Kategori Fiqh

Pemahaman muslimin mengenai praktik-praktik ibadah berdasarkan Syariat
Kajian Bertema Fiqh

بِسْـمِ اللَّهِ الرحمن الرحيم

Materi : Kitab Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Pemateri : Ustadz Hamzah Al-Fajri, S.Pd Hafizhahullah (Pengajar Ilmu Syar'i Pondok Pesantren Imam Bukhori)
Hari, Tanggal : Ahad , 19 Oktober 2025 M / 27 Rabi’ul Akhir 1447 H
Tempat : Masjid Al-Ikhlas - Adi Sucipto Jajar Solo.
Daftar Isi :


Kitab Al-Buyu' (Jual Beli) #4

Jual Beli yang Terlarang

Melanjutkan pembahasan mengenai beberapa prinsip dalam bermuamalah:

1. Jual beli secara Gharar (yang tidak jelas sifatnya). (Dibahas pada pertemuan sebelumnya).

2. Jual Beli Secara Mulamasah dan Munabadzah.

  • Mulamasah secara syar’i, yaitu seorang pedagang berkata, “Kain mana saja yang engkau sentuh, maka kain tersebut menjadi milikmu dengan harga sekian.”
  • Munabadzah secara syar’i berarti seseorang berkata, “Kain mana saja yang kamu lemparkan kepadaku, maka aku membayar-nya dengan harga sekian,” tanpa ia melihat kepada barang tersebut.

Hal ini berlaku umum seperti membeli buku tapi tidak boleh melihat daftar isinya. Jual beli ini bathil dan tidak diketahui adanya khilaf (perbedaan pendapat) para ulama akan rusaknya jual beli seperti ini.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَهُ قَالَ: نُهِيَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ الْمُلاَمَسَةِ وَالْمُنَابَذَةِ أَمَّا الْمُلاَمَسَةُ فَأَنْ يَلْمِسَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا ثَوْبَ صَاحِبِهِ بِغَيْرِ تَأَمُّلٍ وَالْمُنَابَذَةُ أَنْ يَنبِذَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا ثَوْبَهُ إِلَى ألآخَرِ وَلَمْ يَنْظُرْ وَاحِدٌ مِنْهُمَا إِلَى ثَوْبِ صَاحِبهِ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, ia berkata, "(Kita) dilarang dari (melakukan) dua bentuk jual beli: yaitu secara mulamasah dan munabadzah. Adapun mulamasah ialah setiap orang dari pihak penjual dan pembeli meraba pakaian rekannya tanpa memperhatikannya. Sedangkan munabadzah ialah masing-masing dari keduanya melemparkan pakaiannya kepada rekannya, dan salah satu dari keduanya tidak memperhatikan pakaian rekannya."

(Shahih: Mukhtashar Muslim.no: 938 dan Muslim III: 1152 no: 2 dan 1511).

عَنِ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: نَهَانَا رَسُولُ اللّهِ َ ال عَنْ بَيْعَتَيْنِ وَلَبْسَتَيْنِ نَهَى عَنِ الْمُلاَمَسَةِ وَالْمُنَابَذَةِ في الْبُيْعِ وَالْمُلاَمَسَةُ لَمْسُ الرَّحُلِ ثَوْبَ الآخَرِ بِبَدِهِ بِاللَّيْلِ أَوْ بِالنَّهَارِ وَلاَ يَقْلِيُهُ إِلاَّ بِذَلِكَ وَالْمُنَابَذَةُ أَنْ يَنْبدَ الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ بِثَوِْهِ ويَئْبِذَ الآخَرُ إِلَيْهِ تَوْبَهُ وَيَكُونُ ذَلِكَ بَيْعَهُمَا مِنْ غَيْرِ نَظَرِ وَلاَ تَرَاضِ.

Dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu’anhu, ia berkata, "Rasulullah telah melarang kita dari (melakukan) dua bentuk jual beli dan dua hal yang mengandung ketidakjelasan: yaitu Beliau melarang jual beli secara mulamasah dan munabadzah. Mulamasah ialah seseorang meraba pakaian orang lain dengan tangannya, pada waktu malam atau siang hari, tetapi tanpa membalik-baliknya; dan munabadzah ialah seseorang melemparkan pakaiannya kepada orang lain dan orang lain itu pun melemparkan pakaiannya kepada pelempar pertama yang berarti masing-masing telah membeli dari yang lainnya tanpa diteliti dan tanpa saling merelakan."

