ʙɪꜱᴍɪʟʟᴀʜ
Kajian Mukhtashar fii Khuluqil Muslim#2 | Oleh: Sulthan Bin Abdullah Al-‘Umary Hafidzahullah
Download Kitab: s-alamri.com
🎙| Bersama: Al Ustadz Abu Adib Hafidzahullah
🗓 | Hari/Tanggal: Rabu, 26 Shafar 1447 / 20 Agustus 2025
🕰 | Waktu: ba'da maghrib - isya
🕌 | Tempat: Jajar Islamic Center Surakarta
#2 Akhlak Muslim kepada Allah ﷻ
Daftar Isi:
- 5. Menjauhi hal-hal yang diharamkan karena Allah ﷻ telah mengharamkannya dan karena hal-hal tersebut merupakan sumber murka dan azab-Nya.
- 6. Berpegang teguh pada agama-Nya dan tetap teguh di dalamnya, serta tidak meninggalkannya meskipun ada godaan dan cobaan.
- 7. Bertawakal kepada Allah ﷻ.
- 8. Sabar terhadap keputusan dan ketetapan-Nya.
- 9. Bertaubatlah kepada-Nya dan senantiasa memohon ampunan.
- 10. Memelihara kewajiban dan tanggung jawab.
- 11. Bersegeralah dalam melakukan ketaatan.
Telah berlalu pembahasan mengenai 4 poin akhlak seorang muslim kepada Allah ﷻ:
- Menyembah-Nya semata dan tidak memalingkan kepada selain-Nya.
- Menjauhi kemusyrikan, sarananya, dan segala hal yang mengarah kepadanya.
- Setia kepada orang-orang yang beriman dan memusuhi orang-orang kafir sesuai dengan syariat.
- Bertakwa kepada Allah ﷻ setiap saat, merasa diawasi Allah ﷻ dan yakin bahwa Dia bersama kita melalui ilmu-Nya.
Selanjutnya:
5. Menjauhi hal-hal yang diharamkan karena Allah ﷻ telah mengharamkannya dan karena hal-hal tersebut merupakan sumber murka dan azab-Nya.
Larangan-Nya, selain berpengaruh terhadap adzab, juga merusak hati dan badan. Oleh karenanya, penting bagi kita untuk mengetahui dengan jelas apa-apa saja bentuk larangan Allah Ta’ala. Di antara larangan Allah tersebut adalah melakukan dosa-dosa besar. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
إِن تَجْتَنِبُوا۟ كَبَآئِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّـَٔاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلًا كَرِيمًا
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)” (QS. An-Nisaa’: 31).
Menjauhi hal-hal yang haram karena Allah, akan menjadikan kita hamba Allah yang baik ibadahnya. Tentu saja, orang-orang beriman yang berusaha menjauhi segala larangan Allah dalam setiap peribadatannya, akan merasakan ketenangan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya jika Engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik” (HR. Ahmad 5: 363).
Allah juga akan mempermudah hamba-Nya melakukan amalan ibadah dengan perasaan yang bahagia, sehingga pada akhirnya akan menjadikan ibadah yang dilakukan semakin berkualitas.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
اِتَّقِ الْمَحَارِمَ، تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ…
“Takutlah Engkau kepada yang hal-hal yang haram, niscaya Engkau menjadi orang yang paling hebat ibadahnya” - (HR. Ahmad II/310, at-Tirmidzi no. 2305).
6. Berpegang teguh pada agama-Nya dan tetap teguh di dalamnya, serta tidak meninggalkannya meskipun ada godaan dan cobaan.
Allah ﷻ berfirman:
﴿فَاسْتَقِمْ كَمَآ أُمِرْتَ﴾
"Maka berdirilah kamu sebagaimana diperintahkan." [Surat Hud: 112].
Dua sumber kerusakan adalah syubhat dan syahwat. Dan fitnah syubhat sangat merusak hati, karenanya efeknya lebih besar karena sulit untuk keluar dari syubhat.
Betapa banyak ulama yang terjerumus ke dalam akidah yang menyimpang seperti:
- Muqatil bin Sulaiman seorang ahli tafsir yang dipuji Imam Syafi'i Rahimahumullah yang terjatuh dalam penyerupaan Allah ﷻ dengan makhluk (Tasybih)
- Washil bin Atha' Al-Makhzumi murid senior Hasan Al-Bashri Rahimahullah yang sangat cerdas, tergelincir ke dalam pemahaman Mu'tazilah dan bangga dengannya hingga mati.
- Imam ghazali yang terpengaruh paham sufiyah, alhamdulilah Allah ﷻ berikan keselamatan di akhir hidupnya hingga meninggal dengan kitab Bukhari di dadanya.
Maka, hidayah itu penting karena itu berasal dari karunia Allah ﷻ, bukan karena kecerdasan kita.
Maka, Istiqamahlah sebagaimana engkau diperintahkan. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Hud Ayat 112:
فَٱسْتَقِمْ كَمَآ أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا۟ ۚ إِنَّهُۥ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
7. Bertawakal kepada Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman:
﴿وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُواْ إِن كُنُتُم مُؤْمِنِينَ﴾
“Dan hanya kepada Allah-lah kamu bertawakal, jika kamu orang-orang yang beriman” (Surat Al-Maidah: 23), sambil berusaha semaksimal mungkin.
Yaitu menyadarkan segala sesuatu kepada Allah ﷻ setelah melakukan sebab. Seperti saat sakit, kita bertawakal kepadanya dan menjalani sebab dengan berobat dengan yang syar'i kemudian bertawakkal kepadanya setelah sembuh.
Sama halnya keberhasilan bisnis, bukan semata-mata karena ilmu yang diberikan, tetapi semua karena Allah ﷻ.
Seperti perkataan Qarun yang Allah ﷻ jelaskan dalam Surat Al-Qashash Ayat 78
قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُۥ عَلَىٰ عِلْمٍ عِندِىٓ ۚ
Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku"
Jadilah seperti Sulaiman alaihissalam yang dikaruniai banyak kelebihan seperti mengerti bahasa hewan, sanggup memerintahkan angin, bangsa jin dan hewan, membangun istana dan benteng-benteng dan beliau mengatakan...
فَلَمَّا رَءَاهُ مُسْتَقِرًّا عِندَهُۥ قَالَ هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ
Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). (QS. An-Naml ayat 40).
Orang-orang yang bertawakkal adalah Golongan Yang Masuk Surga Tanpa Hisab Dan Adzab. Mereka adalah umat Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi wa sallam yang merealisasikan tauhid. Sebagaimana dalam riwayat Ibnu Fudhail:
وَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ هَؤُلاَءِ مِنْ أُمَّتِكَ سَبْعُوْنَ أَلْفًا
“Dan akan masuk surga diantara mereka 70 ribu orang”
Demikian juga dalam hadits Abu Hurairah dalam shahihain:
أَنَّهُمْ تُضِيْءُ وُجُوْهُهُمْ إِضَاءَةَ لَيْلَةِ الْبَدْرِ
“Wajah-wajah mereka bersinar seperti sinar bulan pada malam purnama“.
Hati burung dikenal lemah lembut, sangat tinggi tawakkalnya dan rasa takutnya pada Allah. Inilah hati yang dikatakan sebagai hati penduduk surga.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ أَقْوَامٌ أَفْئِدَتُهُمْ مِثْلُ أَفْئِدَةِ الطَّيْرِ
“Akan masuk surga suatu kaum yang hati mereka seperti hati burung.” (HR. Muslim no. 2840).
Begitu pula hati yang penuh tawakkal digambar dengan keadaan burung pada hadits lainnya. Dari ‘Umar bin Khottob, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Seandainya kalian benar-benar bertawakkal pada Allah, tentu kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi no. 2344. Abu ‘Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
8. Sabar terhadap keputusan dan ketetapan-Nya.
Allah ﷻ berfirman:
﴿وَأصْبِرْ عَلَى مَآ أَصَابَكَ﴾
“Dan bersabarlah atas apa yang menimpamu” (Surat Luqman: 17).
Sabar dalam menerima musibah ada tiga keadaan:
- Menahan tangannya dari hal yang tidak layak.
- Menahan lisannya dari mengumpat pada takdir.
- Menahan hatinya dari tidak rela dengan adanya musibah.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الخُدُودَ، وَشَقَّ الجُيُوبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى الجَاهِلِيَّةِ». [صحيح] - [متفق عليه] - [صحيح البخاري: 1294]
Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Rasulullah ﷺ bersabda, "Tidak termasuk golongan kami orang yang memukul-mukul pipi, merobek pakaian, dan menyeru dengan seruan orang-orang jahiliah (saat terkena musibah)." - [Sahih] - [Muttafaq 'alaihi] - [Sahih Bukhari - 1294]
Ada 4 tingkatan ketika mendapatkan musibah menurut Syaikh Utsaimin Rahimahullah:
- Marah-marah dan tidak menerimanya. Inilah golongan yang dikelompokkan dalam kelompok Jahiliyah seperti hadits di atas.
- Bersabar. Ini hukumnya wajib karena Allah Ta’ala memerintahkan untuk bersabar.
- Ridha, tingkatan ulama dan ahli ilmu. Yakni manusia rida dengan musibah yang menimpanya. Ia berpandangan bahwa ada dan tidaknya musibah sama saja baginya, sehingga adanya musibah tadi tidak memberatkannya dan ia pun tidak merasa berat memikulnya.
