Kategori Fiqh

Pemahaman muslimin mengenai praktik-praktik ibadah berdasarkan Syariat
Kajian Bertema Fiqh

Sujud dan JenisnyaUlama telah menjelaskan bahwa sujud itu bermacam-macam. Namun apabila kita melihat realita di sekitar kita, ternyata sebagian sujud yang dikerjakan kaum muslimin ada yang tidak disyariatkan. Di bawah ini beberapa macam sujud beserta penjelasan ringkas berkaitan dengannya. Semoga bermanfaat.

SUJUD DI DALAM SHALAT

Sujud di dalam shalat merupakan salah satu gerakan shalat yang tidak akan sah suatu shalat kecuali dengan adanya sujud tersebut -kecuali shalat jenazah yang memang tidak ada sujud padanya-. Sebab sujud tersebut merupakan salah satu rukun shalat, yang apabila ada salah satu dari rukun tersebut yang ditinggalkan, maka tidak akan sah shalat yang dikerjakan.

SUJUD SAHWI

Sujud sahwi termasuk salah satu sujud yang disyariatkan. Sujud tersebut dilakukan karena seseorang lupa di dalam shalatnya, sehingga terjadi kekurangan, kelebihan atau ada keragu-raguan. Sujud tersebut ada yang disyariatkan untuk dikerjakan sebelum salam atau setelahnya, sesuai dengan kelupaan yang ada.

Bacaan sujud sahwi sama dengan bacaan ketika sujud di dalam shalat. Adapun bacaan masyhur berikut:

سُبْحَانَ مَنْ لاَ يَنَامُ وَلاَ يَسْهُوْ

“Segala puji bagi Allah yang tidak tidur lagi tidak lalai.” maka al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah mengatakan bahwa hal tersebut tidak ada asal usulnya di dalam Syariat. [ https://islamqa.info/ar/39399]

SUJUD TILAWAH

Sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan seseorang ketika membaca ayat-ayat sajdah. Sebagian ulama menyebutkan bahwa ayat-ayat tersebut ada pada 15 tempat di dalam al-Qur’an. Berikut perinciannya: Surat al-A’raf: 206, ar-Ra’du: 15, an-Nahl: 49, al-Israa’: 107, Maryam: 58, al-Haj: 18 & 77, al-Furqan: 60, an-Naml: 25, as-Sajdah: 15, Shaad: 24, Fusshilat: 37, an-Najm: 63, al-Insyiqaq: 21, al-‘Alaq: 19.

Sujud tilawah hukumnya sunnah. Ia disyariatkan untuk dikerjakan baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Ada beberapa bacaan ketika melakukan sujud ini, berikut ini salah satunya:

سَجَدَ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ

Telah sujud wajahku kepada Dzat yang telah menciptakannya dan membuka pendengaran dan penglihatannya dengan daya dan kekuatan-Nya. (Hadis Sahih riwayat Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

SUJUD SYUKUR

Sujud syukur disyariatkan untuk dikerjakan ketika mendapatkan kenikmatan yang bersifat tiba-tiba atau ketika dihindarkan dari malapetaka. Sujud ini tidak dianjurkan untuk dikerjakan dengan alasan kenikmatan yang terus menerus ada.

Sujud syukur tidak diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, sebab tidak ada riwayat sahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang menjelaskan hal tersebut. Tidak ada bacaan tertentu untuk sujud syukur. Ketika mengerjakan sujud ini, seorang muslim boleh memuji Allah, bersyukur kepada-Nya, berdoa atau beristighfar kepada-Nya. Dan yang sahih berkaitan dengan sujud ini, bahwa seorang muslim yang melakukannya tidak disyaratkan dalam keadaan suci, menutup aurat –sebagaimana dalam shalat-, sebagaimana tidak disyariatkan menghadap kiblat. Allahu a’lam.

SUJUD SEKALI SETELAH SHALAT

Sebagian kaum muslimin ada yang mengerjakan sujud sekali setelah shalat. Sujud ini umumnya dikerjakan ketika akan bangkit dan pergi. Sebagian mereka menyampaikan alasan bahwa sujud tersebut sebagai rasa syukur kepada Allah atas kenikmatan yang terus ada. Ketahuilah, ulama menjelaskan bahwa sujud semacam ini tidak ada tutunannnya dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana pula tidak ada contohnya dari para sahabat radhiyaAllahu anhum.

Abu Nashr al-Arghiyani rahimahullah mengatakan: “Sujud syukur sunnah dikerjakan ketika tiba-tiba mendapatkan nikmat atau terhindar dari marabahaya. Namun tidak dianjurkan untuk dikerjakan dengan alasan nikmat yang terus ada.”

Abu Syamah al-Maqdisi rahimahullah menuliskan: “Pengarang kitab at-Tatimmah menuturkan: “Sebagian orang mengerjakan sujud setelah selesai shalat seraya berdoa padanya.” Beliau melanjutkan: ”Sujud tunggal seperti ini tidak ada dasarnya, tidak ada nukilan tentangnya dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat beliau. Yang utama setelah shalat adalah berdoa (berzikir), dengan dasar beberapa riwayat yang menjelaskannya. Allahu a’lam.”

Beliau juga mengatakan: ”al-Faqih Abu Muhammad menyatakan: ‘Syariat tidak menerangkan cara mendekatkan diri kepada Allah dengan sujud tunggal yang tidak ada sebabnya. Mendekatkan diri dengan ibadah itu memiliki sebab, syarat, waktu dan rukun yang tidak akan sah kecuali dengan adanya itu semua. Sebagaimana tidak ada syariat mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dengan wuquf di Arafah dan Muzdalifah, melempar Jumrah, Sai antara Shafa dan Marwah pada selain Nusuk (haji atau umrah) yang dikerjakan pada waktunya dengan sebab-sebab dan syarat-syaratnya, demikian pula tidak ada syariat mendekatkan diri kepada-Nya dengan sujud tunggal -sekiranya sujud itu merupakan ibadah- melainkan dengan sebab yang benar.” [al-Baa-its ‘alaa Inkaaril-Bida’ wal-Hawaadits, hal. 167]

Dari penjelasan singkat di atas kita ketahui bahwa sujud tunggal setelah shalat tidak berdasarkan kepada dalil, padahal ibadah itu harus berdasarkan kepada dalil, baik dari al-Qur’an atau as-Sunnah (hadis).

Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk beribadah dengan bensar sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan ikhlas karena-Nya semata.

Referensi:

  • al-Wajiz fi Fiqh as-Sunnah wal-Kitab al-‘Aziz, Abdul Azhim Badawi
  • al-Baa-its ‘alaa Inkaaril-Bida’ wal-Hawaadits, Abu Muhammad Abdurrahman bin Ismail Abu Syamah
  • Website: https://islamqa.info/ar/39399 dan https://www.sulhan.net/macam-macam-sujud
  • Media
    Sarana belajar Agama Islam melalui video dan audio kajian dari Asatidz Indonesia yang bermanhaj salaf...
    Ebook
    Bahan bacaan penambah wawasan berupa artikel online maupun e-book yang bisa diunduh. Ebook Islami sebagai bahan referensi dalam beberapa topik yang insyaAllah bermanfaat.
  • image
    Abu Hazim Salamah bin Dînâr Al-A’raj berkata, “Setiap nikmat yang tidak mendekatkan kepada Allah, maka hal tersebut adalah ujian/petaka.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyâ dalam Asy-Syukr Lillâh]
    image
    ‘Ammâr bin Yâsir radhiyallâhu ‘anhumâ berkata,“Ada tiga perkara, siapa yang mengumpulkannya, sungguh dia telah mengumpulkan keimanan: inshaf dari jiwamu, menebarkan salam kepada alam, dan berinfak bersama kefakiran.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry secara Mu’allaq dan Al-Baihaqy]

Share Some Ideas

Punya artikel menarik untuk dipublikasikan? atau ada ide yang perlu diungkapkan?
Kirim di Sini