Kategori Akhlak

Cara bergaul seorang hamba terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan para manusia lainnya.
Kajian Islam

عُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ - Durhaka Kepada Orang Tua


Telah disebutkan sebelumnya bahwa berbakti kepada orang tua merupakan akhlak yang paling utama, karena merekalah yang paling berhak mendapatkan akhlak yang baik, perlakuan yang baik, serta akhlak dan etika yang mulia. Oleh karena itu, durhaka kepada orang tua dianggap sebagai perusakan nilai dan akhlak, serta manifestasi dari akhlak yang paling buruk dan hina. Hal ini dianggap sebagai dosa besar dan kejahatan berat dalam hukum Islam, dan hukumannya di hadapan Allahﷻsangat berat. Nabi ﷺ telah memperingatkannya dengan sangat keras dalam berbagai hadis, dan beliau menganggapnya sebagai salah satu dosa besar yang paling besar.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ، عَنْ أَبِيهِ رَضنَّلََّ عَنهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ َِللَ: ((أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الكَبَائِرِ؟) ثَلَاثًا، قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ: الإِشْرَاكُ بِاللهِ، وَعُقُوقُ الوَالِدَيْنِ – وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَكِثًا فَقَالَ :- أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ))، قَالَ: فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا: لَيْتَهُ سَكَتَ، متَّفق عليه.(أخرجه البخاريُّ (٢٦٥٤)، ومسلم (٨٧).

  1. Dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari bapaknya, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang dosa besar yang paling besar?” Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali. Mereka menjawab, “Tentu ya Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Kemudian beliau duduk tegak, yang sebelumnya beliau duduk bersandar dan bersabda, “Ingatlah, juga ucapan dusta.” Beliau mengulanginya berkali-kali, hingga aku berkata, “Andaikata beliau diam.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (2654) dan Muslim]

وعن أَنَسِ بْنِ مَالِكِ رََِلَهَ عَنهُ قَالَ: ذَكَرَ رَسُولُ اللهِ َ َّلههِ الْكَبَائِرَ، أَوْ سُئِلَ عَنْ الْكَبَائِرِ فَقَالَ: ((الشِّرْكُ بِاللهِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ، فَقَالَ: أَلَا أُنَبَّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ قَالَ: قَوْلُ الزُّورِ، – أَوْ قَالَ :- شَهَادَةُ الزُّورِ)، متَّفق علیه. (أخرجه البخاريُّ (٥٩٧٧)، ومسلم (٨٨).

  1. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhuberkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenyebutkan tentang dosa besar atau beliau ditanya tentang dosa besar, lalu beliau menjawab, “Menyekutukan Allah, membunuh jiwa dan durhaka kepada kedua orang tua.” Lalu beliau bersabda, “Maukah aku beritahukan kepada kalian yang termasuk dari dosa besar?” beliau bersabda, “Perkataan dusta atau beliau bersabda, “Kesaksian palsu.” Syu’bah mengatakan, “Dan saya menyangka bahwa beliau mengatakan, “Kesaksian palsu.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (5977) dan Muslim (88)].

وعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍ و رَضَََِّهَ عَنّْهَا، عَنِ النَّبِيَِّ ل ه قَالَ: ((الْكَبَائِرُ: الْإِشْرَاكُ بِاللهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ، وَالْيَمِينُ الْغَمُوسُ))، رواه البخاريُّ(١).

  1. Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dosa-dosa besar adalah menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa, dan bersumpah dusta.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6675, 6870).

Durhaka orang tua berasal dari akar kata الْعَقِّ  ‘aqq, yang berarti melubangi dan memotong. Artinya, memutus hubungan dengan mereka dan menyakiti mereka dengan cara apa pun, baik besar maupun kecil, baik mereka melarangnya maupun tidak, serta melakukan apa yang membuat mereka marah dan menyinggung perasaan mereka. Kata ini mencakup semua makna keburukan, sebagaimana kebaikan mencakup semua makna kebajikan.

سُئِلَ الحسن البصريُّ رَحِمَةُاللَهُ عَنِ الْبِرِّ وَالْعُقُوقِ، فَقَالَ: ((الْبِرُّ أَنْ تَبْذُلَ لَهُمَا مَا مَلَكْتَ، وَأَنْ تُطِيعَهُمَا فِيمَا أَمَرَاكَ بِهِ مَا لَمْ يَأْمُرَاكَ بِمَعْصِيَةِ اللهِ، وَالْعُقُوقُ أَنْ تَهْجُرَهُمَا وَتَحْرِمَهُمَا))) أخرجه الحسين بن حرب في البِرِّ والصِّلة (١٠).

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah ditanya tentang berbuat baik dan durhaka kepada orang tua. Beliau menjawab, “Berbuat baik adalah memberi mereka apa yang kamu miliki dan mentaati mereka dalam apa yang mereka perintahkan kepadamu selama mereka tidak memerintahkanmu untuk bermaksiat kepada Allah. Sedangkan durhaka  adalah memboikot mereka dan merampas hak-hak mereka.” (HR. al-Husain bin Harb dalam al-Birr wa’l-Silah (10)).

Durhaka bertingkat-tingkat, sebagaimana halnya kebenaran dan kebajikan juga bertingkat-tingkat. Melakukan kebaikan dan kebajikan dituntut sesuai batas kemampuan seseorang. Ini adalah ajang kompetisi. Ketidaktaatan menuntut penghindaran dan kewaspadaan penuh terhadapnya. Menganiaya orang tua, baik dalam perkataan maupun perbuatan —merekalah alasan nyata keberadaan manusia— dianggap sebagai salah satu bentuk ketidakbersyukuran dan pengingkaran terbesar. Ini adalah salah satu bentuk kerusakan moral yang paling keji dan bentuk kehinaan terbesar dalam karakter. Hal ini karena kebaikan dan kemurahan hati mereka tak tertandingi oleh tindakan kebaikan apa pun di dunia ini. Karena alasan inilah, Nabi  ﷺ menganggap ketidaktaatan kepada mereka sebagai salah satu dosa besar.

Kisah Durhaka Kepada Seorang Ibu

Dikisahkan seorang ibu yang memiliki anak laki-laki tetapi selalu membencinya sejak kecil. Hal ini disebabkan karena kedua mata ibunya buta sebelah. Si anak bercerita “ Saat saya kecil, saya sangat membencinya. Sebab dialah saya sering diolok-olok oleh teman-teman ketika mereka melihatnya.”

Singkat cerita, si anak meninggalkan ibunya dan bekerja hingga sukses dan memiliki anak. Hingga ibunya kangen karena bertahun-tahun ditinggal anaknya. Alamat anaknya pun didapatkan dari seseorang yang membantunya.

Saat mengetuk pintu rumah sang anak, pintu dibukakan oleh cucunya, tetapi dia menangis ketakutan. Saya mendekati ibu menatapnya penuh amarah, memperlihatkan saya begitu membencinya. Saya katakan kepadanya, ’Menjauhlah dari sini saya sangat membenci ibu’. Saya selalu berangan-angan agar ibu pergi dari kehidupan saya atau meninggal dunia saja.

Di hari lain, setelah lama kejadian itu berlalu, laki-laki tersebut menerima sepucuk surat dari sekolahnya yang dulu, untuk sebuah acara reuni. ”Saya bohongi isteri saya, saya katakan bahwa ada tugas keluar negeri selama seminggu. Saya pun berangkat ke acara reuni. Tapi entah kenapa setelah acara reuni selesai, hati saya merasa tergerak untuk mengunjungi rumah saya yang dulu. Saat saya tiba di sana, saya bertanya kepada tetangga saya tentang keadaan ibu saya. Mereka pun menjelaskan bahwa ibu saya telah meninggal beberapa hari yang lalu. Mendengar penuturan itu, tiba-tiba saja ada perasaan sedih di hati. Meski saya tidak memperlihatkan ekspresi apa-apa. Apalagi meneteskan air mata. Saya bertanya banyak tentang ibu kepada mereka, dan sebelum saya meninggalkan kampung itu, Seorang tetangga menyerahkan sepucuk surat yang ditulis ibu untuk saya, tak lama sebelum ibu meninggal. Ibu seolah paham saya akan kembali. Surat itu saya buka, saya baca.

“Anakku tersayang, setiap saat ibu mencintaimu, dan menunggu kepulanganmu. Maafkan ibu, jika kedatangan ibu membuat anak-anakmu ketakutan. Tapi ketahuilah, ibu telah mencarimu kemana-mana, hanya karena rindu ibu padamu yang sudah tidak tertahan. Ibu bahagia sekali saat ibu melihat anak-anakmu. Sampaikan kepada mereka, kalau ibu sangat mencintai mereka, seperti juga cinta ibu padamu. Maafkan ibu karena telah membuatmu malu berkali-kali. Namun bukanlah dosa bagi ibu karena hanya bermata satu?

Anakku, akan ibu ceritakan sebuah kisah kepadamu. Dahulu ada seorang anak laki-laki berusia tiga tahun. Dia suka sekali makan permen. Dia sering menghabiskan banyak waktu untuk bermain di teras rumah. Suatu ketika, dalam riangnya berlari-lari, tiba-tiba ia menabrak sebuah pohon. Sebelah matanya luka parah dan berdarah. Dokter bilang, sebelah mata anak itu tidak lagi bisa melihat, bola matanya pecah. Tahukah kau siapa anak kecil itu? Dialah kamu.

Akan tetapi, ibu tidak tega melihatmu tumbuh menjadi pemuda yang gagah tetapi tidak bisa melihat dunia dengan kedua matamu yang indah. Ibu pun memberikan sebelah mata ibu untukmu hingga kamu bisa melihat dunia ini secara sempurna, tidak diolok-olok siapapun. Ibu bahagia sekali kamu bisa melihat dunia ini dengan mata ibu. Bersama cintaku, ibumu…”

Lelaki itu syock, kelimpungan. Tapi semuanya sudah terlambat.

Kisah Usamah bin Zaid dalam Baktinya kepada Ibunya

Muhammad bin Sirin mengatakan, di masa pemerintahan Ustman bin Affan, harga sebuah pohon kurma mencapai seribu dirham. Meskipun demikian, Usamah bin Zaid membeli sebatang pohon kurma lalu memotong dan mengambil jamarnya. (bagian batang kurma yang berwarna putih yang berada di jantung pohon kurma). Jamar tersebut lantas beliau suguhkan kepada ibunya. Melihat tindakan Usamah bin Zaid, banyak orang berkata kepadanya, “Mengapa engkau berbuat demikian, padahal engkau mengetahui bahwa harga satu pohon kurma itu seribu dirham.” Beliau menjawab, “Karena ibuku meminta jamar pohon kurma, dan tidaklah ibuku meminta sesuatu kepadaku yang bisa ku berikan pasti ku berikan.” (Diambil dari Shifatush Shafwah)

Cukuplah keterangan tentang keseriusan kemaksiatan dan besarnya dosa ini ketika Allah menyebutkan hak-Nya, Dia juga menyebutkan hak orang tua dalam banyak ayat Al-Qur’an.

Allah ﷻ berfirman:

وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tuamu. [An-Nisa’: 36]

Allah ﷻ juga berfirman:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.  [Al-Isra’: 23]

Maka, hak mereka mengikuti hak Allah, dan durhaka kepada mereka mengikuti kemusyrikan. Demikian juga terhadap Kakek dan nenek pun serupa hukumnya dengan kedua orang tua.

 وَعَنْ اَلْمُغِيرَةِ بْنِ سَعِيدٍ – رضي الله عنه – عَنْ رَسُولِ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: – إِنَّ اَللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ اَلْأُمَّهَاتِ, وَوَأْدَ اَلْبَنَاتِ, وَمَنْعًا وَهَاتِ, وَكَرِهَ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ, وَكَثْرَةَ اَلسُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ اَلْمَالِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْه

  1. Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan pada kalian durhaka kepada ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menahan dan menuntut, dan dia tidak suka kalian banyak bicara, banyak bertanya, dan menghambur-hamburkan harta.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 5975 dan Muslim, no. 593]

Telah disebutkan sebelumnya bahwa durhaka pada hakikatnya adalah memutuskan hubungan, dan orang yang durhaka kepada ibunya telah memutus hak-haknya dan menggantinya dengan kekerasan dan kejahatan. Ibu telah disebutkan secara khusus, meskipun durhaka kepada ayah juga dilarang. Hal ini disebabkan oleh kelemahan perempuan, sehingga perempuan lebih rentan durhaka kepada ibu daripada kepada ayah. Hal ini juga dimaksudkan untuk menarik perhatian pada fakta bahwa berbakti kepada ibu lebih diutamakan daripada berbakti kepada ayah dalam hal kebaikan, kasih sayang, dan sebagainya, mengingat hak istimewa ibu untuk mendapatkan persahabatan dan perlakuan yang baik.

وعن عَبْدِ اللهِ بن عمر رَضَِلَلّهَ عَنَْما قَالَ:  قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ، وَالدَّيُّوثُ، وَثَلَاثَةٌ لَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَالْمُدْمِنُ عَلَى الْخَمْرِ، وَالْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى

  1. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Tiga orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan melihat mereka pada hari kiamat: anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang menyerupai laki-laki, dan dayuts.

Tiga orang yang tidak akan masuk sorga: anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, pecandu khmar (minuman keras), dan orang yang menyebut-nyebut apa yang dia berikan”. [HR. An-Nasai, no. 2562; Ahmad, no. 6180; dan lain-lain]

Syaikh Abdulaziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah berkata, “Dayuts adalah orang yang ridha adanya perbuatan keji pada keluarganya, yaitu mendiamkannya terhadap perbuatan zina, tidak melarangnya, tidak marah karena Allah Azza wa Jalla, karena rasa cemburunya sedikit dan imannya lemah. Adapun orang yang telah berusaha mengingkarinya dan menghalanginya dari perbuatan keji, maka orang ini tidak disebut dayuts”.

Ini merupakan ancaman bagi orang-orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya bahwa mereka tidak akan masuk surga. Ini merupakan dalil bahwa perbuatan ini termasuk dosa besar, dan bahwa orang yang melakukan dosa besar tidak dianggap kafir karenanya, dan mereka tidak akan kekal di neraka, asalkan mereka tidak menganggap perbuatan tersebut halal. Sebaliknya, mereka tunduk kepada kehendak Allah, sebagaimana yang ditunjukkan oleh nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah.

وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-, عَنْ اَلنَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: – رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ, وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ – أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِم

  1. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ashr radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Keridhaan Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, hadits ini sahih menurut Ibnu Hibban dan Al-Hakim) [HR. Tirmidzi, no. 1899; Ibnu Hibban, 2:172; Al-Hakim, 4:151-152. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan].

Karena Allah ﷻtelah memerintahkan agar orang tua ditaati, dihormati, diperlakukan dengan baik, dan diperlakukan dengan penuh pengabdian. Barangsiapa yang menaati mereka berarti menaati Allah, dan barangsiapa yang membuat mereka marah berarti membuat Allah murka.

Ini merupakan ancaman keras yang menunjukkan bahwa durhaka kepada orang tua merupakan dosa besar.

Kisah Anak Durhaka Menjadi Keledai

Kisah ini termaktub kitab ‘uyun al-Hikayat Min Qashas as-Sholihin wa Nawadir az-Zahidin karya Ibnul Jauzi rahimahullah

Pada suatu sore, Ibnu Hazim berjalan-jalan pada sebuah padang pasir. Lantas, ia pun berjumpa dengan dengan dua tenda dari bahan bulu.

Ibnu Hazim pun menghentikan untanya di hadapan tenda tersebut, lantas pergi menemui penghuningnya, dua orang perempuan. Satu masih muda dan satunya sudah tua.

“Apakah saya bisa mendapatkan makan malam atau sekadar tempat singgah untuk bermalam?” tanyanya. “Tidak, demi Allah. Kami tidak punya apa-apa untuk malam, wahai orang alim. Di lembah ini, kami tidak punya apa pun, tidak pula kambing maupun keledai,” jawab salah satu dari mereka.

“Lha, kalian dengan apa bisa hidup?” “Dengan Allah, orang-orang saleh dan jalanan,” jawab keduanya, hampir serempak.

Akhirnya, ia pun hanya bisa bermalam. Salah satu tenda penghuni lalu dikosongkan untuk orang alim tersebut. Namun, sepanjang malam ia terusik dengan bunyi keledai yang terus meringkik. Padahal, katanya, sang pemilik tidak punya keledai.

Ia tidak bisa tidur sepanjang malam. Lantas, ia pun keluar dari tenda, mencari sumber suara tersebut. Suara itu ternyata berasal dari sebuah kuburan.

Di kuburan tersebut, ia melihat seekor keledai terkubur tanah hingga bagian atas kedua matanya, sementara telinga dan bagian atas punggung keledai masih terlihat dan tidak tertutupi tanah.

Sontak, hal itu membuatnya merinding. Lantas, keesokan harinya ia pun menemui dua orang perempuan itu.

“Tolong, ceritakan padaku apa yang terjadi pada keledai di kuburan itu?” “Anda yakin hal itu? Tidak akan rugi jika menanyakan hal itu kepada kami?” jawab perempuan muda.

“Saya mohon, ceritakanlah kepadaku apa yang terjadi?” pinta orang alim.

Lantas, perempuan itu bercerita tentang keledai tersebut.

“Keledai itu, sungguh demi Allah, aslinya adalah wujud dari suamiku. Putra dari ibu ini. Dialah yang suara ringkikannya Anda dengar sepanjang malam tadi,” jelas si perempuan muda.

“Demi Allah, selama ini saya tidak pernah melihat seseorang yang lebih durhaka kepada ibunya melebihi suamiku ini. Setiap kali ibunya menegur suamiku, ia selalu berkata, “Pergi sana, meringkiklah seperti keledai!”,” terangnya.

“Lalu, ibunya ini berkata, “Semoga Allah mengubahmu jadi keledai.” Lantas suamiku meninggal. Kami menguburkannya di tempat yang Anda lihat. Demi Allah, dialah yang membawa kami ke lembah ini dan membuat kami tinggal di sini,” paparnya.

Sang alim tersebut pun hanya bisa berdoa.

وَعَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ قَالَ: قُلْنَا لِعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رََّ َ عَنهُ: أَخْبِرْنَا بِشَيْءٍ أَسَرَّهُ إِلَيْكَ رَسُولُ اللهِ وَ ه، فَقَالَ: مَا أَسَرَّ إِلَيَّ شَيْئًا كَتَمَهُ النَّاسَ، وَلَكِنِّي سَمِعْتُهُ يَقُولُ: ((لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ غَيَّرَ الْمَنَارَ))، أخرجه مسلم (١٩٧٨).

  1. Dari Abu al-Tufayl, ia berkata: Kami berkata kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu: Beritahu kami sesuatu yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam rahasiakan kepadamu. Ia berkata: Ia tidak menceritakan kepadaku apa pun yang ia sembunyikan dari orang-orang, tetapi aku mendengarnya berkata: “Semoga Allah melaknat orang yang menyembelih karena selain Allah, semoga Allah melaknat orang yang melindungi seorang bid’ah, semoga Allah melaknat orang yang melaknat orang tuanya, dan semoga Allah melaknat orang yang mengubah pathok.” Diriwayatkan oleh Muslim (1978).

Mengutuk orang tua—naudzubillah—adalah salah satu bentuk durhaka yang paling berat dan mengerikan, serta bentuk kehinaan yang paling besar dan paling menjijikkan. Bagaimana mungkin hal ini terjadi ketika seseorang telah diperlihatkan begitu banyak kebaikan, kebajikan, perhatian, dan didikan sehingga ia tidak mampu melunasinya sepenuhnya? Hadits ini mengandung peringatan keras bagi mereka yang mengutuk orang tuanya, memperingatkan mereka bahwa dengan demikian mereka telah mendapatkan kutukan dari Allah ﷺ. Kutukan berarti pengusiran dan pembuangan dari rahmat Allah. Barangsiapa mengutuk orang tuanya, Allah ﷻ akan mengutuk mereka dan membuang mereka dari rahmat-Nya.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

  • Media
    Sarana belajar Agama Islam melalui video dan audio kajian dari Asatidz Indonesia yang bermanhaj salaf...
    Ebook
    Bahan bacaan penambah wawasan berupa artikel online maupun e-book yang bisa diunduh. Ebook Islami sebagai bahan referensi dalam beberapa topik yang insyaAllah bermanfaat.
  • image
    Abu Hazim Salamah bin Dînâr Al-A’raj berkata, “Setiap nikmat yang tidak mendekatkan kepada Allah, maka hal tersebut adalah ujian/petaka.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyâ dalam Asy-Syukr Lillâh]
    image
    ‘Ammâr bin Yâsir radhiyallâhu ‘anhumâ berkata,“Ada tiga perkara, siapa yang mengumpulkannya, sungguh dia telah mengumpulkan keimanan: inshaf dari jiwamu, menebarkan salam kepada alam, dan berinfak bersama kefakiran.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry secara Mu’allaq dan Al-Baihaqy]

Share Some Ideas

Punya artikel menarik untuk dipublikasikan? atau ada ide yang perlu diungkapkan?
Kirim di Sini