Kategori Fiqh

Pemahaman muslimin mengenai praktik-praktik ibadah berdasarkan Syariat
Kajian Bertema Fiqh

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab:Khulashatul Kalam 'alaa Umdatul Ahkam
Karya: Syaikh Abdullah Alu Bassam Rahimahullah
Hari/Tanggal: Selasa, 23 Rabi’ul Awal 1447 / 16 September 2025
Bersama Ustadz Mohammad Alif, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱  - Staff Pengajar Ma'had Imam Bukhari Solo
Tempat: Masjid Al-Ikhlash Jl. Adi Sucipto - Kerten Solo
📗 Hadist:Kitab Taysiiril Alam 'alaa Umdatil Ahkam (Ringkasan berikut diambil dari كتاب تيسير العلام شرح عمدة الأحكام).
Daftar Isi:

 



بَابُ الوِتر
Bab: Shalat Witir 

📖 Hadits 2/122: Bolehnya Shalat Witir di Awal Malam

عن عائشة رضي الله عنها قالت: «من كلِّ الليل أَوْتَرَ رسول الله صلى الله عليه وسلم : من أول الليل، وأوسطه، وآخره، وانتهى وِتْرُهُ إلى السَّحَرِ».
[صحيح] - [متفق عليه]

“Dari A'isyah Radhiyallahu’anha berkata: "Setiap malam Rasulullah ﷺ shalat witir kadang di awal malam, ditengahnya dan di akhirnya. Witir Beliau berakhir sampai waktu sahur". - [Hadis sahih] - [Muttafaq 'alaih]

📃 Penjelasan:

Waktu shalat witir adalah sesudah shalat laya dan asherakhir sampai terbitnya fajar. Karena itu Nabi ﷺ (kadang) shalat witir di awal malam, ditengah malam dan diakhirnya. Tetapi jika dilakukan pada akhir malam maka lebih utama. Pada waktu sahur Beliau tetap melakukan witir, untuk menutup shalat Malamnya.

💡 Faedah yang dapat diambil dari hadits:
  1. Bolehkannya shalat witir di awal malam, ditengah atau di akhirnya. Karena semuanya adalah waktu shalat malam.
  2. Tetapi yang lebih utama, shalat witir adalah di akhir malam bagi mereka yang mampu bangun malam.

*****

Hadits 3/123: Nabi ﷺ shalat Malam 13 Raka'at dengan 5 Raka'at Witir

وَعَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُوتِرُ مِنْ ذلِكَ بِخَمْسٍ، لاَ يَجْلِسُ فِي شَيْءٍ إلاَّ فِي آخِرِهَا.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat malam tiga belas rakaat. Lima di antaranya adalah shalat witir. Beliau tidak duduk kecuali pada rakaat terakhir.” [HR. Muslim, no. 737]

📃 Penjelasan:

A'isyah Radhiyallahu’anha menjelaskan sifat shalat malam Nabi ﷺ bahwa Beliau shalat malam tiga belas rakaat. Delapan rakaat yang pertama, dua rakaat, dua rakaat. Kemudian lima rakaat langsung satu kali salam tanpa duduk (tasyahud) kecuali pada rakaat terakhir, sebagai shalat witir.

Riwayat dari A'isyah Radhiyallahu’anhu tentang cara shalat, malam Nabi ﷺ itu berbeda-beda. Ada riwayat tujuh rakaat, ada riwayat sembilan rakaat, ada juga sebelas rakaat dan ada riwayat tiga belas raka'at, dan lagi riwayat yang lain. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan dari A'isyah Radhiyallahu’anha bahwa beliau tidak shalat lebih dari sebelas raka’at.

Yang baik adalah menjama' beberapa riwayat tadi, Riwayat yang menyatakan: (bahwa Rasulullah ﷺ shalat malam tidak lebih dari sebelas rakaat ini adalah yang sering. Beliau lakukan, dan kadarig-kadang Beliau tambah atau kurangi sesuai kondisi badan atau untuk tujuan pelajaran dan menerangkan bolehnya demikian itu.

💡 Faedah yang dapat diambil dari hadits:
  1. Bahwa Nabi ﷺ menjadikan shalat malamnya tiga belas rakaat selain dua rakaat shalat sunnah fajar.
  2. Bahwa Beliau kadang-kadang shalat witir lima rakaat, dan tidak duduk tasyahud kecuali di rakaat yang terakhir.
  3. Cara shalat malam yang dimaksud adalah dua rakaat, dua rakaat selain witir. Kadang Rasulullah ﷺ shalat tujuh rakaat langsung dengan satu tasyahud dan salam, pernah juga lima rakaat langsung, kadang-kadang Beliau shalat sembilan rakaat, duduk tasyahud awal tanpa salam pada rakaat kedelapan, kemudian berdiri untuk rakaat kesembilan lalu duduk tasyahud dan salam.
  4. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Sebaik-baik shalat selain shalat fardhu adalah shalat malam, lebih-lebih shalat witir dan (sunnatul) fajar dua rakaat".
  5. Setelah menerangkan macam-macam witir yang sunnah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: "Apabila seorang imam mengamalkan suatu amalan yang ada dasarnya dari Sunnah dan shalat witir dengan cara-cara yang disebutkan di atas maka makmum hedaknya mengikutinya".
  6. Al-Mahamili berkata bahwa shalat witirnya Nabi ﷺ ada enam cara:

- Satu Raka'at
- Tiga raka’at
- Lima raka'at langsung dengan satu kali tasyahud/ salam.
- Tujuh rakaat, duduk tasyahud pada raka’at keenam tanpa salam, kemudian bangun lagi ke raka’at ketujuh dan mengakhirinya (dengan tasyahud yang kedua dan salam)
- Sembilan raka'at duduk tasyahud pada rakaat kedelapan kemudian mengakhirinya (dengan) teryahud yang kedua dan salam.
- Sebelas rakaat, tiap dua raka’at salam, kemudian ditutup dengan satu rakaat.

Faedah: Hadits-hadits mengenai shalat witir diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu’anha, ini menunjukkan bahwa shalat sunnah lebih afdhal dilakukan di rumah, untuk menjaga keikhlasan padahal Nabi ﷺ bisa saja melakukannya di masjid.

*****

بَابُ الذكر عَقب الصَّلاة
Bab: Dzikir sesudah Shalat

Mukadimah

Do'a dan istighfar sesudah shalat memiliki hikmah yang besar sekali dan sangat penting, Untuk menunjukkan kekurangan dan kelemahan diri dari sifat kesempurnaan, menutupi kekurangan-kekurangan yang terjadi waktu shalat dan merupakan ternpat-tempat dikabuikannya do'a.

Juga merupakan tanda ketaatan dan tidak jemunya (seorang hamba). Karena keadaannya seperti berpindah dari satu ibadah ke ibadah yang lain. Di dalam doa juga mengandung banyak tambahan kebaikan-kebaikan, penghapus kesalahan, dan meningkatkan derajat.

Hadits 1/124: Mengeraskan Dzikir Sesudah Shalat

عَنْ ابْن عَبَّاس رضيَ الله عَنْهُمَا أنَّ رَفْعَ الصوت بالذِّكْرِ حِين يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ المَكْتُوبَةِ- كان عَلَى عَهْدِ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم.

قَالَ ابنُ عبَّاس: كُنْتُ أعْلَمُ إِذَا انصَرَفُوا بِذلك إِذَا سَمِعْتُهُ.

وفي لفظ: "مَا كُنَّا نَعْرِفُ انْقضَاءَ صَلاةِ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم إلا بالتَّكبِير" متفق عليه.

"Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma bahwa mengeraskan suara dzikir sesudah orang-orang selesai shalat fardhu terjadi pada masa Rasulullah ﷺ. Ibnu Abbas, berkata: "Saya mengetahui selesainya shalat mereka apabila mendengar (dzikirnya)". Dalam lafadz yang lain: "Tidak kami ketahui selesainya shalat Rasulullah ﷺ kecuali setelah (terdengarnya) takbir". (HR. Bukhari no. 805-806 dan Muslim no. 583).

📃 Penjelasan:

Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma berkata: "Nabi ﷺ dan shahabat-sahabatnya mengeraskan suaranya dengan takbir dan dzikir kepada Allah ﷻ setelah selesai shalat lima waktu". Ibnu Abbas mengetahui hal itu dari gemuruhnya suara dzikir mereka.

