بسم الله الرحمن الرحيم
📚 Kajian Kitab Fiqh Manhaji Ala Imam Syafi'i - Download Jilid 1
🎙┃ Ustadz Muhammad Idrus, SE حفظه الله تعالى
🗓┃Ahad, 3 Agustus 2025 / 9 Safar 1447 H
🕰┃ Ba'da Shalat Subuh
🕌┃ Masjid Al-Ikhlash Safira Residence Kartasura
Telah berlalu pembahasan mengenai pembagian jenis air:
- Suci dan menyucikan (Air Mutlak).
- Suci dan menyucikan tapi makruh menggunakannya. (Air yang panas terkena matahari).
- Suci tidak menyucikan
Air Mutanajis
Air mutanajjis ialah air yang jatuh najis ke dalamnya. Air ini terbagi menjadi dua bagian:
- Pertama: Air yang sedikit, yaitu kurang dari dua qullah.
Air ini menjadi najis karena terjatuh najis ke dalamnya walaupun sedikit dan tidak berubah sifat-sifatnya dari segi warna, bau dan rasa.
- Dua qullah setara dengan 192.857 kg.
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إذا استيقظ أحدُكم من نومِهِ، فلا يَغْمِسْ يدَه في الإناءِ حتى يغسلَها ثلاثًا . فإنه لا يَدْرِي أين باتت يدُه
“Jika salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, maka jangan mencelupkan tangannya ke dalam bejana sebelum ia mencucinya tiga kali. Karena ia tidak mengetahui dimana letak tangannya semalam” (HR. Bukhari no. 162, Muslim no. 278).
Alasan Rasulullah ﷺ melarang mencelupkan tangan langsung ke bejana sebelum dicuci karena:
- Dikhawatirkan ada najis yang menempel di tangan.
- Ta'abudi (تعبدي): ketentuan hukum atau ibadah yang bersifat mutlak dan harus diterima apa adanya, tanpa perlu dicari alasan rasional atau hikmah di baliknya.
- Maknawi: tangan dipegang oleh setan disaat tidur.
- Kedua: Air yang banyak, yaitu yang cukup dua qullah atau lebih.
Air ini tidak menjadi najis dengan semata-mata terjatuh atau tersentuh najis, tetapi ia menjadi najis apabila berubah satu dari sifatnya, yaitu warna, rasa atau bau.
Dalilnya ialah ijma' para ulama. Imam al-Nawawi menyebut dalam kitabnya al-Majmu', Ibn Munzir berkata: “Ulama telah bersepakat bahawa air yang sedikit atau banyak, apabila najis jatuh ke dalamnya dan berubah rasa, warna atau bau, air itu menjadi najis.”
Air yang Boleh Digunakan Untuk Bersuci
Keempat jenis air tersebut tidak semuanya boleh untuk bersuci, yaitu mengangkat hadas dan menghilangkan najis. Tetapi air yang boleh untuk bersuci hanyalah jenis yang pertama (air mutlak) dan yang kedua air musyammas. Namun air kedua itu makruh digunakan pada badan.
Sementara air jenis yang ketiga walaupun suci tidak boleh digunakan untuk bersuci. Ia hanyalah boleh digunakan untuk tujuan selain bersuci seperti minum, memasak dan sebagainya.
Air jenis yang keempat ialah air mutanajjis. Ia tidak boleh digunakan untuk apapun.
****
Bejana-Bejana
Bejana ialah tempat yang diletakkan di dalamnya cairan atau seumpamanya. Terdapat beberapa pembahasan yang berkaitan dengannya:
- Pertama: Hukum Menggunakan Bejana yang Dibuat dari Emas atau Perak
Haram menggunakan bejana emas atau perak dalam keadaan apapun seperti untuk berwudhu' dan minum kecuali dalam keadaan darurat yang tidak ada pilihan.
Hal ini berdasarkan hadith Nabi ﷺ, Dari Hudzaifah bin al-Yaman Radhiyallahu’anhu:
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – – لَا تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ والْفِضَّةِ، وَلَا تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهَا، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي الْآخِرَةِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian minum dengan bejana yang terbuat dari emas dan perak. Janganlah pula kalian makan dengan piring yang terbuat dari emas dan perak. Karena barang-barang itu untuk mereka di dunia, sedangkan untuk kalian di akhirat.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 5426 dan Muslim, no. 2067]
Diqiaskan pengharaman menggunakan bejana emas dan perak untuk makan dan minum kepada penggunaan yang lain, seperti untuk tujuan perhiasan (kecuali wanita), pajangan dan seumpamanya. Pengharaman ini berlaku bagi lelaki dan perempuan.
- Kedua: Hukum Menggunakan Bejana yang Ditambal dengan Emas atau Perak
Haram menggunakan bejana yang ditambal dengan emas baik kecil atau besar. Adapun bejana yang ditambal dengan perak, jika tambalan itu kecil dan bukan tujuan hiasan adalah boleh. Tetapi jika tambalan itu besar serta tujuan hiasan, hukumnya adalah haram. Namun sekiranya tambalan itu besar karena suatu keperluan ataupun kecil untuk tujuan hiasan, hukumnya makruh.
Dalil yang menunjukkan bolehnya menggunakan bejana yang ditambal dengan perak yang banyak karena ada keperluan adalah berdasarkan hadits Rasulullah ﷺ , dari Asim al-Ahwal, katanya:
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - رضي الله عنه - - أَنَّ قَدَحَ النَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - اِنْكَسَرَ، فَاتَّخَذَ مَكَانَ الشَّعْبِ سِلْسِلَةً مِنْ فِضَّةٍ. - أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu'anhu, sesungguhnya mangkok Nabi ﷺ retak, lalu beliau (Anas bin Malik) menambal tempat yang retak itu dengan sambungan yang terbuat dari perak (Dikeluarkan oleh Bukhari)
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم