بِسْـمِ اللَّهِ الرحمن الرحيم
📚┃ Materi : Kitab Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
🎙┃ Pemateri : Ustadz Hamzah Al-Fajri, S.Pd Hafizhahullah (Pengajar Ilmu Syar'i Pondok Pesantren Imam Bukhori)
🗓┃ Hari, Tanggal : Ahad , 3 Agustus 2025 M / 9 Safar 1447 H
🕌┃ Tempat : Masjid Al-Ikhlas - Adi Sucipto Jajar Solo.
Kitab Nikah - Bab Khulu' dan Iddah
Menurut bahasa, kata khulu' berasal dari khala' ats tsauba idzaa azaalahu yang artinya melepaskan pakaian, karena isteri adalah pakaian suami dan suami adalah pakaian isteri. Allah ﷻ berfirman:
هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ
Mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamu pun pakaian bagi mereka. (QS. al-Baqarah: 187).
Para pakar fiqih memberi definisi bahwa khulu' adalah seorang menceraikan isterinya dengan imbalan mengambil sesuatu darinya.
Dan khulu' disebut juga fidyah atau iftida' (tebusan) (Fiqhus Sunnah II:53 Manarus Sabil Il: 226 dan Fathul Bari IX: 395).
Jika persengketaan antara suami isteri kian parah dan tidak mungkin lagi diambil langkah-langkah kompromistis supaya mereka bersatu kembali dan pihak isteri sudah menggebu-gebu untuk bercerai dengan suaminya, maka ia boleh menebus dirinya dari kekuasaan suaminya dengan menyerahkan sejumlah harta kepadanya sebagai ganti dari buruknya keadaan yang menimpa Suaminya karena bercerai dengannya, Allah ﷻ berfirman:
وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَأْخُذُوا۟ مِمَّآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ شَيْـًٔا إِلَّآ أَن يَخَافَآ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا ٱفْتَدَتْ بِهِۦ ۗ
Dan tidak halal bagi kamu mengambil dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya (suami isteri) khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. (QS. al-Baqarah: 229)
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma ia berkata : Isteri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kpada Nabi ﷺ, lalu bertutur “Ya Rasulullah, aku tidak membenci Sabit karena 'agamanya dan bukan (pula) karena perangainya, melainkan sesungguhnya aku khawatir kufur." Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, “Maka mau engkau mengembalikan kebunnya kepadanya?” Jawabnya, “Ya (mau)”. Kemudian ia mengembalikannya kepadanya dan selanjutnya Beliau memerintahkan suaminya (Tsabit) agar mencerainya." (Shahih: Irwaul Ghalil no: 2036 dan Fathul Bari IX: 395 no: 5276).
3. Peringatan Keras Terhadap Masalah Khulu'
Peringatan keras direkam dalam riwayat berikut ini:
Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
“Wanita mana saja yang meminta talak (cerai) tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya mencium bau surga.” (HR. Abu Daud no. 2226, Tirmidzi no. 1187 dan Ibnu Majah no. 2055. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Hadits di atas menjadi dalil bahwa terlarangnya seorang wanita meminta cerai atau melakukan gugat cerai kecuali jika ada alasan yang dibenarkan.
Dalam hadits lain ia (Tsauban) juga meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau pernah bersabda:
اَلْمُخْتَلِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ.
“Para isteri yang minta cerai adalah wanita-wanita munafik.” [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 6681)], Sunan at-Tirmidzi (II/329, no. 1198).
4. Peringatan Keras Bagi Para Suami Agar Tidak Mempersulit Isterinya
Manakala seorang suami tidak senang kepada isterinya dan benci kepadanya karena suatu, maka hendaklah mentalaknya dengan cara yang ma'ruf sebagaimana yang diperintahkan Allah ﷻ. Ia tidak boleh menahannya dan mempersulitnya untuk menebus dirinya darinya.
Dalilnya ada dalam surat Al-Baqarah ayat 231 dan An-Nisa Ayat 19.
5. Khulu' adalah Fasakh bukan Talak
Jika seorang isteri telah menebus dirinya dan dicerai oleh suaminya, maka ia berkuasa penuh atas dirinya sendiri, sehingga Suaminya tidak berhak untuk rujuk kepadanya, kecuali dengan ridhanya dan perpecahan ini tidak dianggap sebagai talak meskipun dijatuhkan dengan redaksi talak.
Namun, ia adalah perusakan akad nikah demi kemashlahatan sang isteri dengan balasan menebus dirinya kepada suaminya.
Allah ﷻ menegaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 229. Masa iddah khulu' adalah satu kali haid hingga ia suci.
BAB IDDAH
Menurut bahasa, kata iddah berasal dari kata 'adad (bilangan) dan Ihshaak (perhitungan), seorang wanita yang menghitung dan menjumlah hari dan masa haidh atau masa suci.
Menurut istilah, kata iddah ialah sebutan/nama bagi suatu masa dimana seorang wanita menanti/menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik dengan menunggu kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru', atau berakhirnya beberapa bulan yang sudah ditentukan.
1. Barangsiapa yang ditinggal mati suaminya, maka, iddahnya empat bulan sepuluh hari, baik sang isteri sudah dicampuri ataupun belum. Hal ini mengacu pada firman Allah:
وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَٰجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari. (QS. al-Baqarah: 234).
2. Terkecuali isteri yang sudah dicampuri dan sedang hamil, maka masa iddahnya sampai melahirkan:
وَأُو۟لَٰتُ ٱلْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ
Dan wanita-wanita yang hamil, waktu iddah mereka itu adalah sampai melahirkan kandungannya. (QS. at-Thalaq: 4).
3. Wanita yang ditalak sebelum sempat dicampuri, maka tidak ada masa iddah baginya, berdasarkan pada firmannya. Allah ﷻ berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا نَكَحْتُمُ ٱلْمُؤْمِنَٰتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا ۖ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta, menyermpumakannya. (QS. al-Ahzaab: 49).
4. Sedang wanita yang ditalak yang sebelumnya sempat dikumpuli dan dalam keadaan hamil maka, masa iddahnya ialah sampai ia melahirkan anak yang dikandungnya, Allah ﷻ berfirman:
وَأُو۟لَٰتُ ٱلْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ
Dan wanita-wanita yang hamil, waktu iddah mereka itu adalah sampai melahirkan kandungannya. (QS. at-Thalaq: 4).
5. Jika wanita yang dijatuhi talak termasuk perempuan yang masih berhaidh secara normal, maka masa iddahnya tiga kali haidh. berdasarkan firman Allah ﷻ:
وَٱلْمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٍ ۚ
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu tiga kali quru'. (QS. al-Baqarah: 228).
Kata quru' berarti haidh. Hal ini mengacu pada hadits Aisyah Radhiyallahu’anha.
Bahwa Ummu Habibah Radhiyallahu’anha sering mengeluarkan darah istihadhah. bertanya kepada Nabi ﷺ (mengenai hal tersebut). Maka Beliau menyuruhnya meninggalkan shalat pada hari-hari haidhnya. (Shahih Lighairih: Shahih Abu Dawud no:252 dan Aunul Ma'bud I: 463 no: 278).
6. Jika wanita yang dijatuhi talak itu masih kecil, belum mengeluarkan darah haidh atau sudah lanjut usia yang sudah manopause (berhenti haidh), maka iddahnya adalah tiga bulan lamanya.
Allah ﷻ berfirman:
وَٱلَّٰٓـِٔى يَئِسْنَ مِنَ ٱلْمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمْ إِنِ ٱرْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشْهُرٍ وَٱلَّٰٓـِٔى لَمْ يَحِضْنَ ۚ
Dan perempuan-perempuan yang tidak haidh lagi (manopause) diantara isteri-isteri kalian jika ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan. Begitu pula perempuan-perempuan yang belum haidh. (QS. Thalaq: 4).
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم