Kategori Akhlak

Cara bergaul seorang hamba terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan para manusia lainnya.
Kajian Islam

ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ

Kajian Mukhtashar fii Khuluqil Muslim#9 | Oleh: Sulthan Bin Abdullah Al-‘Umary Hafidzahullah
Download Kitab: s-alamri.com

🎙| Bersama: Al Ustadz Abu Adib Hafidzahullah
🗓 | Hari/Tanggal: Rabu, 23 Rabi’ul Akhir 1447 / 15 Oktober 2025
🕰 | Waktu: ba'da maghrib - isya
🕌 | Tempat: Jajar Islamic Center Surakarta


 


#2 Akhlak Seorang Muslim terhadap Para Ulama

Daftar Isi:

خُلُق المُسْلمِ مع العلماء

Akhlak Seorang Muslim terhadap Para Ulama

Setelah memuji Allâh dan bershalawat atas Nabi-Nya, Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan hingga masih dipertemukan dalam majelis ilmu.

Kemudian, telah berlalu pembahasan mengenai 4 poin akhlak seorang muslim kepada ulama ( https://shorturl.at/q70UP ):

١. محبتُهُم فِي اللهِ لأنَّهم ورثةُ الأنبياءِ كما صحَّ فِي الحَدِیث.
٢. اعتقادُ فَضْلِهِم ورفعتهِم عند الله تعالی.
٣. الاحترامُ والتقديرُ للعالِمِ في حُضُورهِ وغيابه.
٤. الحرص على تلقي العلم عنهم

1. Mencintai mereka karena Allah, karena mereka adalah pewaris para nabi, sebagaimana yang disahihkan dalam hadits.
2. Mengimani keutamaan dan kedudukan mereka yang tinggi di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala.
3. Menghormati dan menghargai ulama, baik yang hadir maupun yang tidak hadir.
4. Bersemangat untuk belajar dari mereka.

📃 Tambahan Penjelasan:

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan, bahwa para ulama terbagi menjadi 3 kelompok:

1. Ulama Daulah (Sulthan), yaitu ulama yang memperhatikan apa yang diinginkan oleh negara (penguasa), lalu dia berfatwa sesuai yang diinginkan oleh penguasa meskipun di dalamnya dia harus menyelewengkan tafsir Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

2. Ulama Umat adalah ulama yang memperhatikan selera umat, ketika dia melihat manusia berada di atas satu keadaan, maka dia berfatwa sesuai yang mereka inginkan, kemudian dia berusaha untuk menyelewengkan tafsir Al-Qur'an dan As-Sunnah agar sejalan dengan hawa nafsu manusia. kita memohon kepada Allah agar Dia menjadikan kita termasuk ulama millah mengamalkan agama ini.

3. Ulama Millah adalah ulama yang menyebarkan ajaran Islam, berfatwa tentang agama Islam di atas ilmu, dan tidak peduli apakah yang ditunjukkan syariat sejalan dengan hawa nafsu manusia atau tidak.

- (Syarh Riyadh Ash Shalihin 4/307-308)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (Hadits ini diriwayatkan Al-Imam At-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169), Ad-Darimi di dalam Sunan-nya (1/98), Abu Dawud no. 3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimahnya dan dishahihkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Hibban).

Dan kita akan dikumpulkan sesuai dengan apa yang kita cintai. Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ وَأَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“Seseorang akan bersama dengan orang yang ia cintai. Dan engkau akan bersama orang yang engkau cintai.” (HR. Tirmidzi no. 2385. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Maka, harus diusahakan kita cinta kepada para ulama agar dikumpulkan bersama-sama dengan mereka. Kita tidak mungkin selevel dengan kealiman mereka, maka usahakan kita bisa bersama-sama mereka karena kecintaan kita.

Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Orang tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari no. 6171 dan Muslim no. 2639)

Dalam riwayat lain, Anas mengatakan, “Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).” Anas pun mengatakan, “Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.” (HR. Bukhari no. 3688)

Maka, jangan sepelekan mahabbah, Jika Allah sudah cinta kepada hamba, Dia akan memberikan beberapa karunia yang terbaik untuknya, di antaranya yang disebutkan dalam hadits qudsi berikut ini:

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman:

مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ

"Siapa yang memusuhi wali-Ku maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang terhadapnya. Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan senantiasa seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan Sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta (sesuatu) kepada-Ku pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan kepada-Ku pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Al-Bukhari)

Allah ﷻ mengangkat derajat orang-orang yang berilmu, Dalam surat Al Mujadilah ayat 11. Allah Ta’ala berfirman :

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ (Al Mujadilah : 11).

Selanjutnya:

5. Tidak Mencaci Kesalahan Ulama

٥. عدمُ القدحِ فيهم لأجلِ وقوعِهِم في الخَطأ.

5. Menahan diri dari mencaci mereka atas kesalahan mereka.

📃 Penjelasan Poin-5:

Karena tidak ada orang yang maksum, tetapi kebaikan ulama begitu banyak, maka kesalahannya tertutupi kebaikan-kebaikan mereka yang banyak. Karena bisa jadi mereka berijtihad dan terjatuh kepada kesalahan, dan ini menurut Nabi ﷺ mendapatkan 1 pahala. Subhanallah.

6. Haram Menggunjing Ulama

٦. تحريمُ غيبتهم أو السخرية بهم.

6. Diharamkan menggunjing atau mengejek mereka.

📃 Penjelasan Poin-6:

Apabila seorang muslim tidak boleh mengumpat (ghibah, menggunjing) saudaranya sesama muslim sekalipun ia bukan seorang yang alim, maka bagaimana mungkin dibolehkan baginya mengumpat saudaranya sesama ulama dari golongan orang-orang yang beriman? Orang yang beriman wajib menahan lisannya dari ghibah terhadap saudara-saudaranya sesama muslim.

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Dan janganlah kalian saling menggunjing. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Hujurat: 12).

7. Memilih waktu yang tepat saat berkunjung

٧. اختيارُ الوقْتِ المناسِب لزيارَتِهم أو الاتصالِ بهم.

7. Memilih waktu yang tepat untuk mengunjungi atau menghubungi mereka.

📃 Penjelasan Poin-7:

Tentu bagi yang memiliki ilmu alat dan kemampuan. Jika tidak mampu, maka mengkaji kitab-kitab karya mereka.

Memilih waktu yang tepat untuk menghubungi atau mengunjungi seseorang sangat penting untuk menunjukkan sopan santun dan menghargai waktu mereka. Hindari waktu yang terlalu pagi atau larut malam, serta saat-saat istirahat, kecuali jika memang sudah ada kesepakatan sebelumnya.

8. Beradab saat Bertanya

٨. أدبُ السؤالِ معهم.

8. Adab ketika bertanya kepada mereka.

📃 Penjelasan Poin-8:

Adab bertanya kepada ulama meliputi keikhlasan, kesopanan, persiapan pertanyaan yang matang yaitu pertanyaan yang penting, dan memperhatikan kondisi ulama.

Seseorang harus bertanya untuk mencari solusi dan mengamalkan ilmu, bukan untuk menguji, mendebat, atau pamer. Penting juga untuk memilih waktu yang tepat dan tidak mengganggu waktu istirahat mereka.

Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya bagaimana hukumnya berwudhu dengan perasan air mawar? Kemudian beliau bertanya balik, apakah anda sudah hafal do'a masuk masjid? Menandakan beliau tidak senang dengan pertanyaan orang tersebut. Yang ternyata memang belum hafal. Subhanallah.

9. Mendo'akan Kebaikan Ulama

٩. الدعاءُ لهم بكلِّ خير علَى ما قدّموا للإسلامِ والمسلمين.

9. Mendoakan kebaikan mereka atas semua yang telah mereka berikan untuk Islam dan umat Islam.

📃 Penjelasan Poin-9:

Mendoakan kebaikan ulama adalah bentuk penghormatan, rasa syukur atas ilmu yang telah mereka bagikan, hingga kita bisa langsung belajar melalui kitab-kitab mereka, dan cara untuk membalas jasa mereka. Doa ini penting karena dapat mendatangkan keberkahan ilmu dan kebaikan bagi diri sendiri dan orang yang didoakan. Para ulama terdahulu pun rutin mendoakan guru-guru mereka sebagai bentuk penghargaan.

10. Menyebarkan Ilmu Para Ulama

١٠. نشرُ عِلمِهِم للناس.

10. Menyebarkan ilmu mereka kepada masyarakat.

📃 Penjelasan Poin-10:

Menyebarkan ilmu para ulama adalah perbuatan mulia yang bisa dilakukan dengan berbagai cara yang baik sesuai batas kadar akal mereka, seperti mengajarkan, menulis, atau memberikan contoh nyata melalui amalan. Hal ini dapat dilakukan melalui media tradisional maupun modern seperti televisi, radio, dan media sosial, serta melalui pendekatan langsung seperti ceramah atau bimbingan. Berbagi ilmu yang bermanfaat adalah bentuk sedekah jariyah yang pahalanya terus mengalir bahkan setelah meninggal dunia.

Dakwah yang tepat adalah dengan bashirah:

  1. Menguasai ilmu yang akan disampaikan.
  2. Benar dalam cara menyampaikan sehingga mudah dipahami dengan ushlub yang tepat.
  3. Melihat mad'u nya, disesuaikan kondisi penerima dakwah.

Kita contoh nasihat Nabi Muhammad ﷺ kepada Muadz bin Jabal sebelum berdakwah ke Yaman adalah agar senantiasa memberikan kemudahan, menggembirakan bukan menakut-nakuti, dan beribadah kepada Allah dengan ihsan. Karena yang akan didakwahi adalah ahlul Kitab. Selain itu, Nabi juga berpesan agar Muadz menegakkan shalat dan bersiap menghadapi kematian.

Allah ﷻ berfirman dalam Surat Yusuf Ayat 108:

قُلْ هَٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ وَسُبْحَٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".

11. Mengikuti Teladan Ulama

١١ .الاقتداءُ بهم فيما وافقوا فيهِ الكتابَ والسنةَ.