(Muttafaqun 'alaih: Muslim III: 1152 no 1512, dan ini lafazhnya, Fathul Bari IV: 358 no: 2147, 44, 'Aunul Ma'bud IX: 231 no: 3362 dan Nasa'i VII: 260).

3. Jual Beli Barang secara Habalul Habalah.

Yaitu seekor unta melahirkan anak unta yang ada dalam kandungannya, kemudian unta yang telah melahirkan itu mengandung lagi.

Gambarannya yaitu seseorang menjual barang dengan harga yang ditangguhkan sampai unta melahirkan anak yang dikandungnya atau sampai unta mengandung anaknya. Batas waktu pembayaran akan tiba setelah binatang yang dikandung telah dilahirkan.

Hikmah diharamkannya jual beli ini karena mengandung unsur gharar sebab tidak diketahuinya secara jelas waktu pembayarannya.

عَنْ ابْنِ عُمَرَ ُهنا قَالَ: كَانَ أَهْلُ الجَاهِلِيَّةِ يَبْتَاعُوْنَ لَحْمَ الجَزُوْرِ إِلَى حَبَلِ الحَبَلَةِ وَحَبَلُ الحَبَلَةِ: أَنْ تُنْتَجُ النَّاقَةُ ثُمَّ تَحْمِلَ الَّتِيْ نُتِحَتْ، فَنَهَا هُمْ رَسُوْلُ اللهِ عَنْ ذَلِكَ.

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu’anhuma ia berkata, "Adalah kaum jahiliyah biasa melakukan jual beli daging unta sampai dengan lahirnya kandungan, kemudian unta yang dilahirkan itu bunting. Dan, habalul habalah yaitu unta yang dikandung itu lahir, kemudian unta yang dilahirkan itu bunting; kemudian Nabi ﷺ melarang yang demikian itu."

(Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari IV: 356 no: 2143, Muslim III: 1153 no: 1514, 'Aunul Ma'bud IX: 233 no: 3365,64, Tirmidzi II: 349 no:1247 secara ringkas, Nasa'i VII: 293 dan Ibnu Majah II: 740 no: 2197 secara ringkas).

4. Jual Beli dengan Lemparan Batu Kecil.

Disebut dengan istilah Hashah. Makna jual beli dengan cara melempar kerikil, yaitu seorang penjual berkata kepada pembeli, “Lemparkan kerikil ini, di mana saja kerikil ini jatuh, maka itulah batas akhir tanah yang engkau beli.”

Jual beli seperti ini hukumnya haram dan termasuk jual beli Jahiliyyah.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِلَ لثَعَنْ بَيْعِ الحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الغَرَرِ.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata, "Rasulullah melarang jual beli dengan lemparan batu kecil, dan jual beli secara gharar."

(Hasan: Shahih Ibnu Majah no: 1817 dan Ibnu Majah II: 752 no: 2235).

Dalam kitab Syarhu Muslim X: 156, Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, "Adapun jual beli secara lemparan batu-batu kecil itu, ada tiga penafsiran:

  • Pertama seorang penjual berkata pada si pembeli, 'Saya menjual dari sebagian pakaian ini, yang terkena lemparan batu saya,' atau ia berkata kepada si pembeli, 'Saya menjual kepadamu tanah ini, yaitu dari sini sampai dengan batas tempat jatuhnya batu yang dilemparkan.'
  • Kedua seorang berkata kepada si pembeli, 'Saya jual kepadamu barang ini, dengan catatan engkau mempunyai hak khyar (pilih) sampai aku melemparkan batu kecil ini.'
  • Ketiga pihak penjual dan pembeli menjadikan sesuatu yang dilempar dengan batu sebagai barang dagangan, yaitu pembeli berkata kepada penjual, 'Apabila saya lempar pakaian ini dengan batu, maka ia saya beli darimu dengan harga sekian.' Selesai.

Haram dan batal hukumnya seluruh bentuk praktek hashaah yang telah disebutkan di atas. Karena adanya unsur ketidakjelasan, gharar, penipuan, dan mudharat.

5. Upah Persetubuhan Pejantan.

عَنِ ابْنٍِ عُمَرَ ها قَال: تَهَى رَسُوْلُ اللهِ عَنِ عَسْبِ الفَحْلِ.

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu’anhuma, ia berkata, "Nabi melarang (makan) upah persetubuhan pejantan."