- Syukur. Ini merupakan tingkatan yang paling tinggi. Di sini seseorang bersyukur atas musibah yang menimpanya karena ia memahami bahwa musibah ini menjadi sebab pengampunan kesalahan-kesalahannya bahkan mungkin malah menambah kebaikannya. Nabi ﷺ bersabda.
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاه
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra dari Nabi ﷺ bersabda: “Tidaklah seorang muslim itu ditimpa musibah baik berupa rasa lelah, rasa sakit, rasa khawatir, rasa sedih, gangguan atau rasa gelisah sampaipun duri yang melukainya melainkan dengannya Allah akan mengampuni dosa-dosanya” - (HR. Al-Bukhari, no. 5641 dan Muslim, no. 2573)
Pewaris Baitul Hamdi
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ وَلَدُ الْعَبْدِ قَالَ اللَّهُ لِمَلاَئِكَتِهِ قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِى. فَيَقُولُونَ نَعَمْ. فَيَقُولُ قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ. فَيَقُولُونَ نَعَمْ. فَيَقُولُ مَاذَا قَالَ عَبْدِى فَيَقُولُونَ حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ. فَيَقُولُ اللَّهُ ابْنُوا لِعَبْدِى بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ وَسَمُّوهُ بَيْتَ الْحَمْدِ
“Apabila anak seorang hamba meninggal dunia, Allah berfirman kepada malaikat-Nya, “Kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?” Mereka berkata, “Benar.” Allah berfirman, “Kalian telah mencabut nyawa buah hatinya?” Mereka menjawab, “Benar.” Allah berfirman, “Apa yang diucapkan oleh hamba-Ku saat itu?” Mereka berkata, “Ia memujimu dan mengucapkan istirja’ (innaa lilaahi wa innaa ilaihi raaji’uun).” Allah berfirman, “Bangunkan untuk hamba-Ku di surga, dan namai ia dengan nama baitul hamdi (rumah pujian).” - (HR. Tirmidzi, no. 1021; Ahmad, 4: 415. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
9. Bertaubatlah kepada-Nya dan senantiasa memohon ampunan.
Allah ﷻ berfirman:
وَتُوبُوّاْ إِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertobatlah kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung” (Surat An-Nur: 31).
Istighfar adalah meminta ampunan pada Allah. Istighfar adalah penutup setiap amalan shalih. Shalat lima waktu, haji, shalat malam, dan pertemuan dalam majelis biasa ditutup dengan amalan dzikir istighfar ini. Jika istighfar berfungsi sebagai dzikir, maka jadi penambah pahala. Sedangkan jika ada sesuatu yang sia-sia dalam ibadah, maka fungsi istighfar sebagai kafaroh (penambal).
Kata الإستغفار (Al-Istighfar) diambil dari kata إستغفر (Istaghfara) yang berarti memohon kepada Allah maghfirah (ampunan). Adapun kata المغفره (Al-Maghfirah) diambil dari kata مغفر (Mighfar) yang dalam Bahasa Arab berarti sebuah penutup kepala yang dipakai oleh seorang prajurit dalam peperangan.
Tidaklah dikatakan penutup kepala dengan mighfar, kecuali telah memenuhi dua persyaratan; pertama adalah fungsi menutup kepala; dan kedua adalah fungsi menutupi kepala dari hantaman pedang. Maka, meminta maghfirah ada dua makna:
- Pertama, yaitu kita meminta agar Allah Ta’ala menutup aib-aib kita di dunia dan di akhirat.
- Kedua, yaitu kita meminta kepada Allah ta’ala agar dosa-dosa kita tidak menimbulkan dampak yang buruk bagi diri kita.
Agar taubat seseorang itu diterima, maka dia harus memenuhi tiga hal yaitu: (1) Menyesal, (2) Berhenti dari dosa, dan (3) Bertekad untuk tidak mengulanginya. Dan Jika dosa tersebut berkaitan dengan hak anak Adam, maka ada satu hal lagi yang harus ia lakukan, yakni dia harus meminta maaf kepada saudaranya yang bersangkutan, seperti minta diikhlaskan, mengembalikan atau mengganti suatu barang yang telah dia rusakkan atau curi dan sebagainya.
عَنْ أَبِي مُوسَى رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ، وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ، حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا».