11. Mengikuti teladan mereka dalam apa yang mereka lakukan sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah.

📃 Penjelasan Poin-11:

Inilah inti ajaran Islam yang harus diikuti, yaitu mengikuti apa-apa yang telah Allah Ta’ala perintahkan dalam Al-Qur’an sesuai petunjuk Nabi ﷺ dalam sunnah-sunnah beliau.

Makanya, para ulama melarang taklid buta. Semua Ulama sepakat bahwa semua kaum Muslimin wajib berpegang teguh pada al-Qur`ân dan Sunnah. Demikian juga wajib mengembalikan segala permasalahan yang diperselisihkan kepada keduanya, serta menolak semua pendapat yang menyelisihi keduanya.

Imam Asy Syafi’i berkata,

إذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ وَإِذَا رَأَيْت الْحُجَّةَ مَوْضُوعَةً عَلَى الطَّرِيقِ فَهِيَ قَوْلِي

“Jika terdapat hadits yang shahih, maka lemparlah pendapatku ke dinding. Jika engkau melihat hujjah diletakkan di atas jalan, maka itulah pendapatku.” [Majmu’ Al Fatawa, 20: 211]

12. Tidak meyakini kesempurnaan mereka para ulama.

١٢. عدمُ اعتقادِ عصمتِهِم، بل هم كباقِي البشرِ، يذنبونَ ويَغْضَبُون وينْسَوْنَ، وغير ذلك، ولكن يجبُ أن نَعلمَ أنَّ حسَنَاتِهم أكبَرُ مِن تلك الأخطاء.

12. Tidak meyakini kesempurnaan mereka. Sebaliknya, mereka seperti manusia lainnya; Mereka berdosa, marah, lupa, dan sebagainya. Namun, kita harus tahu bahwa perbuatan baik mereka lebih besar daripada kesalahan-kesalahan itu.

📃 Penjelasan Poin-12:

Dalam ajaran Islam, Allah ﷻ adalah satu-satunya yang memiliki kesempurnaan mutlak. Mengimani kesempurnaan hanya milik-Nya adalah bagian dari akidah dasar.

Para ulama adalah manusia yang mengabdikan diri untuk ilmu agama, namun mereka tetap tidak luput dari kekhilafan dan kesalahan, terkadang marah, terkadang khilaf sama seperti manusia lainnya.

Sikap berlebihan dalam mendukung atau mengikuti seorang ustadz atau tokoh agama, yang bisa berakibat pada fanatisme buta, di mana pendapat ustadz tersebut selalu diikuti meskipun bertentangan dengan prinsip agama yang sebenarnya. Sikap ini bisa berdampak negatif karena mengabaikan prinsip dasar agama dan memicu konflik. Sebaliknya, ajaran Islam justru melarang sikap fanatik berlebihan (ghuluw) karena tidak mendatangkan kebaikan.

13. Membela Ulama ketika Mereka Disakiti

١٣. الدفاعُ عنْهُمْ عنْدَمَا ينالُهُم أذَى من الناس.

13. Membela mereka ketika mereka disakiti oleh manusia.

📃 Penjelasan Poin-13:

Melecehkan ulama dan orang shalih, sama artinya dengan menghina dan merendahkan mereka, maka kewajiban kita yang mampu untuk membela mereka.

Mengolok-olok ulama adalah bentuk penghinaan terhadap ajaran Islam itu sendiri. Oleh karena itu ghirah dalam membela agama bisa dilakukan dengan membela ulama yang disakiti manusia.

14. Meneliti Fatwa-fatwa Ulama

١٤. التثبتُ مِمّا يُنقل عنهم مِن فتاوى وآراء.

14. Memverifikasi fatwa dan pendapat yang disampaikan dari mereka.

📃 Penjelasan Poin-14:

Ini adalah bentuk kehati-hatian dalam mengambil ilmu agama. Karena terkadang terjadi banyak penyimpangan akibat banyaknya fitnah.

Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk istiqomah dalam mengamalkan ilmu yang bermanfaat. Aamiin.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

  • Media
    Sarana belajar Agama Islam melalui video dan audio kajian dari Asatidz Indonesia yang bermanhaj salaf...
    Ebook
    Bahan bacaan penambah wawasan berupa artikel online maupun e-book yang bisa diunduh. Ebook Islami sebagai bahan referensi dalam beberapa topik yang insyaAllah bermanfaat.
  • image
    Abu Hazim Salamah bin Dînâr Al-A’raj berkata, “Setiap nikmat yang tidak mendekatkan kepada Allah, maka hal tersebut adalah ujian/petaka.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyâ dalam Asy-Syukr Lillâh]
    image
    ‘Ammâr bin Yâsir radhiyallâhu ‘anhumâ berkata,“Ada tiga perkara, siapa yang mengumpulkannya, sungguh dia telah mengumpulkan keimanan: inshaf dari jiwamu, menebarkan salam kepada alam, dan berinfak bersama kefakiran.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry secara Mu’allaq dan Al-Baihaqy]

Share Some Ideas

Punya artikel menarik untuk dipublikasikan? atau ada ide yang perlu diungkapkan?
Kirim di Sini