(Shahih: Mukhtashar Muslim no: 939, Fathul Bari IV: 461 no: 2284, 'Aunul Ma'bud IX: 296 no: 3412, Tirmidzi II: 372 no: 1291 dan Nasa'i VII: 310).

Yang dimaksud dengan “melarang sperma pejantan” dalam hadits di atas mencakup dua pengertian:

  1. Jual beli sperma pejantan.
  2. Menyewakan pejantan untuk mengawini betina.

Ibnu Hajar mengatakan,

وعلى كل تقدير فبيعه وإجارته حرام لأنه غير متقوم ولا معلوم ولا مقدور على تسليمه

“Apapun maknanya, memperjual-belikan sperma jantan dan menyewakan pejantan itu haram karena sperma pejantan itu tidak bisa diukur, tidak diketahui, dan tidak bisa diserah-terimakan.” (Fathul Bari, 4/461).

Ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Ibnul Qayyim mengatakan,

والصحيح تحريمه مطلقا وفساد العقد به على كل حال ويحرم على الآخر أخذ أجرة ضرابه

“Yang benar, sewa pejantan adalah haram secara mutlak, dan akadnya batal, apapun skema transaksinya. Haram bagi pemilik pejantan untuk mengambil hasil dari menyewakan pejantan.

6. Jual Beli Sesuatu yang Belum Menjadi Hak Milik.

Yaitu jual beli barang yang dimiliki orang lain tanpa diminta untuk menjualkan barangnya atau menjual sesuatu yang belum berlangsung serah terima barang.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Tidak boleh menjual barang yang tidak dimilikinya, yaitu dengan melakukan jual beli barang yang diinginkan pembeli dan menyerahkan barang tersebut kepadanya.”

عَنْ حَكِيْمٍ بْنِ حِزَامٍ قَالَ: قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ، الرَّجُلُ يَسْألُنِيْ البَيْعَ وَلَيْسَ عِنْدِي أَفَأً بِيْعَهُ؟ قَالَ لأتَبعْ مَالَيْسَ عِنْدَكَ.

Dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu’anhu, ia berkata : Aku berkata, "Ya Rasulullah, ada seorang akan membeli darıku sesuatu yang tidak kumiliki. Bolehkah saya menjualnya?" Maka jawab Beliau, "Jangan kamu jual sesuatu yang tidak menjadi milikmu."

(Shahih: Irwa'ul Ghalil no; 1292, Ibnu Majah Il: 737 no: 2187, Tirmidzi II: 350 no: 1250, 'Aunul Ma'bud IX: 401 no: 3486, Nasa'i VII: 289).

Misalnya: seorang pembeli datang kepada penjual dan meminta mobil miliknya, lalu si penjual menjual mobil sesuai dengan yang disifati (diinginkan) si pembeli, baik ia menerima atau tidak menerima uang darinya. Lalu akad jual beli pun mereka nyatakan selesai padahal barangnya (yang berupa mobil) tidak berada dalam kepemilikan si penjual. Jual beli ini tidak boleh.

Solusi: Seharusnya si penjual membeli barang dan memilikinya terlebih dahulu, kemudian setelah itu ia baru menjualnya walaupun si pembeli meminta barang tersebut sebelum itu.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

  • Media
    Sarana belajar Agama Islam melalui video dan audio kajian dari Asatidz Indonesia yang bermanhaj salaf...
    Ebook
    Bahan bacaan penambah wawasan berupa artikel online maupun e-book yang bisa diunduh. Ebook Islami sebagai bahan referensi dalam beberapa topik yang insyaAllah bermanfaat.
  • image
    Abu Hazim Salamah bin Dînâr Al-A’raj berkata, “Setiap nikmat yang tidak mendekatkan kepada Allah, maka hal tersebut adalah ujian/petaka.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyâ dalam Asy-Syukr Lillâh]
    image
    ‘Ammâr bin Yâsir radhiyallâhu ‘anhumâ berkata,“Ada tiga perkara, siapa yang mengumpulkannya, sungguh dia telah mengumpulkan keimanan: inshaf dari jiwamu, menebarkan salam kepada alam, dan berinfak bersama kefakiran.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry secara Mu’allaq dan Al-Baihaqy]

Share Some Ideas

Punya artikel menarik untuk dipublikasikan? atau ada ide yang perlu diungkapkan?
Kirim di Sini