💡 Faedah yang dapat diambil dari hadits:
  1. Dianjurkan berdzikir sesudah shalat karena di dalamnya banyak mengandung faedah dan dalam rangka mengikut sunnah Nabi ﷺ (ittibâ).
  2. Hendaknya mengeraskan suara dzikir berdasarkan amalan Nabi ﷺ dan para shahabat yang bersama Beliau ﷺ.
  3. Bisa jadi riwayat ini terjadi pada saat Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma masih kecil dan tidak ikut shalat berjamaah, dia hanya mendengar suara tahlil mereka dari luar masjid.
  4. Atau mungkin dia hadir berjamaah tetapi di shaf yang jauh di belakang dan tidak ada penyambung suara. Sehingga dia tidak dapat mengetahui selesainya shalat Nabi ﷺ kecuali setalah mendengar suara tahlil dari shaf-shaf pertama.
Tambahan Faedah:

Para ulama berbeda pendapat mengenai mengangkat suara dalam berdzikir setelah shalat:

  1. Dianjurkan mengangkat suara dalam berdzikir (madzhab Hanabilah) sesuai riwayat Ibnu Abbas di atas.
  2. Pendapat Jumhur ulama tidak dianjurkan mengeraskan dzikir setelah shalat, adapun riwayat di atas sebagai bentuk pengajaran cara berdzikir. (Pendapat Imam Syafi'i Rahimahumullah), dalilnya:

Allah ﷻ berfirman:

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚإِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf: 55)

Dalam hadits Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – ، فَكُنَّا إِذَا أَشْرَفْنَا عَلَى وَادٍ هَلَّلْنَا وَكَبَّرْنَا ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُنَا ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّهُ مَعَكُمْ ، إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ ، تَبَارَكَ اسْمُهُ وَتَعَالَى جَدُّهُ »

“Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika sampai ke suatu lembah, kami bertahlil dan bertakbir dengan mengeraskan suara kami. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Wahai sekalian manusia. Lirihkanlah suara kalian. Kalian tidaklah menyeru sesuatu yang tuli dan ghoib. Sesungguhnya Allah bersama kalian. Allah Maha Mendengar dan Maha Dekat. Maha berkah nama dan Maha Tinggi kemuliaan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2830 dan Muslim no. 2704).

Hal ini menunjukkan bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah suka dengan suara keras saat dzikir dan do’a.

  1. Dianjurkan mengeraskan dzikir dan melirihkan do'a.

*****

Hadits 2/125: Lafadz Dzikir Sesudah Shalat

عَنْ وَرَّادٍ مَوْلَى الْمُغِيرةِ بْنِ شُعْبَةَ قال: أمْلَى عَلَىَّ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ في كِتَاب إِلَى مُعَاوِيَةَ: أنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم كانَ يَقُولُ في دُبُرِ كُلِّ صلاَةٍ مَكتُوبَةٍ:

" لاَ إلهَ إِلاَّ الله وَحدَهُ لاَشَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ ولهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيءٍ قَدِير: الَّلهُمَّ لاَمَانِعَ لِمَا أعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِى لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ يَنفعُ ذَا الجَدِّ مِنْكَ الَجْدُّ ".

ثمَّ وَفَدتُ بَعْدَ ذلِكَ عَلَى مُعاوِيَةَ،. فَسَمِعْتُهُ يَأْمُرُ النَّاسَ بِذلِكَ.

وفي لفظ " كانَ يَنْهَى عَنْ قِيل وَقَالَ. وَإِضَاعَةِ المَالِ، وَكَثْرَةِ السُّؤَالَ"

وكَانَ يَنْهَى عَنْ عُقُوقِ الأمَّهَاتِ، وَوَأد البَنَاتِ وَمَنْعٍ وَهَاتِ.

Dari Warradin maula Mughirah bin Syu'bah berkata: " Mughirah bin Syu'bah Radhiyallahu’anhu mendikte pada saya sebuah surat untuk dikirimkan ke Mu'awiyah bahwa Rasulullah ﷺ apabila selesai shalat fardhu biasa mengucapkan: "Tidak ada ilah yang patut disembah kecuali Allah yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya seluruh kerajaan dan pujian-pujian dan Dia berkuasa atas segala sesuatu. Ya Allah! Tidak ada yang dapat menolak apa yang Engkau beri, dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau tolak, tidak berguna orang yang memiliki kekayaan kecuali dari Engkau".

Kemudian saya kirirakan (surat tersebut) ke Mu'awiyah, dan saya mendengar dia menyuruh orang-orang membaca do'a ini.

Dalam lafadz yang lain: “Beliau ﷺ melarang (banyak berkata dengan mengucapkan): "Katanya si fulan (begini), katanya si fulan (begitu)..., menghambur-hamburkan harta (boros), dan banyak bertanya. Beliau juga melarang durhaka kepada ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup dan menolak bersedekah".

[HR. Bukhari, no. 5975 dan Muslim, no. 593]

💡 Faedah yang dapat diambil dari hadits:
  1. Dianjurkan membaca doa ini setelah shalat wajib.
  2. Doa. ini mengandung ketauhidan Allah ﷻ dan meniadakan kesyirikan terhadap sembahan-sembahan lain di sisi-Nya. Penetapan (Allah sebagai) Raja secara mutlak, pujian yang sempurna, dan kekuasaan secara mutlak bagi Allah ﷻ. Juga mengEsakan Allah ﷻ sebagai pengatur dan penguasa segala sesuatu di bawah kekuasaan Tangan-Nya, Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah, Asma dan Sifat-sifatNya.
  3. Larangan sifat-sifat yang tercela karena mengandung hal-hal yang merusak nilai-nilai agama dan keduniaan.
  4. Apabila seorang mukmin mengetahui bahwa Allah ﷻ adalah Zat yang Maha memberi dan menolak maka jiwanya akan benar-benar bergantung kepada Allah ﷻ, dan tidak berpaling kepada yang lain.
  5. Bersegeranya para shahabat Radhiyallahu’anhum dalam melaksanakan sunah Nabi ﷺ. Tatkala do'a ini sampai kepada Muawiyyah, ia langsung memerintahkan kaum muslimin untuk mengamalkannya.
  6. Mengamalkan kebaikan yang sudah dikenal dalam masalah yang telah disepakati dari segala segi, dan bahwa Allah ﷻ tidak memerintahkan suatu amalan, melainkan untuk dikerjakan.
  7. Kabar dari satu orang dapat diterima.
  8. Larangan menyia-nyiakan harta yaitu membelanjakannya bukan pada jalan yang disyariatkan, padahal Allah ﷻ menjadikan harta itu untuk kemashlahatan ummat. Maka apabila dihambur-hamburkan, hilanglah. kemaslahatan tadi. Jalan untuk Infak itu ada tiga:

a) Infak yang tercela, yaitu memberikan harta pada hal-hal yang tercela dari segi syara', baik sedikit ataupun banyak.
b) Infak yang terpuji, yaitu mengeluarkan harta pada jalan yang baik dan kebajikan, sebatas tidak mengganggu atau mengurangi hak-hak lain yang lebih penting.
c) Yaitu membelanjakan harta di jalan yang mubah dan demi kepuasan jiwa, yang dibolehkan oleh syariat. Yang baik dalam hal ini adalah sekedar cukup untuknya dan tidak berlebih-lebihan.

****

Hadits 3/126: Amalan Dzikir setelah Shalat dan Keutamaan Orang Kaya dengan Sedekahnya

عَنْ سُمَىّ مَولى أبى بَكر عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ الحارثِ بْنِ هِشَامِ عَنْ أبى صَالِح السَّمّانِ عَنْ أبي هُرَيرةَ رَضِىَ الله عَنْهُ أنَّ فُقَرَاءَ الْمُهَاجِرينَ أتُوْا رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم. فَقَالُوا: يَا رَسُولَ الله ذَهَبَ أهْلُ الدُّثور (١) بالدَّرَجَاتِ الْعُلى، و َالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ.

قَالَ: وَمَا ذَاَكَ؟ قَالُوا: يُصَلّونَ كَما نُصَلِّى، وَيَصُومُونَ كمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ ولا نَتَصَدَّقُ، وَيُعْتِقُونَ وَلاَ نُعْتِقُ.

فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " أَفَلاَ أعَلِّمُكمْ شَيْئَاً تُدْركونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكْم وَتَسْبِقُونَ مَن بَعْدَكُمْ وَلاَ يَكُونُ أحَد أفضَلَ مِنْكُمْ إلاَّ مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعتُمْ؟ " قَالوا: بَلَى يَا رَسُولَ الله.

قال: " تُسَبِّحُونَ وَتُكِّبرونَ، وَتَحْمَدُونَ، دُبُرَ (٢) كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاثاً وَثَلاثِينَ مَرَّة ".

قال أبو صالح: فَرَجَعَ فُقَرَاءُ المُهَاجِرِينَ إلَى رَسولِ الله صلى الله عليه وسلم فَقَالوا: يَا رَسُولَ الله، سَمِعَ إخْوَانُنَا (٣) أهْل الأمْوَالِ بِماَ فَعَلنَا فَفَعَلوا مِثْلَهُ. -.

فَقالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: " ذلِكَ فَضْلُ الله يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ".

قَالَ سُمَىّ: فَحَدَّثْتُ بَعْضَ أهْلِي بِهَذَا الْحَدِيثِ فَقَالَ: وَهَمْتَ إِنَّمَا قَالَ: تُسبِّحُ الله ثَلاَثاً وَثَلاَثِينَ، وَتُكَبِّرُ الله ثَلاَثاً وَثَلاَثِينَ وَتَحْمَدُ الله ثَلاَثاً وَثلاَثِينَ.

فَرَجَعْت إٍلى أبي صَالِح فَذَكَرتُ لَهُ ذَلِكَ فَقَالَ: قُلْ: "الله أكْبَرُ وَسُبْحَان الله والْحَمدُ لله، حَتَّى تَبْلُغَ مِنْ جَمِيعِهِنَّ ثَلاَثَاً وَثَلاثِينَ " رواه مسلم.

"Dari Sumayyah Maula Abu Bakar bin Abdurrahman bin Haritz bin Hisyam dari Abu Shalih As-Samani dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa orang-orang fakir dari golongan muhajirin mendatangi Rasulullah ﷺ mereka mengatakan: "Wahai Rasulullah ﷺ Orang-orang hartawan telah mendahului kita dengan derajat yang tinggi dan ditempat-tempat serba nikmat". Beliau Nabi ﷺ bertanya: "Apa itu" ?

Mereka menjawab: "Orang-orang hartawan itu shalat sebagaimana kami shalat, mereka juga puasa sebagaimana kami puasa dan mereka bersedekah tetapi kami tidak (bisa) bersedekah, mereka membebaskan perbudakan tetapi kami tidak (bisa)". Maka Rasulullah ﷺ menjawab: "Maukah kalian saya ajarkan suatu amalan yang dapat mencapai derajat mereka yang mendahului kalian dan dapat melebihi mereka yang di belakang kalian dan tidak ada seorangpun yang lebih utama dari kalian kecuali mereka yang mengamalkan seperti yang kalian amalkan?"

Mereka menjawab: "Mau wahai Rasulullah". Maka Rasulullah ﷺ bersabda: "Bacalah oleh kalian Tasbih, Takbir dan Tahmid, tiap sesudah shalat, tiga puluh tiga kali".

Abu Shalih berkata: "Orang-orang muhajirin yang fakir kembali ke Rasulullah ﷺ dan mengatakan: "Wahai Rasulullah, Kawan-kawan kami mendengar para hartawan juga mengamalkan seperti apa yang telah kami amalkan". Maka Rasulullah ﷺ menjawab:

"Itulah kelebihan yang Allah berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki".

Sumayyah mengatakan: "Saya telah mernbacakan hadits ini kepada sebagian keluargaku maka mereka mengatakan: "Kamu salah (dengar)! Beliau ﷺ hanya mengatakan: "Bertasbih tiga puluh tiga kali, bertakbir tiga puluh tiga kali, dan bertahmid tiga puluh tiga kali". Kemudian saya mendatangi lagi Abu Shalih dan saya ceritakan kejadian itu padanya maka dia mengatakan: “Seluruhnya hingga mencapai tiga puluh tiga kali". (HR. Muslim)

📃 Penjelasan:
  • Hadits ini menunjukkan ghibthoh para sahabat dalam beramal, yaitu bentuk rasa ingin mendapatkan atau meneladani kebaikan orang lain tanpa mengharapkan kebaikan itu hilang dari pemiliknya, dan ini diperbolehkan dalam agama.
  • Ada riwayat dzikir yang lain sebanyak 25 kali dan 10 kali, maka jika buru-buru bisa mengambil jumlah yang sedikit. Daripada berdzikir yang banyak tapi tidak bermakna.
💡 Faedah yang dapat diambil dari hadits:
  1. Cintanya para shahabat yang sungguh-sungguh kepada kebaikan, dan mereka saling berlomba dalam amalan-amalan shalih. Para fuqara merasa berat karena tidak dapat beribadah dengan harta, sementara mereka yang kaya tidak segan-segan membantu kaum fuqara dengan harta mereka di segala bidang kebaikan. Semoga Allah ﷻ memberikan keutamaan dan kemuliaan-Nya dengan pahala atas niat mereka yang mulia itu.
  2. Hadits tersebut juga menunjukkan lebih utamanya orang kaya yang pandai bersyukur daripada orang fakir yang sabar karena kelebihan amalan pada mereka. Dalam masalah ini banyak perbedaan pendapat di kalangan ulama.
  3. Berinfak untuk jalan kebaikan (menurut syariat) bisa menaikkan martabat. Ibnul Qayyim mengatakan bahwa jika seorang yang kaya takwa kepada Allah ﷻ dengan hartanya dan berinfak di jalan-Nya, tidak hanya zakat saja, tetapi juga memberi makan orang-orang yang kelaparan, memberi pakaian mereka yang telanjang, dan menolong orang-orang susah yang sangat membutuhkan. Maka bila dia telah menempuh jalan seperti pembagian harta rampasan perang (ghanimah) dan ini fauqa salaamah Rasulullah ﷺ menetapkan bagi orang miskin (yang beramal shalih -pent) sama dengan orang kaya (yang beramal shalih, ibadah -pent), namun derajatnya lebih tinggi dengan sebab infaqnya.
  4. Keutamaan dzikir yang tersebut dalam hadits. Yaitu dapat mengejar pahala, bagi mereka yang membacanya setiap selesai shalat, yang tidak dapat di susul oleh seorang pun, kecuali mereka sama-sama membacanya untuk mensucikan diri dan melatih akhlaknya.
  5. Bahwa petunjuk dan rezeki itu di Tangan Allah ﷻ. Dialah yang membagi untuk hamba-hambaNya. maka sepatutnya mereka rela dengan pembagian Allah ﷻ.
  6. Disyariatkan membaca dzikir ini sesudah shalat lirna waktu sebagaimana terdapat pada sebagian riwayat yang menyebutkan kaitannya dengan shalat wajib (lima waktu). Demikianlah sighat (bentuk kalimat)nya. Kata Tasbih mengandung pengertian tidak adanya sifat kekurangan pada Allah ﷻ, kemudian Tahmid berarti penetapan sifat kesempurnaan, dan Takbir berarti penetapan sifat keagungan. Ibnul Qayyim menekankan, hitungannya tiga puluh tiga dari masing-masing kata (tasbih, tahmid, dan takbir).

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

  • Media
    Sarana belajar Agama Islam melalui video dan audio kajian dari Asatidz Indonesia yang bermanhaj salaf...
    Ebook
    Bahan bacaan penambah wawasan berupa artikel online maupun e-book yang bisa diunduh. Ebook Islami sebagai bahan referensi dalam beberapa topik yang insyaAllah bermanfaat.
  • image
    Abu Hazim Salamah bin Dînâr Al-A’raj berkata, “Setiap nikmat yang tidak mendekatkan kepada Allah, maka hal tersebut adalah ujian/petaka.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyâ dalam Asy-Syukr Lillâh]
    image
    ‘Ammâr bin Yâsir radhiyallâhu ‘anhumâ berkata,“Ada tiga perkara, siapa yang mengumpulkannya, sungguh dia telah mengumpulkan keimanan: inshaf dari jiwamu, menebarkan salam kepada alam, dan berinfak bersama kefakiran.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry secara Mu’allaq dan Al-Baihaqy]

Share Some Ideas

Punya artikel menarik untuk dipublikasikan? atau ada ide yang perlu diungkapkan?
Kirim di Sini