Kategori Fiqh

Pemahaman muslimin mengenai praktik-praktik ibadah berdasarkan Syariat
Kajian Bertema Fiqh
lebaranIdul Fitri bisa memiliki banyak makna bagi tiap-tiap orang. Ada yang memaknai Idul Fitri sebagai hari yang menyenangkan karena tersedianya banyak makanan enak, baju baru, banyaknya hadiah, dan lainnya. Ada lagi yang memaknai Idul Fitri sebagai saat yang paling tepat untuk pulang kampung dan berkumpul bersama handai tolan. Sebagian lagi rela melakukan perjalanan yang cukup jauh untuk mengunjungi tempat-tempat wisata, dan berbagai aktivitas lain yang bisa kita saksikan. Namun barangkali hanya sedikit yang mau untuk memaknai Idul Fitri sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam โ€œmemaknainyaโ€.

Idul Fitri memang hari istimewa. Secara syarโ€™i pun dijelaskan bahwa Idul Fitri merupakan salah satu hari besar umat Islam selain Hari Raya Idul Adha. Karenanya, agama ini membolehkan umatnya untuk mengungkapkan perasaan bahagia dan bersenang-senang pada hari itu.

Sebagai bagian dari ritual agama, prosesi perayaan Idul Fitri sebenarnya tak bisa lepas dari aturan syariat. Ia harus didudukkan sebagaimana keinginan syariat.

Bagaimana masyarakat kita selama ini menjalani perayaan Idul Fitri yang datang menjumpai? Secara lahir, kita menyaksikan perayaan Hari Raya Idul Fitri masih sebatas sebagai rutinitas tahunan yang memakan biaya besar dan juga melelahkan. Kita sepertinya belum menemukan esensi yang sebenarnya dari Hari Raya Idul Fitri sebagaimana yang dimaukan syariat.

Bila Ramadhan sudah berjalan 3 minggu atau sepekan lagi ibadah puasa usai, โ€œaromaโ€ Idul Fitri seolah mulai tercium. Ibu-ibu pun sibuk menyusun menu makanan dan kue-kue, baju-baju baru ramai diburu, transportasi mulai padat karena banyak yang bepergian atau karena arus mudik mulai meningkat, serta berbagai aktivitas lainya. Semua itu seolah sudah menjadi aktivitas โ€œwajibโ€ menjelang Idul Fitri, belum ada tanda-tanda menurun atau berkurang.

Untuk mengerjakan sebuah amal ibadah, bekal ilmu syarโ€™i memang mutlak diperlukan. Bila tidak, ibadah hanya dikerjakan berdasar apa yang dia lihat dari para orang tua. Tak ayal, bentuk amalannya pun menjadi demikian jauh dari yang dimaukan syariat.

Demikian pula dengan Idul Fitri. Bila kita paham bagaimana bimbingan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam masalah ini, tentu berbagai aktivitas yang selama ini kita saksikan bisa diminimalkan. Beridul Fitri tidak harus menyiapkan makanan enak dalam jumlah banyak, tidak harus beli baju baru karena baju yang bersih dan dalam kondisi baik pun sudah mencukupi, tidak harus mudik karena bersilaturahim dengan para saudara yang sebenarnya bisa dilakukan kapan saja, dan sebagainya. Dengan tahu bimbingan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beridul Fitri tidak lagi butuh biaya besar dan semuanya terasa lebih mudah.

Berikut ini sedikit penjelasan tentang bimbingan syariat dalam beridul Fitri.

Definisi Id (Hari Raya)

Ibnu Aโ€™rabi mengatakan: โ€œId1 dinamakan demikian karena setiap tahun terulang dengan kebahagiaan yang baru.โ€ (Al-Lisan hal. 5)

Ibnu Taimiyyah berkata:
โ€œId adalah sebutan untuk sesuatu yang selalu terulang berupa perkumpulan yang bersifat massal, baik tahunan, mingguan atau bulanan.โ€ (dinukil dari Fathul Majid hal. 289 tahqiq Al-Furayyan)

Id dalam Islam adalah Idul Fitri, Idul Adha dan Hari Jumโ€™at.

ุนูŽู†ู’ ุฃูŽู†ูŽุณู ู‚ูŽุงู„ูŽ: ู‚ูŽุฏูู…ูŽ ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุฏููŠู’ู†ูŽุฉูŽ ูˆูŽู„ูŽู‡ูู…ู’ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽุงู†ู ูŠูŽู„ู’ุนูŽุจููˆู’ู†ูŽ ูููŠู’ู‡ูู…ูŽุงุŒ ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ: ู…ูŽุง ู‡ูŽุฐูŽุงู†ู ุงู„ู’ูŠูŽูˆู’ู…ูŽุงู†ูุŸ ู‚ูŽุงู„ููˆุง: ูƒูู†ู‘ูŽุง ู†ูŽู„ู’ุนูŽุจู ูููŠู’ู‡ูู…ูŽุง ูููŠ ุงู„ู’ุฌูŽุงู‡ูู„ููŠู‘ูŽุฉู. ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ: ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‡ูŽ ู‚ูŽุฏู’ ุฃูŽุจู’ุฏูŽู„ูŽูƒูู…ู’ ุจูู‡ูู…ูŽุง ุฎูŽูŠู’ุฑู‹ุง ู…ูู†ู’ู‡ูู…ูŽุงุŒ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู’ู„ุฃูŽุถู’ุญูŽู‰ ูˆูŽูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ููุทู’ุฑู

Dari Anas bin Malik ia berkata: Rasulullah datang ke Madinah dalam keadaan orang-orang Madinah mempunyai 2 hari (raya) yang mereka bermain-main padanya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: โ€œApa (yang kalian lakukan) dengan 2 hari itu?โ€ Mereka menjawab: โ€œKami bermain-main padanya waktu kami masih jahiliyyah.โ€ Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: โ€œSesungguhnya Allah telah menggantikannya untuk kalian dengan yang lebih baik dari keduanya, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri.โ€ (Shahih, HR. Abu Dawud no. 1004, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani)

Hukum Shalat Id

Ibnu Rajab berkata: โ€œPara ulama berbeda pendapat tentang hukum Shalat Id menjadi 3 pendapat:

Pertama: Shalat Id merupakan amalan Sunnah (ajaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) yang dianjurkan, seandainya orang-orang meninggalkannya maka tidak berdosa. Ini adalah pendapat Al-Imam Ats-Tsauri dan salah satu riwayat dari Al-Imam Ahmad.
Kedua: Bahwa itu adalah fardhu kifayah, sehingga jika penduduk suatu negeri sepakat untuk tidak melakukannya berarti mereka semua berdosa dan mesti diperangi karena meninggalkannya. Ini yang tampak dari madzhab Al-Imam Ahmad dan pendapat sekelompok orang dari madzhab Hanafi dan Syafiโ€™i.
Ketiga: Wajib โ€˜ain (atas setiap orang) seperti halnya Shalat Jumโ€™at. Ini pendapat Abu Hanifah dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad.

Al-Imam Asy-Syafiโ€™I mengatakan dalam Mukhtashar Al-Muzani:
โ€œBarangsiapa memiliki kewajiban untuk mengerjakan Shalat Jumโ€™at, wajib baginya untuk menghadiri shalat 2 hari raya. Dan ini tegas bahwa hal itu wajib โ€˜ain.โ€ (Diringkas dari Fathul Bari Ibnu Rajab, 6/75-76)

Yang terkuat dari pendapat yang ada โ€“wallahu aโ€™lamโ€“ adalah pendapat ketiga dengan dalil berikut:

ุนูŽู†ู’ ุฃูู…ู‘ู ุนูŽุทููŠู‘ูŽุฉูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽุชู’: ุฃูŽู…ูŽุฑูŽู†ูŽุง ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฃูŽู†ู’ ู†ูุฎู’ุฑูุฌูŽู‡ูู†ู‘ูŽ ูููŠ ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ูˆูŽุงู’ู„ุฃูŽุถู’ุญูŽู‰ ุงู„ู’ุนูŽูˆูŽุงุชูู‚ูŽ ูˆูŽุงู„ู’ุญููŠู‘ูŽุถูŽ ูˆูŽุฐูŽูˆูŽุงุชู ุงู„ู’ุฎูุฏููˆู’ุฑูุŒ ููŽุฃูŽู…ู‘ูŽุง ุงู„ู’ุญููŠู‘ูŽุถู ููŽูŠูŽุนู’ุชูŽุฒูู„ู’ู†ูŽ ุงู„ุตู‘ูŽู„ุงูŽุฉูŽ ูˆูŽูŠูŽุดู’ู‡ูŽุฏู’ู†ูŽ ุงู„ู’ุฎูŽูŠู’ุฑูŽ ูˆูŽุฏูŽุนู’ูˆูŽุฉูŽ ุงู„ู’ู…ูุณู’ู„ูู…ููŠู’ู†ูŽ. ู‚ูู„ู’ุชู: ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู’ู„ูŽ ุงู„ู„ู‡ูุŒ ุฅูุญู’ุฏูŽุงู†ูŽุง ู„ุงูŽ ูŠูŽูƒููˆู’ู†ู ู„ูŽู‡ูŽุง ุฌูู„ู’ุจูŽุงุจูŒุŸ ู‚ูŽุงู„ูŽ: ู„ูุชูู„ู’ุจูุณู’ู‡ูŽุง ุฃูุฎู’ุชูู‡ูŽุง ู…ูู†ู’ ุฌูู„ู’ุจูŽุงุจูู‡ูŽุง

Dari Ummu โ€˜Athiyyah ia mengatakan: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengajak keluar (kaum wanita) pada (hari raya) Idul Fitri dan Idul Adha yaitu gadis-gadis, wanita yang haid, dan wanita-wanita yang dipingit. Adapun yang haid maka dia menjauhi tempat shalat dan ikut menyaksikan kebaikan dan dakwah muslimin. Aku berkata: โ€œWahai Rasulullah, salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab?โ€ Nabi menjawab: โ€œHendaknya saudaranya meminjamkan jilbabnya.โ€ (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim, ini lafadz Muslim Kitabul โ€˜Idain Bab Dzikru Ibahati Khurujinnisa)

Perhatikanlah perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk pergi menuju tempat shalat, sampai-sampai yang tidak punya jilbabpun tidak mendapatkan udzur. Bahkan tetap harus keluar dengan dipinjami jilbab oleh yang lain.

Shiddiq Hasan Khan berkata:
โ€œPerintah untuk keluar berarti perintah untuk shalat bagi yang tidak punya udzurโ€ฆ Karena keluarnya (ke tempat shalat) merupakan sarana untuk shalat dan wajibnya sarana tersebut berkonsekuensi wajibnya yang diberi sarana (yakni shalat).

Di antara dalil yang menunjukkan wajibnya Shalat Id adalah bahwa Shalat Id menggugurkan Shalat Jumโ€™at bila keduanya bertepatan dalam satu hari. Dan sesuatu yang tidak wajib tidak mungkin menggugurkan suatu kewajiban.โ€ (Ar-Raudhatun Nadiyyah, 1/380 dengan At-Taโ€™liqat Ar-Radhiyyah. Lihat pula lebih rinci dalam Majmuโ€™ Fatawa, 24/179-186, As-Sailul Jarrar, 1/315, Tamamul Minnah, hal. 344)

Wajibkah Shalat Id Bagi Musafir?
Sebuah pertanyaan telah diajukan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yang intinya: Apakah untuk Shalat Id disyaratkan pelakunya seorang yang mukim (tidak sedang bepergian)?

Beliau kemudian menjawab yang intinya:
โ€œUlama berbeda pendapat dalam masalah ini. Ada yang mengatakan, disyaratkan mukim. Ada yang mengatakan, tidak disyaratkan mukim.โ€

Lalu beliau mengatakan:
โ€œYang benar tanpa keraguan, adalah pendapat yang pertama. Yaitu Shalat Id tidak disyariatkan bagi musafir, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam banyak melakukan safar dan melakukan 3 kali umrah selain umrah haji, beliau juga berhaji wadaโ€™ dan ribuan manusia menyertai beliau, serta beliau berperang lebih dari 20 peperangan, namun tidak seorangpun menukilkan bahwa dalam safarnya beliau melakukan Shalat Jumโ€™at dan Shalat Idโ€ฆโ€ (Majmuโ€™ Fatawa, 24/177-178)

Mandi Sebelum Melakukan Shalat Id


ุนูŽู†ู’ ู…ูŽุงู„ููƒู ุนูŽู†ู’ ู†ูŽุงููุนู ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุนูŽุจู’ุฏูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุจู’ู†ูŽ ุนูู…ูŽุฑูŽ ูƒูŽุงู†ูŽ ูŠูŽุบู’ุชูŽุณูู„ู ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ู‚ูŽุจู’ู„ูŽ ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุบู’ุฏููˆูŽ ุฅูู„ูŽู‰ ุงู„ู’ู…ูุตูŽู„ู‘ูŽู‰

โ€œDari Malik dari Nafiโ€™, ia berkata bahwa Abdullah bin Umar dahulu mandi pada hari Idul Fitri sebelum pergi ke mushalla (lapangan).โ€ (Shahih, HR. Malik dalam Al-Muwaththa` dan Al-Imam Asy-Syafiโ€™i dari jalannya dalam Al-Umm)

Dalam atsar lain dari Zadzan, seseorang bertanya kepada โ€˜Ali radhiallahu 'anhu tentang mandi, maka โ€˜Ali berkata: โ€œMandilah setiap hari jika kamu mau.โ€ Ia menjawab: โ€œTidak, mandi yang itu benar-benar mandi.โ€ Ali radhiallahu 'anhu berkata: โ€œHari Jumโ€™at, hari Arafah, hari Idul Adha, dan hari Idul Fitri.โ€ (HR. Al-Baihaqi, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa`, 1-176-177))

Memakai Wewangian

ุนูŽู†ู’ ู…ููˆู’ุณูŽู‰ ุจู’ู†ู ุนูู‚ู’ุจูŽุฉูŽ ุนูŽู†ู’ ู†ูŽุงููุนู ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุงุจู’ู†ูŽ ุนูู…ูŽุฑูŽ ูŠูŽุบู’ุชูŽุณูู„ู ูˆูŽูŠูŽุชูŽุทูŽูŠู‘ูŽุจู ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ููุทู’ุฑู

โ€œDari Musa bin โ€˜Uqbah, dari Nafiโ€™ bahwa Ibnu โ€˜Umar mandi dan memakai wewangian di hari Idul fitri.โ€ (Riwayat Al-Firyabi dan Abdurrazzaq)

Al-Baghawi berkata:
โ€œDisunnahkan untuk mandi di hari Id. Diriwayatkan dari Ali bahwa beliau mandi di hari Id, demikian pula yang sejenis itu dari Ibnu Umar dan Salamah bin Akwaโ€™ dan agar memakai pakaian yang paling bagus yang dia dapati serta agar memakai wewangian.โ€ (Syarhus Sunnah, 4/303)

Memakai Pakaian yang Bagus


ุนูŽู†ู’ ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู„ู‡ู ุจู’ู†ู ุนูู…ูŽุฑูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ: ุฃูŽุฎูŽุฐูŽ ุนูู…ูŽุฑู ุฌูุจู‘ูŽุฉู‹ ู…ูู†ู’ ุฅูุณู’ุชูŽุจู’ุฑูŽู‚ู ุชูุจูŽุงุนู ูููŠ ุงู„ุณู‘ููˆู’ู‚ู ููŽุฃูŽุฎูŽุฐูŽู‡ูŽุง ููŽุฃูŽุชูŽู‰ ุจูู‡ูŽุง ุฑูŽุณููˆู’ู„ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ: ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู’ู„ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุงุจู’ุชูŽุนู’ ู‡ูŽุฐูู‡ู ุชูŽุฌูŽู…ู‘ูŽู„ู’ ุจูู‡ูŽุง ู„ูู„ู’ุนููŠู’ุฏู ูˆูŽุงู„ู’ูˆููููˆู’ุฏู. ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ู„ูŽู‡ู ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ: ุฅูู†ู‘ูŽู…ูŽุง ู‡ูŽุฐูู‡ู ู„ูุจูŽุงุณู ู…ูŽู†ู’ ู„ุงูŽ ุฎูŽู„ุงูŽู‚ูŽ ู„ูŽู‡ู

Dari Abdullah bin Umar bahwa Umar mengambil sebuah jubah dari sutera yang dijual di pasar maka dia bawa kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu Umar radhiallahu 'anhu berkata: โ€œWahai Rasulullah, belilah ini dan berhiaslah dengan pakaian ini untuk hari raya dan menyambut utusan-utusan.โ€ Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun berkata: โ€œIni adalah pakaian orang yang tidak akan dapat bagian (di akhirat)โ€ฆ.โ€ (Shahih, HR. Al-Bukhari Kitabul Jumโ€™ah Bab Fil โ€˜Idain wat Tajammul fihi dan Muslim Kitab Libas Waz Zinah)

Ibnu Rajab berkata:
โ€œHadits ini menunjukkan disyariatkannya berhias untuk hari raya dan bahwa ini perkara yang biasa di antara mereka.โ€ (Fathul Bari)

Makan Sebelum Berangkat Shalat Id


ุนูŽู†ู’ ุฃูŽู†ูŽุณู ุจู’ู†ู ู…ูŽุงู„ููƒู ู‚ูŽุงู„ูŽ: ูƒูŽุงู†ูŽ ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ู„ุงูŽ ูŠูŽุบู’ุฏููˆ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ูŠูŽุฃู’ูƒูู„ูŽ ุชูŽู…ูŽุฑูŽุงุชู. ูˆูŽู‚ูŽุงู„ูŽ ู…ูุฑูŽุฌู‘ูŽุฃู ุจู’ู†ู ุฑูŽุฌูŽุงุกู: ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ููŠ ุนูุจูŽูŠู’ุฏู ุงู„ู„ู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ: ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ููŠ ุฃูŽู†ูŽุณูŒ ุนูŽู†ู ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูˆูŽูŠูŽุฃู’ูƒูู„ูู‡ูู†ู‘ูŽ ูˆูุชู’ุฑู‹ุง

Dari Anas bin Malik ia berkata: Adalah Rasulullah tidak keluar di hari fitri sebelum beliau makan beberapa kurma. Murajjaโ€˜ bin Rajaโ€˜ berkata: Abdullah berkata kepadaku, ia mengatakan bahwa Anas berkata kepadanya: โ€œNabi memakannya dalam jumlah ganjil.โ€ (Shahih, HR Al-Bukhari Kitab Al-โ€™Idain Bab Al-Akl Yaumal โ€˜Idain Qablal Khuruj)

Ibnu Rajab berkata:
โ€œMayoritas ulama menganggap sunnah untuk makan pada Idul Fitri sebelum keluar menuju tempat Shalat Id, di antara mereka โ€˜Ali dan Ibnu โ€˜Abbas radhiallahu 'anhuma.โ€

Di antara hikmah dalam aturan syariat ini, yang disebutkan oleh para ulama adalah:
  1. Menyelisihi Ahlul kitab, yang tidak mau makan pada hari raya mereka sampai mereka pulang.
  2. Untuk menampakkan perbedaan dengan Ramadhan.
  3. Karena sunnahnya Shalat Idul Fitri lebih siang (dibanding Idul Adha) sehingga makan sebelum shalat lebih menenangkan jiwa. Berbeda dengan Shalat Idul Adha, yang sunnah adalah segera dilaksanakan. (lihat Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/89)
Bertakbir Ketika Keluar Menuju Tempat Shalat

ูƒูŽุงู†ูŽ ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูŠูŽุฎู’ุฑูุฌู ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ููŽูŠููƒูŽุจู‘ูุฑู ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ูŠูŽุฃู’ุชููŠูŽ ุงู„ู’ู…ูุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ูˆูŽุญูŽุชู‘ูŽู‰ ูŠูŽู‚ู’ุถููŠูŽ ุงู„ุตู‘ูŽู„ุงูŽุฉูŽุŒ ููŽุฅูุฐูŽุง ู‚ูŽุถูŽู‰ ุงู„ุตู‘ูŽู„ุงูŽุฉูŽุ› ู‚ูŽุทูŽุนูŽ ุงู„ุชู‘ูŽูƒู’ุจููŠู’ุฑูŽ

โ€œAdalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar di Hari Raya Idul Fitri lalu beliau bertakbir sampai datang ke tempat shalat dan sampai selesai shalat. Apabila telah selesai shalat beliau memutus takbir.โ€ (Shahih, Mursal Az-Zuhri, diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dengan syawahidnya dalam Ash-Shahihah no. 171)

Asy-Syaikh Al-Albani berkata:
โ€œDalam hadits ini ada dalil disyariatkannya apa yang diamalkan kaum muslimin yaitu bertakbir dengan keras selama perjalanan menuju tempat shalat walaupun banyak di antara mereka mulai menggampangkan sunnah (ajaran) ini, sehingga hampir-hampir menjadi sekedar berita (apa yang dulu terjadi). Hal itu karena lemahnya mental keagamaan mereka dan karena rasa malu untuk menampilkan sunnah serta terang-terangan dengannya. Dan dalam kesempatan ini, amat baik untuk kita ingatkan bahwa mengeraskan takbir di sini tidak disyariatkan padanya berpadu dalam satu suara sebagaimana dilakukan sebagian manusia2โ€ฆโ€ (Ash-Shahihah: 1 bagian 1 hal. 331)

Lafadz Takbir

Tentang hal ini tidak terdapat riwayat yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam โ€“wallahu aโ€™lamโ€“. Yang ada adalah dari shahabat, dan itu ada beberapa lafadz.

Asy-Syaikh Al-Albani berkata:
Telah shahih mengucapkan 2 kali takbir dari shahabat Ibnu Masโ€™ud radhiallahu 'anhu:

ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ูƒูŽุงู†ูŽ ูŠููƒูŽุจูุฑู ุฃูŽูŠู‘ูŽุงู…ูŽ ุงู„ุชู‘ูŽุดู’ุฑููŠู’ู‚ู: ุงู„ู„ู‡ู ุฃูŽูƒู’ุจูŽุฑู ุงู„ู„ู‡ู ุฃูŽูƒู’ุจูŽุฑู ู„ุงูŽ ุฅูู„ูŽู‡ูŽ ุฅูู„ุงู‘ูŽ ุงู„ู„ู‡ูŒ ูˆูŽุงู„ู„ู‡ู ุฃูŽูƒู’ุจูŽุฑู ุงู„ู„ู‡ู ุฃูŽูƒู’ุจูŽุฑู ูˆูŽู„ูู„ู‘ูŽู‡ู ุงู„ู’ุญูŽู…ู’ุฏู

Bahwa beliau bertakbir di hari-hari tasyriq:

ุงู„ู„ู‡ู ุฃูŽูƒู’ุจูŽุฑู ุงู„ู„ู‡ู ุฃูŽูƒู’ุจูŽุฑู ู„ุงูŽ ุฅูู„ูŽู‡ูŽ ุฅูู„ุงู‘ูŽ ุงู„ู„ู‡ูŒ ูˆูŽุงู„ู„ู‡ู ุฃูŽูƒู’ุจูŽุฑู ุงู„ู„ู‡ู ุฃูŽูƒู’ุจูŽุฑู ูˆูŽู„ูู„ู‘ูŽู‡ู ุงู„ู’ุญูŽู…ู’ุฏู

(HR. Ibnu Abi Syaibah, 2/2/2 dan sanadnya shahih)

Namun Ibnu Abi Syaibah menyebutkan juga di tempat yang lain dengan sanad yang sama dengan takbir tiga kali. Demikian pula diriwayatkan Al-Baihaqi (3/315) dan Yahya bin Saโ€™id dari Al-Hakam dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dengan tiga kali takbir.

Dalam salah satu riwayat Ibnu โ€˜Abbas disebutkan:

ุงู„ู„ู‡ู ุฃูŽูƒู’ุจูŽุฑู ูƒูŽุจููŠู’ุฑู‹ุง ุงู„ู„ู‡ู ุฃูŽูƒู’ุจูŽุฑู ูƒูŽุจููŠู’ุฑู‹ุง ุงู„ู„ู‡ู ุฃูŽูƒู’ุจูŽุฑู ูˆูŽุฃูŽุฌูŽู„ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุฃูŽูƒู’ุจูŽุฑู ูˆูŽู„ูู„ู‘ูŽู‡ู ุงู„ู’ุญูŽู…ู’ุฏู

(Lihat Irwa`ul Ghalil, 3/125)

Tempat Shalat Id

Banyak ulama menyebutkan bahwa petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam shalat dua hari raya adalah beliau selalu melakukannya di mushalla.

Mushalla yang dimaksud adalah tempat shalat berupa tanah lapang dan bukan masjid, sebagaimana dijelaskan sebagian riwayat hadits berikut ini.

ุนูŽู†ู ุงู„ู’ุจูŽุฑูŽุงุกู ู‚ูŽุงู„ูŽ: ุฎูŽุฑูŽุฌูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุฃูŽุถู’ุญู‹ู‰ ุฅูู„ูŽู‰ ุงู„ู’ุจูŽู‚ููŠู’ุนู ููŽุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุฑูŽูƒู’ุนูŽุชูŽูŠู’ู†ู ุซูู…ู‘ูŽ ุฃูŽู‚ู’ุจูŽู„ูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู†ูŽุง ุจููˆูŽุฌู’ู‡ูู‡ู ูˆูŽู‚ูŽุงู„ูŽ: ุฅูู†ู‘ูŽ ุฃูŽูˆู‘ูŽู„ูŽ ู†ูุณููƒูู†ูŽุง ูููŠ ูŠูŽูˆู’ู…ูู†ูŽุง ู‡ูŽุฐูŽุง ุฃูŽู†ู’ ู†ูŽุจู’ุฏูŽุฃูŽ ุจูุงู„ุตู‘ูŽู„ุงูŽุฉู ุซูู…ู‘ูŽ ู†ูŽุฑู’ุฌูุนูŽ ููŽู†ูŽู†ู’ุญูŽุฑูŽ ููŽู…ูŽู†ู’ ููŽุนูŽู„ูŽ ุฐูŽู„ููƒูŽ ููŽู‚ูŽุฏู’ ูˆูŽุงููŽู‚ูŽ ุณูู†ู‘ูŽุชูŽู†ูŽุง

Dari Al-Baraโ€™ Ibnu โ€˜Azib ia berkata:
โ€œNabi pergi pada hari Idul Adha ke Baqiโ€™ lalu shalat 2 rakaat lalu menghadap kami dengan wajahnya dan mengatakan: โ€˜Sesungguhnya awal ibadah kita di hari ini adalah dimulai dengan shalat. Lalu kita pulang kemudian menyembelih kurban. Barangsiapa yang sesuai dengan itu berarti telah sesuai dengan sunnahโ€ฆโ€ (Shahih, HR. Al-Bukhari Kitab Al-โ€™Idain Bab Istiqbalul Imam An-Nas Fi Khuthbatil โ€˜Id)

Ibnu Rajab berkata:
โ€œDalam hadits ini dijelaskan bahwa keluarnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan shalatnya adalah di Baqiโ€™, namun bukan yang dimaksud adalah Nabi shalat di kuburan Baqiโ€™. Tapi yang dimaksud adalah bahwa beliau shalat di tempat lapang yang bersambung dengan kuburan Baqiโ€™ dan nama Baqiโ€™ itu meliputi seluruh daerah tersebut. Juga Ibnu Zabalah telah menyebutkan dengan sanadnya bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Id di luar Madinah sampai di lima tempat, sehingga pada akhirnya shalatnya tetap di tempat yang dikenal (untuk pelaksanaan Id, -pent.). Lalu orang-orang sepeninggal beliau shalat di tempat itu.โ€ (Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/144)

ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจููŠ ุณูŽุนููŠู’ุฏู ุงู„ู’ุฎูุฏู’ุฑููŠู‘ู ู‚ูŽุงู„ูŽ: ูƒูŽุงู†ูŽ ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูŠูŽุฎู’ุฑูุฌู ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ูˆูŽุงู’ู„ุฃูŽุถู’ุญูŽู‰ ุฅูู„ูŽู‰ ุงู„ู’ู…ูุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ููŽุฃูŽูˆู‘ูŽู„ู ุดูŽูŠู’ุกู ูŠูŽุจู’ุฏูŽุฃู ุจูู‡ู ุงู„ุตู‘ูŽู„ุงูŽุฉู ุซูู…ู‘ูŽ ูŠูŽู†ู’ุตูŽุฑููู ููŽูŠูŽู‚ููˆู’ู…ู ู…ูู‚ูŽุงุจูู„ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุงุณู ูˆูŽุงู„ู†ู‘ูŽุงุณู ุฌูู„ููˆู’ุณูŒ ุนูŽู„ูŽู‰ ุตููููˆู’ููู‡ูู…ู’ ููŽูŠูŽุนูุธูู‡ูู…ู’ ูˆูŽูŠููˆู’ุตููŠู’ู‡ูู…ู’ ูˆูŽูŠูŽุฃู’ู…ูุฑูู‡ูู…ู’ ููŽุฅูู†ู’ ูƒูŽุงู†ูŽ ูŠูุฑููŠู’ุฏู ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽู‚ู’ุทูŽุนูŽ ุจูŽุนู’ุซู‹ุง ู‚ูŽุทูŽุนูŽู‡ู ุฃูŽูˆู’ ูŠูŽุฃู’ู…ูุฑูŽ ุจูุดูŽูŠู’ุกู ุฃูŽู…ูŽุฑูŽ ุจูู‡ู ุซูู…ู‘ูŽ ูŠูŽู†ู’ุตูŽุฑููู

โ€œDari Abu Saโ€™id Al-Khudri ia mengatakan: Bahwa Rasulullah dahulu keluar di hari Idul Fitri dan Idhul Adha ke mushalla, yang pertama kali beliau lakukan adalah shalat, lalu berpaling dan kemudian berdiri di hadapan manusia sedang mereka duduk di shaf-shaf mereka. Kemudian beliau menasehati dan memberi wasiat kepada mereka serta memberi perintah kepada mereka. Bila beliau ingin mengutus suatu utusan maka beliau utus, atau ingin memerintahkan sesuatu maka beliau perintahkan, lalu beliau pergi.โ€ (Shahih, HR. Al-Bukhari Kitab Al-โ€™Idain Bab Al-Khuruj Ilal Mushalla bi Ghairil Mimbar dan Muslim)

Ibnu Hajar menjelaskan:
โ€œAl-Mushalla yang dimaksud dalam hadits adalah tempat yang telah dikenal, jarak antara tempat tersebut dengan masjid Nabawi sejauh 1.000 hasta.โ€

Ibnul Qayyim berkata:
โ€œYaitu tempat jamaah haji meletakkan barang bawaan mereka.โ€

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata:
โ€œNampaknya tempat itu dahulu di sebelah timur masjid Nabawi, dekat dengan kuburan Baqiโ€™โ€ฆโ€ (dinukil dari Shalatul โ€˜Idain fil Mushalla Hiya Sunnah karya Asy-Syaikh Al-Albani, hal. 16)

Waktu Pelaksanaan Shalat

ูŠูŽุฒููŠู’ุฏู ุจู’ู†ู ุฎูู…ูŽูŠู’ุฑู ุงู„ุฑู‘ูŽุญูŽุจููŠู‘ู ู‚ูŽุงู„ูŽ: ุฎูŽุฑูŽุฌูŽ ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู„ู‡ู ุจู’ู†ู ุจูุณู’ุฑู ุตูŽุงุญูุจู ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ู…ูŽุนูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุงุณู ูููŠ ูŠูŽูˆู’ู…ู ุนููŠู’ุฏู ููุทู’ุฑู ุฃูŽูˆู’ ุฃูŽุถู’ุญูŽู‰ ููŽุฃูŽู†ู’ูƒูŽุฑูŽ ุฅูุจู’ุทูŽุงุกูŽ ุงู’ู„ุฅูู…ูŽุงู…ู. ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ: ุฅูู†ู‘ูŽุง ูƒูู†ู‘ูŽุง ู‚ูŽุฏู’ ููŽุฑูŽุบู’ู†ูŽุง ุณูŽุงุนูŽุชูŽู†ูŽุง ู‡ูŽุฐูู‡ู ูˆูŽุฐูŽู„ููƒูŽ ุญููŠู’ู†ูŽ ุงู„ุชู‘ูŽุณู’ุจููŠู’ุญู

โ€œYazid bin Khumair Ar-Rahabi berkata: Abdullah bin Busr, salah seorang shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pergi bersama orang-orang di Hari Idul Fitri atau Idhul Adha, maka ia mengingkari lambatnya imam. Iapun berkata: โ€˜Kami dahulu telah selesai pada saat seperti ini.โ€™ Dan itu ketika tasbih.โ€ (Shahih, HR. Al-Bukhari secara muaโ€™llaq, Kitabul โ€˜Idain Bab At-Tabkir Ilal โ€˜Id, 2/456, Abu Dawud Kitabush Shalat Bab Waqtul Khuruj Ilal โ€˜Id: 1135, Ibnu Majah Kitab Iqamatush- shalah was Sunan fiha Bab Fi Waqti Shalatil โ€™Idain. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud)

Yang dimaksud dengan kata โ€œketika tasbihโ€ adalah ketika waktu shalat sunnah. Dan itu adalah ketika telah berlalunya waktu yang dibenci shalat padanya. Dalam riwayat yang shahih riwayat Ath-Thabrani yaitu ketika Shalat Sunnah Dhuha.

Ibnu Baththal berkata:
โ€œPara ahli fiqih bersepakat bahwa Shalat Id tidak boleh dilakukan sebelum terbitnya matahari atau ketika terbitnya. Shalat Id hanyalah diperbolehkan ketika diperbolehkannya shalat sunnah.โ€ Demikian dijelaskan Ibnu Hajar. (Al-Fath, 2/457)

Namun sebenarnya ada yang berpendapat bahwa awal waktunya adalah bila terbit matahari, walaupun waktu dibencinya shalat belum lewat. Ini pendapat Imam Malik. Adapun pendapat yang lalu, adalah pendapat Abu Hanifah, Ahmad dan salah satu pendapat pengikut Syafiโ€™i. (lihat Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/104)

Namun yang kuat adalah pendapat yang pertama, karena menurut Ibnu Rajab:
โ€œSesungguhnya telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rafiโ€™ bin Khadij dan sekelompok tabiโ€™in bahwa mereka tidak keluar menuju Shalat Id kecuali bila matahari telah terbit. Bahkan sebagian mereka Shalat Dhuha di masjid sebelum keluar menuju Id. Ini menunjukkan bahwa Shalat Id dahulu dilakukan setelah lewatnya waktu larangan shalat.โ€ (lihat Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/105)

Apakah Waktu Idul Fitri lebih Didahulukan daripada Idul Adha?


Ada dua pendapat:
Pertama, bahwa keduanya dilakukan dalam waktu yang sama.
Kedua, disunnahkan untuk diakhirkan waktu Shalat Idul Fitri dan disegerakan waktu Idul Adha. Itu adalah pendapat Abu Hanifah, Asy-Syafiโ€™i dan Ahmad. Ini yang dikuatkan Ibnu Qayyim, dan beliau mengatakan: โ€œDahulu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melambatkan Shalat Idul Fitri serta menyegerakan Idul Adha. Dan Ibnu โ€˜Umar dengan semangatnya untuk mengikuti sunnah tidak keluar sehingga telah terbit matahari dan bertakbir dari rumahnya menuju mushalla.โ€ (Zadul Maโ€™ad, 1/427, Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/105)

Hikmahnya, dengan melambatkan Shalat Idul Fitri maka semakin meluas waktu yang disunahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah; dan dengan menyegerakan Shalat Idul Adha maka semakin luas waktu untuk menyembelih dan tidak memberatkan manusia untuk menahan dari makan sehingga memakan hasil qurban mereka. (lihat Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/105-106)

Tanpa Adzan dan Iqamah

ุนูŽู†ู’ ุฌูŽุงุจูุฑู ุจู’ู†ู ุณูŽู…ูุฑูŽุฉูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ: ุตูŽู„ู‘ูŽูŠู’ุชู ู…ูŽุนูŽ ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุงู„ู’ุนููŠู’ุฏูŽูŠู’ู†ู ุบูŽูŠู’ุฑูŽ ู…ูŽุฑู‘ูŽุฉู ูˆูŽู„ุงูŽ ู…ูŽุฑู‘ูŽุชูŽูŠู’ู†ู ุจูุบูŽูŠู’ุฑู ุฃูŽุฐูŽุงู†ู ูˆูŽู„ุงูŽ ุฅูู‚ูŽุงู…ูŽุฉู

Dari Jabir bin Samurah ia berkata: โ€œAku shalat bersama Rasulullah 2 Hari Raya (yakni Idul Fitri dan Idul Adha), bukan hanya 1 atau 2 kali, tanpa adzan dan tanpa iqamah.โ€ (Shahih, HR. Muslim)

ุนูŽู†ู ุงุจู’ู†ู ุนูŽุจู‘ูŽุงุณู ูˆูŽุนูŽู†ู’ ุฌูŽุงุจูุฑู ุจู’ู†ู ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู„ู‡ู ุงู’ู„ุฃูŽู†ู’ุตูŽุงุฑููŠู‘ู ู‚ูŽุงู„ุงูŽ: ู„ูŽู…ู’ ูŠูŽูƒูู†ู’ ูŠูุคูŽุฐู‘ูŽู†ู ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ูˆูŽู„ุงูŽ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู’ู„ุฃูŽุถู’ุญูŽู‰ ุซูู…ู‘ูŽ ุณูŽุฃูŽู„ู’ุชูู‡ู ุจูŽุนู’ุฏูŽ ุญููŠู’ู†ู ุนูŽู†ู’ ุฐูŽู„ููƒูŽ ููŽุฃูŽุฎู’ุจูŽุฑูŽู†ููŠ ู‚ูŽุงู„ูŽ: ุฃูŽุฎู’ุจูŽุฑูŽู†ููŠ ุฌูŽุงุจูุฑู ุจู’ู†ู ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู„ู‡ู ุงู’ู„ุฃูŽู†ู’ุตูŽุงุฑููŠู‘ู ุฃูŽู†ู’ ู„ุงูŽ ุฃูŽุฐูŽุงู†ูŽ ู„ูู„ุตู‘ูŽู„ุงูŽุฉู ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ุญููŠู’ู†ูŽ ูŠูŽุฎู’ุฑูุฌู ุงู’ู„ุฅูู…ูŽุงู…ู ูˆูŽู„ุงูŽ ุจูŽุนู’ุฏูŽ ู…ูŽุง ูŠูŽุฎู’ุฑูุฌู ูˆูŽู„ุงูŽ ุฅูู‚ูŽุงู…ูŽุฉูŽ ูˆูŽู„ุง ู†ูุฏูŽุงุกูŽ ูˆูŽู„ุงูŽ ุดูŽูŠู’ุกูŽุŒ ู„ุงูŽ ู†ูุฏูŽุงุกูŽ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽุฆูุฐู ูˆูŽู„ุงูŽ ุฅูู‚ูŽุงู…ูŽุฉูŽ

Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma dan Jabir bin Abdillah Al-Anshari keduanya berkata: โ€œTidak ada adzan pada hari Fitri dan Adha.โ€ Kemudian aku bertanya kepada Ibnu Abbas tentang itu, maka ia mengabarkan kepadaku bahwa Jabir bin Abdillah Al-Anshari mengatakan: โ€œTidak ada adzan dan iqamah di hari Fitri ketika keluarnya imam, tidak pula setelah keluarnya. Tidak ada iqamah, tidak ada panggilan dan tidak ada apapun, tidak pula iqamah.โ€ (Shahih, HR. Muslim)

Ibnu Rajab berkata:
โ€œTidak ada perbedaan pendapat di antara ulama dalam hal ini dan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar dan โ€˜Umar radhiallahu 'anhuma melakukan Shalat Id tanpa adzan dan iqamah.โ€

Al-Imam Malik berkata:
โ€œItu adalah sunnah yang tiada diperselisihkan menurut kami, dan para ulama sepakat bahwa adzan dan iqamah dalam shalat 2 Hari Raya adalah bidโ€™ah.โ€ (Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/94)

Bagaimana dengan panggilan yang lain semacam: Ash-shalatu Jamiโ€™ah?


Al-Imam Asy-Syafiโ€™i dan pengikutnya menganggap hal itu sunnah. Mereka berdalil dengan:
Pertama: riwayat mursal dari seorang tabiโ€™in yaitu Az-Zuhri.
Kedua: mengqiyaskannya dengan Shalat Kusuf (gerhana).

Namun pendapat yang kuat bahwa hal itu juga tidak disyariatkan. Adapun riwayat dari Az-Zuhri merupakan riwayat mursal yang tentunya tergolong dhaโ€™if (lemah). Sedangkan pengqiyasan dengan Shalat Kusuf tidaklah tepat, dan keduanya memiliki perbedaan. Di antaranya bahwa pada Shalat Kusuf orang-orang masih berpencar sehingga perlu seruan semacam itu, sementara Shalat Id tidak. Bahkan orang-orang sudah menuju tempat shalat dan berkumpul padanya. (Fathul Bari, karya Ibnu Rajab, 6/95)

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu berkata: โ€œQiyas di sini tidak sah, karena adanya nash yang shahih yang menunjukkan bahwa di zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk Shalat Id tidak ada adzan dan iqamah atau suatu apapun. Dan dari sini diketahui bahwa panggilan untuk Shalat Id adalah bidโ€™ah, dengan lafadz apapun.โ€ (Taโ€™liq terhadap Fathul Bari, 2/452)

Ibnu Qayyim berkata:
Apabila Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sampai ke tempat shalat maka mulailah beliau shalat tanpa adzan dan iqamah dan tanpa ucapan โ€œAsh-shalatu Jamiโ€™ahโ€, dan Sunnah Nabi adalah tidak dilakukan sesuatupun dari (panggilan-panggilan) itu. (Zadul Maโ€™ad, 1/427)

Kaifiyah (Tata Cara) Shalat Id

Shalat Id dilakukan dua rakaat, pada prinsipnya sama dengan shalat-shalat yang lain. Namun ada sedikit perbedaan yaitu dengan ditambahnya takbir pada rakaat yang pertama 7 kali, dan pada rakaat yang kedua tambah 5 kali takbir selain takbiratul intiqal.

Adapun takbir tambahan pada rakaat pertama dan kedua itu tanpa takbir rukuโ€™, sebagaimana dijelaskan oleh โ€˜Aisyah dalam riwayatnya:

ุนูŽู†ู’ ุนูŽุงุฆูุดูŽุฉูŽ ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุฑูŽุณููˆู’ู„ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูƒูŽุจู‘ูŽุฑูŽ ูููŠ ุงู„ู’ููุทู’ุฑู ูˆูŽุงู’ู„ุฃูŽุถู’ุญูŽู‰ ุณูŽุจู’ุนู‹ุง ูˆูŽุฎูŽู…ู’ุณู‹ุง ุณููˆูŽู‰ ุชูŽูƒู’ุจููŠู’ุฑูŽุชูŽูŠู’ ุงู„ุฑู‘ููƒููˆู’ุนู

โ€œDari Aisyah, ia berkata: Rasulullah bertakbir para (shalat) Fitri dan Adha 7 kali dan 5 kali selain 2 takbir rukuโ€™.โ€ (HR. Abu Dawud dalam Kitabush Shalat Bab At-Takbir fil โ€™Idain. โ€˜Aunul Maโ€™bud, 4/10, Ibnu Majah no. 1280, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Abani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1149)

Pertanyaan:

Apakah pada 5 takbir pada rakaat yang kedua dengan takbiratul intiqal (takbir perpindahan dari sujud menuju berdiri)?

Ibnu Abdil Bar menukilkan kesepakatan para ulama bahwa lima takbir tersebut selain takbiratul intiqal. (Al-Istidzkar, 7/52 dinukil dari Tanwirul โ€˜Ainain)

Pertanyaan:

Tentang 7 takbir pertama, apakah termasuk takbiratul ihram atau tidak?

Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat:

Pertama: Pendapat Al-Imam Malik, Al-Imam Ahmad, Abu Tsaur dan diriwayatkan dari Ibnu โ€˜Abbas radhiallahu 'anhuma bahwa 7 takbir itu termasuk takbiratul ihram. (lihat Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/178, Aunul Maโ€™bud, 4/6, Istidzkar, 2/396 cet. Darul Kutub Al-Ilmiyyah)
Kedua: Pendapat Al-Imam Asy-Syafiโ€™i, bahwa 7 takbir itu tidak termasuk takbiratul ihram. (Al-Umm, 3/234 cet. Dar Qutaibah dan referensi sebelumnya)

Nampaknya yang lebih kuat adalah pendapat Al-Imam Asy-Syafiโ€™i. Hal itu karena ada riwayat yang mendukungnya, yaitu:

ุนูŽู†ู’ ุนูŽู…ู’ุฑููˆ ุจู’ู†ู ุดูุนูŽูŠู’ุจู ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจููŠู’ู‡ู ุนูŽู†ู’ ุฌูุฏู‘ูู‡ู: ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุฑูŽุณููˆู’ู„ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูƒูŽุจู‘ูŽุฑูŽ ูููŠ ุงู„ู’ุนููŠู’ุฏูŽูŠู’ู†ู ุงุซู’ู†ูŽุชูŽูŠู’ ุนูŽุดู’ุฑูŽุฉูŽ ุชูŽูƒู’ุจููŠู’ุฑูŽุฉู‹ุŒ ุณูŽุจู’ุนู‹ุง ูููŠ ุงู’ู„ุฃููˆู’ู„ูŽู‰ ูˆูŽุฎูŽู…ู’ุณู‹ุง ูููŠ ุงู’ู„ุขุฎูุฑูŽุฉู ุณููˆูŽู‰ ุชูŽูƒู’ุจููŠู’ุฑูŽุชูŽูŠู ุงู„ุตู‘ูŽู„ุงูŽุฉู

โ€œDari โ€˜Amr bin Syuโ€™aib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertakbir pada 2 hari raya 12 takbir, 7 pada rakaat yang pertama dan 5 pada rakaat yang terakhir, selain 2 takbir shalat.โ€(Ini lafadz Ath-Thahawi)
Adapun lafadz Ad-Daruquthni:

ุณููˆูŽู‰ ุชูŽูƒู’ุจููŠู’ุฑูŽุฉู ุงู’ู„ุฅูุญู’ุฑูŽุงู…ู

โ€œSelain takbiratul ihram.โ€ (HR. Ath-Thahawi dalam Maโ€™ani Al-Atsar, 4/343 no. 6744 cet. Darul Kutub Al-Ilmiyyah, Ad-Daruquthni, 2/47-48 no. 20)

Dalam sanad hadits ini ada seorang perawi yang diperselisihkan bernama Abdullah bin Abdurrahman At-Thaโ€˜ifi. Akan tetapi hadits ini dishahihkan oleh Al-Imam Ahmad, โ€˜Ali Ibnul Madini dan Al-Imam Al-Bukhari sebagaimana dinukilkan oleh At-Tirmidzi. (lihat At-Talkhis, 2/84, tahqiq As-Sayyid Abdullah Hasyim Al-Yamani, At-Taโ€™liqul Mughni, 2/18 dan Tanwirul โ€˜Ainain, hal. 158)

Adapun bacaan surat pada 2 rakaat tersebut, semua surat yang ada boleh dan sah untuk dibaca. Akan tetapi dahulu Nabi membaca pada rakaat yang pertama โ€œSabbihismaโ€ (Surat Al-Aโ€™la) dan pada rakaat yang kedua โ€œHal ataakaโ€ (Surat Al-Ghasyiah). Pernah pula pada rakaat yang pertama Surat Qaf dam kedua Surat Al-Qamar (keduanya riwayat Muslim, lihat Zadul Maโ€™ad, 1/427-428)

Apakah Mengangkat Tangan di Setiap Takbir Tambahan?


Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Jumhur ulama berpendapat mengangkat tangan.
Sementara salah satu dari pendapat Al-Imam Malik tidak mengangkat tangan, kecuali takbiratul ihram. Ini dikuatkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Tamamul Minnah (hal. 349). Lihat juga Al-Irwaโ€˜ (3/113).
Tidak ada riwayat dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih dalam hal ini.

Kapan Membaca Doa Istiftah?

Al-Imam Asy-Syafiโ€™i dan jumhur ulama berpendapat setelah takbiratul ihram dan sebelum takbir tambahan. (Al-Umm, 3/234 dan Al-Majmuโ€™, 5/26. Lihat pula Tanwirul โ€˜Ainain hal. 149)

Khutbah Id

Dahulu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendahulukan shalat sebelum khutbah.

ุนูŽู†ู’ ุงุจู’ู†ู ุนูŽุจู‘ูŽุงุณู ู‚ูŽุงู„ูŽ: ุดูŽู‡ูุฏู’ุชู ุงู„ู’ุนููŠู’ุฏูŽ ู…ูŽุนูŽ ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูˆูŽุฃูŽุจููŠ ุจูŽูƒู’ุฑู ูˆูŽุนูู…ูŽุฑูŽ ูˆูŽุนูุซู’ู…ูŽุงู†ูŽ ุฑูŽุถููŠูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู†ู’ู‡ูู…ู’ ููŽูƒูู„ู‘ูู‡ูู…ู’ ูƒูŽุงู†ููˆุง ูŠูุตูŽู„ู‘ููˆู’ู†ูŽ ู‚ูŽุจู’ู„ูŽ ุงู„ู’ุฎูุทู’ุจูŽุฉู

โ€œDari Ibnu โ€˜Abbas ia berkata: Aku mengikuti Shalat Id bersama Rasulullah, Abu Bakr, โ€˜Umar dan โ€˜Utsman maka mereka semua shalat dahulu sebelum khutbah.โ€ (Shahih, HR Al-Bukhari Kitab โ€˜Idain Bab Al-Khutbah Baโ€™dal Id)

Dalam berkhutbah, Nabi shallallahu โ€˜alaihi wa sallam berdiri dan menghadap manusia tanpa memakai mimbar, mengingatkan mereka untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bahkan juga beliau mengingatkan kaum wanita secara khusus untuk banyak melakukan shadaqah, karena ternyata kebanyakan penduduk neraka adalah kaum wanita.

Jamaah Id dipersilahkan memilih duduk mendengarkan atau tidak, berdasarkan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:

ุนูŽู†ู’ ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู„ู‡ู ุจู’ู†ู ุงู„ุณู‘ูŽุงุฆูุจู ู‚ูŽุงู„ูŽ: ุดูŽู‡ูุฏู’ุชู ู…ูŽุนูŽ ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุงู„ู’ุนููŠู’ุฏูŽ ููŽู„ูŽู…ู‘ูŽุง ู‚ูŽุถูŽู‰ ุงู„ุตู‘ูŽู„ุงูŽุฉูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ: ุฅูู†ู‘ูŽุง ู†ูŽุฎู’ุทูุจู ููŽู…ูŽู†ู’ ุฃูŽุญูŽุจู‘ูŽ ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุฌู’ู„ูุณูŽ ู„ูู„ู’ุฎูุทู’ุจูŽุฉู ููŽู„ู’ูŠูŽุฌู’ู„ูุณู’ ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ุฃูŽุญูŽุจู‘ูŽ ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุฐู’ู‡ูŽุจูŽ ููŽู„ู’ูŠูŽุฐู’ู‡ูŽุจู’

Dari โ€˜Abdullah bin Saib ia berkata: Aku menyaksikan bersama Rasulullah Shalat Id, maka ketika beliau selesai shalat, beliau berkata: โ€œKami berkhutbah, barangsiapa yang ingin duduk untuk mendengarkan khutbah duduklah dan barangsiapa yang ingin pergi maka silahkan.โ€ (Shahih, HR. Abu Dawud dan An-Nasa`i. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud, no. 1155)

Namun alangkah baiknya untuk mendengarkannya bila itu berisi nasehat-nasehat untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan berpegang teguh dengan agama dan Sunnah serta menjauhi bidโ€™ah. Berbeda keadaannya bila mimbar Id berubah menjadi ajang kampanye politik atau mencaci maki pemerintah muslim yang tiada menambah di masyarakat kecuali kekacauan. Wallahu aโ€™lam.

Wanita yang Haid

Wanita yang sedang haid tetap mengikuti acara Shalat Id, walaupun tidak boleh melakukan shalat, bahkan haram dan tidak sah. Ia diperintahkan untuk menjauh dari tempat shalat sebagaimana hadits yang lalu dalam pembahasan hukum Shalat Id.

Sutrah Bagi Imam

Sutrah adalah benda, bisa berupa tembok, tiang, tongkat atau yang lain yang diletakkan di depan orang shalat sebagai pembatas shalatnya, panjangnya kurang lebih 1 hasta. Telah terdapat larangan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk melewati orang yang shalat. Dengan sutrah ini, seseorang boleh melewati orang yang shalat dari belakang sutrah dan tidak boleh antara seorang yang shalat dengan sutrah. Sutrah ini disyariatkan untuk imam dan orang yang shalat sendirian atau munfarid. Adapun makmum tidak perlu dan boleh lewat di depan makmum. Ini adalah Sunnah yang mayoritas orang meninggalkannya. Oleh karenanya, marilah kita menghidupkan sunnah ini, termasuk dalam Shalat Id.

ุนูŽู†ู ุงุจู’ู†ู ุนูู…ูŽุฑูŽ ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุฑูŽุณููˆู’ู„ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูƒูŽุงู†ูŽ ุฅูุฐูŽุง ุฎูŽุฑูŽุฌูŽ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ุนููŠู’ุฏู ุฃูŽู…ูŽุฑูŽ ุจูุงู„ู’ุญูŽุฑู’ุจูŽุฉู ููŽุชููˆู’ุถูŽุนู ุจูŽูŠู’ู†ูŽ ูŠูŽุฏูŽูŠู’ู‡ู ููŽูŠูุตูŽู„ู‘ููŠ ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ูŽุง ูˆูŽุงู„ู†ู‘ูŽุงุณู ูˆูŽุฑูŽุงุกูŽู‡ู ูˆูŽูƒูŽุงู†ูŽ ูŠูŽูู’ุนูŽู„ู ุฐูŽู„ููƒูŽ ูููŠ ุงู„ุณู‘ูŽููŽุฑู ููŽู…ูู†ู’ ุซูŽู…ู‘ูŽ ุงุชู‘ูŽุฎูŽุฐูŽู‡ูŽุง ุงู’ู„ุฃูู…ูŽุฑูŽุงุกู

โ€œDari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu apabila keluar pada hari Id, beliau memerintahkan untuk membawa tombak kecil, lalu ditancapkan di depannya, lalu beliau shalat ke hadapannya, sedang orang-orang di belakangnya. Beliau melakukan hal itu di safarnya dan dari situlah para pimpinan melakukannya juga.โ€ (Shahih, HR. Al-Bukhari Kitabush Shalat Bab Sutratul Imam Sutrah liman Khalfah dan Kitabul โ€˜Idain Bab Ash-Shalat Ilal harbah Yaumul Id. Al-Fath, 2/463 dan Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/136)

Bila Masbuq (Tertinggal) Shalat Id, Apa yang Dilakukan?

Al-Imam Al-Bukhari membuat bab dalam Shahih-nya berjudul: โ€œBila tertinggal shalat Id maka shalat 2 rakaat, demikian pula wanita dan orang-orang yang di rumah dan desa-desa berdasarkan sabda Nabi: โ€˜Ini adalah Id kita pemeluk Islamโ€™.โ€

Adalah โ€˜Atha` (tabiโ€™in) bila ketinggalan Shalat Id beliau shalat dua rakaat.

Bagaimana dengan takbirnya?

Menurut Al-Hasan, An-Nakhaโ€™i, Malik, Al-Laits, Asy-Syafiโ€™i dan Ahmad dalam satu riwayat, shalat dengan takbir seperti takbir imam. (Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/169)

Pulang dari Shalat Id Melalui Rute Lain saat Berangkat

ุนูŽู†ู’ ุฌูŽุงุจูุฑู ุจู’ู†ู ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู„ู‡ู ุฑูŽุถููŠูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู†ู’ู‡ูู…ูŽุง ู‚ูŽุงู„ูŽ: ูƒูŽุงู†ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฅูุฐูŽุง ูƒูŽุงู†ูŽ ูŠูŽูˆู’ู…ู ุนููŠู’ุฏู ุฎูŽุงู„ูŽููŽ ุงู„ุทู‘ูŽุฑููŠู’ู‚ูŽ

Dari Jabir, ia berkata:
โ€Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam apabila di hari Id, beliau mengambil jalan yang berbeda. (Shahih, HR. Al-Bukhari Kitab Al-โ€™Idain Bab Man Khalafa Thariq Idza Rajaโ€™aโ€ฆ, Fathul Bari karya Ibnu Hajar, 2/472986, karya Ibnu Rajab, 6/163 no. 986)

Ibnu Rajab berkata:
โ€œBanyak ulama menganggap sunnah bagi imam atau selainnya, bila pergi melalui suatu jalan menuju Shalat Id maka pulang dari jalan yang lainnya. Dan itu adalah pendapat Al-Imam Malik, Ats-Tsauri, Asy-Syafiโ€™i dan Ahmadโ€ฆ Dan seandainya pulang dari jalan itu, maka tidak dimakruhkan.โ€

Para ulama menyebutkan beberapa hikmahnya, di antaranya agar lebih banyak bertemu sesama muslimin untuk memberi salam dan menumbuhkan rasa cinta. (Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/166-167. Lihat pula Zadul Maโ€™ad, 1/433)

Bila Id Bertepatan dengan Hari Jumโ€™at


ุนูŽู†ู’ ุฅููŠูŽุงุณู ุจู’ู†ู ุฃูŽุจููŠ ุฑูŽู…ู’ู„ูŽุฉูŽ ุงู„ุดู‘ูŽุงู…ููŠู‘ู ู‚ูŽุงู„ูŽ: ุดูŽู‡ูุฏู’ุชู ู…ูุนูŽุงูˆููŠูŽุฉูŽ ุจู’ู†ูŽ ุฃูŽุจููŠ ุณููู’ูŠูŽุงู†ูŽ ูˆูŽู‡ููˆูŽ ูŠูŽุณู’ุฃูŽู„ู ุฒูŽูŠู’ุฏูŽ ุจู’ู†ูŽ ุฃูŽุฑู’ู‚ูŽู…ูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ: ุฃูŽุดูŽู‡ูุฏู’ุชูŽ ู…ูŽุนูŽ ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุนููŠู’ุฏูŽูŠู’ู†ู ุงุฌู’ุชูŽู…ูŽุนูŽุง ูููŠ ูŠูŽูˆู’ู…ูุŸ ู‚ูŽุงู„ูŽ: ู†ูŽุนูŽู…ู’. ู‚ูŽุงู„ูŽ: ููŽูƒูŽูŠู’ููŽ ุตูŽู†ูŽุนูŽุŸ ู‚ูŽุงู„ูŽ: ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู’ุนููŠู’ุฏูŽ ุซูู…ู‘ูŽ ุฑูŽุฎู‘ูŽุตูŽ ูููŠ ุงู„ู’ุฌูู…ูุนูŽุฉูุŒ ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ: ู…ูŽู†ู’ ุดูŽุงุกูŽ ุฃูŽู†ู’ ูŠูุตูŽู„ู‘ููŠูŽ ููŽู„ู’ูŠูุตูŽู„ู‘ู

Dari Iyas bin Abi Ramlah Asy-Syami, ia berkata: Aku menyaksikan Muโ€™awiyah bin Abi Sufyan, dia sedang bertanya kepada Zaid bin Arqam: โ€œApakah kamu menyaksikan bersama Rasulullah, dua Id berkumpul dalam satu hari?โ€ Ia menjawab: โ€œIya.โ€ Muโ€™awiyah berkata: โ€œBagaimana yang beliau lakukan?โ€ Ia menjawab: โ€œBeliau Shalat Id lalu memberikan keringanan pada Shalat Jumat dan mengatakan: โ€˜Barangsiapa yang ingin mengerjakan Shalat Jumat maka shalatlahโ€™.โ€

ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจููŠ ู‡ูุฑูŽูŠู’ุฑูŽุฉูŽ ุนูŽู†ู’ ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ: ู‚ูŽุฏู’ ุงุฌู’ุชูŽู…ูŽุนูŽ ูููŠ ูŠูŽูˆู’ู…ููƒูู…ู’ ู‡ูŽุฐูŽุง ุนููŠู’ุฏูŽุงู†ูุŒ ููŽู…ูŽู†ู’ ุดูŽุงุกูŽ ุฃูŽุฌู’ุฒูŽุฃูŽู‡ู ู…ูู†ู’ ุงู„ู’ุฌูู…ูุนูŽุฉู ูˆูŽุฅูู†ู‘ูŽุง ู…ูุฌูŽู…ู‘ูุนููˆู’ู†ูŽ

Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau berkata: โ€œTelah berkumpul pada hari kalian ini 2 Id, maka barangsiapa yang berkehendak, (Shalat Id) telah mencukupinya dari Jumโ€™at dan sesungguhnya kami tetap melaksanakan Jumโ€™at.โ€ (Keduanya diriwayatkan Abu Dawud dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1070 dan 1073)

Ibnu Taimiyyah berkata:
โ€œPendapat yang ke-3 dan itulah yang benar, bahwa yang ikut Shalat Id maka gugur darinya kewajiban Shalat Jumโ€™at. Akan tetapi bagi imam agar tetap melaksanakan Shalat Jumโ€™at, supaya orang yang ingin mengikuti Shalat Jumโ€™at dan orang yang tidak ikut Shalat Id bisa mengikutinya. Inilah yang diriwayatkan dari Nabi dan para shahabatnya.โ€ (Majmuโ€™ Fatawa, 23/211)

Lalu beliau mengatakan juga bahwa yang tidak Shalat Jumโ€™at maka tetap Shalat Dzuhur.

Ada sebagian ulama yang berpendapat tidak Shalat Dzuhur pula, di antaranya โ€˜Atha`. Tapi ini pendapat yang lemah dan dibantah oleh para ulama. (Lihat At-Tamhid, 10/270-271)

Ucapan Selamat Saat Hari Raya

Ibnu Hajar mengatakan:

โ€œKami meriwayatkan dalam Al-Muhamiliyyat dengan sanad yang hasan dari Jubair bin Nufair bahwa ia berkata: โ€˜Para shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bila bertemu di hari Id, sebagian mereka mengatakan kepada sebagian yang lain:

ุชูŽู‚ูŽุจู‘ูŽู„ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ู…ูู†ู‘ูŽุง ูˆูŽู…ูู†ู’ูƒูŽ

โ€œSemoga Allah menerima (amal) dari kami dan dari kamu.โ€
(Lihat pula masalah ini dalam Ahkamul โ€˜Idain karya Ali Hasan hal. 61, Majmuโ€™ Fatawa, 24/253, Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/167-168)

Wallahu aโ€™lam.


1 'Id artinya kembali.
2 Karena Nabi tidak memberi contoh demikian dalam ibadah ini. Lain halnya โ€“wallahu aโ€™lamโ€“ bila kebersamaan itu tanpa disengaja.

Artikel ada di www.asysyariah.com.
  • Media
    Sarana belajar Agama Islam melalui video dan audio kajian dari Asatidz Indonesia yang bermanhaj salaf...
    Ebook
    Bahan bacaan penambah wawasan berupa artikel online maupun e-book yang bisa diunduh. Ebook Islami sebagai bahan referensi dalam beberapa topik yang insyaAllah bermanfaat.
  • image
    Abu Hazim Salamah bin Dรฎnรขr Al-Aโ€™raj berkata, โ€œSetiap nikmat yang tidak mendekatkan kepada Allah, maka hal tersebut adalah ujian/petaka.โ€ [Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyรข dalam Asy-Syukr Lillรขh]
    image
    โ€˜Ammรขr bin Yรขsir radhiyallรขhu โ€˜anhumรข berkata,โ€œAda tiga perkara, siapa yang mengumpulkannya, sungguh dia telah mengumpulkan keimanan: inshaf dari jiwamu, menebarkan salam kepada alam, dan berinfak bersama kefakiran.โ€ [Diriwayatkan oleh Al-Bukhรขry secara Muโ€™allaq dan Al-Baihaqy]

Share Some Ideas

Punya artikel menarik untuk dipublikasikan? atau ada ide yang perlu diungkapkan?
Kirim di Sini