[صحيح] - [رواه مسلم] - [صحيح مسلم: 2759]
Abu Musa -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan, Nabi ﷺ bersabda, "Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya pada waktu malam agar orang yang berbuat dosa di waktu siang bisa bertobat; Dia juga membentangkan tangan-Nya di waktu siang agar orang yang berbuat dosa di waktu malam bertobat, hingga matahari terbit dari arah terbenamnya." - [Sahih] - [HR. Muslim] - [Sahih Muslim - 2759]
Istighfar adalah solusi segala masalah. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat nuh:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)
“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)
Terdapat sebuah atsar dari Hasan Al Bashri rahimahullah yang menunjukkan bagaimana faedah istighfar yang luar biasa.
أَنَّ رَجُلًا شَكَى إِلَيْهِ الْجَدْب فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر الْفَقْر فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر جَفَاف بُسْتَانه فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر عَدَم الْوَلَد فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، ثُمَّ تَلَا عَلَيْهِمْ هَذِهِ الْآيَة
“Sesungguhnya seseorang pernah mengadukan kepada Al Hasan tentang musim paceklik yang terjadi. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang kemiskinannya. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang kekeringan pada lahan (kebunnya). Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau karena sampai waktu itu belum memiliki anak. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian setelah itu Al Hasan Al Bashri membacakan surat Nuh di atas. (Riwayat ini disebutkan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar di Fathul Bari, 11: 98).
Batas akhir taubat adalah hingga nyawa di kerongkongan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَقْبَلُ تَوْبَةَ اْلعَبْدِ مَالَمْ يُغَرْغِرْ.
“Sesungguhnya Allah Ta’ala akan menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum sampai di kerongkongan.” - HR. At-Tirmidzi (no. 3537), Ibnu Majah (no. 4253), Ahmad (no. 6160 dan 6408), al-Baghawi (no. 1306), Ibnu Hibban (2449), dan al-Hakim (IV/257) dari hadits Ibnu ‘Umar.
Dalam Surat Al-Qiyamah Ayat 26-28:
كَلَّآ إِذَا بَلَغَتِ ٱلتَّرَاقِىَ. وَقِيلَ مَنْ ۜ رَاقٍ. وَظَنَّ أَنَّهُ ٱلْفِرَاقُ
Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan, Dan dikatakan (kepadanya): "Siapakah yang dapat menyembuhkan?", Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia),
Dalam Surat Al-Munafiqun Ayat 10:
وَأَنفِقُوا۟ مِن مَّا رَزَقْنَٰكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِىَ أَحَدَكُمُ ٱلْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَآ أَخَّرْتَنِىٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?"
10. Memelihara kewajiban dan tanggung jawab.
Dalam hadis Qudsi, disebutkan:
وما تقرّبِ إليّ عبدي بشيء أحبَّ إليّ مما افترضْتُه عليه
“Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Aku wajibkan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari).
Amalan-amalan yang wajib tidak akan dikalahkan oleh amalan-amalan Sunnah apapun. Maka, perbaikilah amalan-amalan yang wajib.
Maka, wujudkan nilai muraqabah berdasarkan iman dan ilmu dalam ibadah, maka pahalanya akan berlipat, bukan hanya menggugurkan kewajiban. Seperti masalah shalat, orang-orang yang berilmu akan mengambil faedah dan hikmah dibalik amal ibadahnya antara lain:
- Mengagungkan perintah Allah ﷻ
- Agar hatinya sejuk ketika shalat (Hadits Nabi ﷺ)
- Dijauhkan dari neraka (QS. Muddatsir: 42)
- Shalat agar bercahaya (Hadits Nabi ﷺ)
- Dijauhkan dari perbuatan keji dan munkar. (QS Al-Ankabut ayat 45).
11. Bersegeralah dalam melakukan ketaatan.
Allah ﷻ berfirman:
﴿وَسَارِعُوّاْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ﴾
“Dan bersegeralah mencari ampunan dari Tuhanmu.” [Surat Al-Imran: 133].
Bersegera dalam ketaatan perlu ilmu, dan itu akan tergapai jika:
- Tinggalkan hal-hal yang diharamkan maka engkau akan mampu melakukan banyak ketaatan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
اِتَّقِ الْمَحَارِمَ، تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ…
“Takutlah Engkau kepada yang hal-hal yang haram, niscaya Engkau menjadi orang yang paling hebat ibadahnya” - (HR. Ahmad II/310, at-Tirmidzi no. 2305).
- Orang-orang yang berilmu akan paham keutamaan amalan-amalan, maka jiwanya akan semangat beramal.
- Ambil teman dekat yang baik. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita agar memilih teman dalam bergaul. Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an yang melarang Nabi ﷺ bergaul dengan ahli ghoflah. Dalam Surat Al-Kahfi Ayat 28 Allah ﷻ berfirman:
وَٱصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِٱلْغَدَوٰةِ وَٱلْعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُۥ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُۥ عَن ذِكْرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمْرُهُۥ فُرُطًا
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم