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ
Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin".
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Mu’minun Ayat 99-100 :
حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ ٱلْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ٱرْجِعُونِ. لَعَلِّىٓ أَعْمَلُ صَٰلِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّآ ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا ۖ وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلٰى يَدَيْهِ يَقُوْلُ يٰلَيْتَنِى اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُوْلِ سَبِيْلًا
“(Ingatlah) hari (ketika) orang zalim menggigit kedua tangannya seraya berkata, ‘Seandainya (dahulu) aku mengambil jalan bersama rasul.’” (QS. Al-Furqan: 27)
Dalam Mukadimah kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi Rahimahullah mengungkap sebuah syair:
إِنَّ للهِ عِبَادًا فُطَنَا ... طَلَّقُوا الدُّنْيَا وخَافُوا الفِتَنَا
نَظَروا فيهَا فَلَمَّا عَلِمُوا ... أَنَّهَا لَيْسَتْ لِحَيٍّ وَطَنَا
جَعَلُوها لُجَّةً واتَّخَذُوا ... صَالِحَ الأَعمالِ فيها سُفُنا
Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang cerdik, mereka mencari dunia dan takut kepada fitnah. Mereka memperhatikan isi dunia, maka tatkala mereka mengetahui bahwa dunia bukanlah tanah air bagi yang hidup, mereka menjadikannya sebagai samudera dan menjadikan amal shaleh sebagai bahtera.
14. Mensucikan hati dari rasa cinta dan kekaguman terhadap sesama.
Cinta ibadah tidak boleh dipalingkan kepada makhluk. Sedangkan cinta thabi'i bukanlah dosa selagi tidak mengalihkan cintanya kepada Allah ﷻ.
15. Mengagungkan apa yang telah dimuliakan Allah, seperti Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, serta mengagungkan tempat-tempat yang dimuliakan Allah, seperti Mekah, Madinah, dan masjid-masjid. Mengagungkan manusia yang dimuliakan Allah, seperti para nabi, ulama, dan orang tua. Pengagungan ini harus sesuai dengan syariat, tanpa berlebihan.
Allah ﷻ memuliakan sebagian di antara sebagian lainya. Baik dari kitabNya, Nabi-Nya, tempatnya.
Keutamaan membaca Al-Qur’an dan Mengajarkannya
Dari Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur`an dan mengajarkannya. [HR. Al-Bukhari].
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا, لاَأَقُوْلُ ألم حَرْفٌ وَلكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ.
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari al-Qur`an maka untuknya satu kebaikan, dan satu kebaikan dilipat gandakan dengan sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan ‘alif laam miim’ satu huruf, akan tetapi alif adalah satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf.” HR. At-Tirmidzi.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
سبعٌ يجري للعبد أجرهن وهو في قبره بعد موته : من علَّم عِلْماً ، أو أجرى نهراً ، أو حَفَر بئراً ، أو غرس نخلاً أو بنى مسجداً ، أو ورَّث مصحفاً ، أو ترك ولداً يستغفر له بعد موته
“Ada tujuh amalan yang akan mengalir pahalanya bagi seorang hamba, meskipun ia berbaring di lubang kuburan setelah meninggal: (1) mengajarkan ilmu, (2) mengalirkan air sungai, (3) membuat sumur, (4) menanam kurma, (5) membangun masjid, (6) membagikan mushaf Al-Qur’an, atau (7) meninggalkan anak yang akan memintakan ampun baginya setelah ia meninggal. “ (HR. Al-Bazzar. Dinilai hasan oleh Al-Albani)
Memakmurkan Masjid
Seorang muslim harusnya selalu memakmurkan masjid. Karena dialah orang-orang yang beriman. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah [9]: 18)
Memakmurkan masjid Maknanya memuliakan masjid dari segi fisiknya maupun kegiatan islami di dalamnya.
Berbakti kepada orang tua
Birrul walidain adalah hal yang diperintahkan dalam agama. Oleh karena itu bagi seorang muslim, berbuat baik dan berbakti kepada orang tua bukan sekedar memenuhi tuntunan norma susila dan norma kesopanan, namun yang utama adalah dalam rangka menaati perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua” (QS. An Nisa: 36).
Allah ﷻ berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. [Al-Isra’: 23]
Makna إِحْسَٰنًا adalah berbuat baik dengan sebaik-baiknya, bukan sekedarnya.
Kisah Ulama berbakti kepada ibunya
Suatu hari Haiwah bin Syarih –beliau salah seorang imam kaum muslimin- duduk dalam majelis beliau untuk mengajarkan ilmu kepada manusia. Lalu ibunya berteriak memanggil beliau, “Berdirilah wahai Haiwah, beri makan ayam-ayam itu!” Lalu beliaupun berdiri dan meninggalkan majelisnya untuk memberi makan ayam.
Kembali kita bercermin kepada Haiwah bin Syarih, panggilan ibunya untuk memberi makan ayam tidaklah membuat beliau malu dan merasa turun derajatnya di hadapan murid-murid beliau. Justru saat itulah beliau memberikan keteladanan yang besar kepada murid-muridnya akan kewajiban berbakti kepada orangtua dan lebih mendahulukan orangtua dibandingkan dengan orang lain. Bagaimana seandainya hal itu terjadi pada dirimu wahai saudariku? Akankah engkau bergegas untuk menyambut perintah orangtuamu?
Dari Sa’id bin Al-Musayyib, dari Sa’ad bin ‘Ubadah, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ أَفَأَتَصَدَّقُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قُلْتُ فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ سَقْيُ الْمَاءِ
“Wahai Rasulullah, sungguh ibuku telah meninggal dunia, apakah boleh aku bersedekah atas namanya?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Iya, boleh.” Sa’ad bertanya lagi, “Lalu sedekah apa yang paling afdal?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Memberi minum air.” (HR. An-Nasai, no. 3694 dan 3695. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lainnya).
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم