بِسْـمِ اللَّهِ الرحمن الرحيم
📚┃Materi : Syarah Kitab Riyadush Shalihin. Hadits: https://shamela.ws/
🎙┃ Pemateri : Ustadz Abu Nafi' Sukadi, hafizhahullahu Ta'ala.
🗓┃ Hari, Tanggal : Jumat [Sebelum Maghrib], 24 Oktober 2025 M / 2 Jumadil Awal 1447
🕌┃Tempat : Masjid AL-Qomar - Jl. Slamet Riyadi no. 414 A, Purwosari Solo
[كتاب الجهاد] ٢٣٤- باب فضل الجهاد
Bab-234 : Keutamaan Jihad
Mukadimah - Pensyarah Syaikh Salim Ibn `Eid Al-Hilali
Al-Alamah Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya, Zâdul Ma'âd (III/71-76) berkata: "Allah mewajibkan kaum Muslim memerangi orang yang memerangi mereka, bukan orang yang tidak memerangi mereka."
Allah ﷻ berfirman:
وَقَتِلُواْ فِى سَبِيلِ اللّهِ اَلَّذِينَ يُقَتِلُونَكُمْ ..
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu .... " (QS. Al-Baqarah [2]: 190)
Setelah itu, Allah mewajibkan mereka memerangi seluruh kaum musyrikin. Sebelumnya, memerangi mereka diharamkan, kemudian diberi izin, lalu diperintahkan memerangi siapa di antara mereka yang memulai perang lebih dahulu. Akhirnya, diperintahkan memerangi seluruh kaum musyrikin. Hukum ini ada yang menentukan fardhu 'ain, namun ada pula yang menentukan fardhu kifayah menurut pendapat yang masyhur.
Sebenarnya, hukum jihad adalah fardhu 'ain, baik jihad dengan hati, lisan, harta benda, maupun tangan. Oleh karena itulah, setiap Muslim wajib berjihad dengan salah satu antara jenis-jenis jihad ini.
Mengenai berjihad dengan jiwa dan raga, hukumnya ialah fardhu kifayah. Meskipun berjihad dengan harta benda ada dua pendapat, tetapi menurut pendapat yang shahih hukumnya adalah wajib. Sebab, dalam al-Qur-an perintah berjihad dengan jiwa raga dan harta keduanya sama, sebagaimana Allah ta'ala berfirman:QS. At-Taubah [9]: 41
ٱنفِرُوا۟ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَٰهِدُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. At-Taubah [9]: 41)
Allah ﷻ mengaitkan keselamatan dari api Neraka, pun ampunan dari dosa-dosa, dan masuknya ke dalam Surga dengan jihad. Allah ﷻ berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَٰرَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ. تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَتُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ. يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ وَمَسَٰكِنَ طَيِّبَةً فِى جَنَّٰتِ عَدْنٍ ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ.
10. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? 11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. 12. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar. (QS. Ash-Shaff [61]: 10-12)
Allah ﷻ memberitahukan, seandainya mereka melaksanakannya, niscaya mereka akan diberi pertolongan dan kemenangan yang dekat. Allah ﷻ berfirman pada kelanjutan ayat tersebut:
وَأُخْرَىٰ تُحِبُّونَهَا ۖ نَصْرٌ مِّنَ ٱللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُؤْمِنِينَ
13. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.(QS. Ash-Shaff [61]: 13)
Selanjutnya, Allah ﷻ memberitahu bahwasanya Dia membeli diri dan harta orang-orang beriman dengan Surga, seperti firman-Nya:
إِنَّ ٱللَّهَ ٱشْتَرَىٰ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَٰلَهُم بِأَنَّ لَهُمُ ٱلْجَنَّةَ ۚ
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan Surga untuk mereka .... " (QS. At-Taubah [9]: 111)
Allah ﷻ menukar mereka dengan Surga. Kontrak dan perjanjian ini telah dicanangkan melalui Kitab-Kitab suci-Nya yang paling mulia, yang diturunkan dari langit, yaitu Taurat, Injil, serta al-Qur'an. Kemudian, diperteguh lagi, dengan pemberitahuan kepada mereka bahwa tidak satu pun yang paling memenuhi janjinya selain dari Allah Tabâraka wa Ta'âla. Selain itu, diperteguh lagi dengan perintah-Nya agar mereka berbahagia dengan kontrak perjanjian tersebut, bahkan Allah ﷻ memberitahukan bahwa yang demikian itu merupakan kemenangan yang besar.
Seorang cendikiawan pasti akan merenungi dan menganalisis betapa besar martabat dan kedudukan transaksi dengan Allah ﷻ. Pembelinya adalah Allah ﷻ, sedangkan harganya adalah Surga, kemenangan besar, dan kenikmatan melihat Allah ﷻ di Surga; yang menjalankan transaksinya adalah para Rasul Allah ﷻ, makhluk-makhluk yang paling mulia dari kalangan Malaikat-Nya, serta para utusan Allahﷻ dari kalangan manusia. Demikianlah, sebuah transaksi perdagangan terbesar, yang dipersiapkan untuk perkara besar dan agung pula.
kalau Anda mengerti
mereka telah mempersiapkan Anda untuk perkara besar
karena itu ...
jagalah diri Anda, jangan menggembala bersama unta-unta liar
Mas kawin cinta dan Surga adalah mengorbankan jiwa serta harta kepada Pemiliknya, yang telah membelinya dari orang-orang Mukmin. Oleh karena itu, para pengecut bangkrut yang menampakkan dirinya tidak akan mendapat bagian untuk menawar barang perdagangan ini.
Demi Allah, barang dagangan ini tidak akan menyusut untuk ditawar orang bangkrut, juga tidak akan menjadi barang tidak laku sampai dijual dengan kredit kepada orang melarat. Barang dagangan ini telah diekspor ke pasaran kepada siapa saja yang menghendakinya. Namun, Rabb pemiliknya tidak ridha jika barang ini dijual tanpa ada pengorbanan jiwa. Oleh sebab itu, pengangguran pasti mundur, sementara para pencintanya berdiri antri menunggu giliran. Siapakah di antara mereka yang pantas mendapatkan harga itu? Maka berputarlah barang dagangan tersebut di tengah-tengah mereka hingga jatuh ke tangan orang yang disebutkan dalam al-Qur'an:
... أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَفِرِينَ
" ... dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir." (QS. Al-Mâ-idah [5]: 54)
Sudah banyak orang yang mengaku cinta, maka dituntutlah bukti kecintaan mereka untuk membenarkan pengakuannya. Apabila semua orang diberi hanya sekadar atas dasar pengakuannya, tentulah orang yang hatinya kosong akan mengaku dirinya penuh kesibukan jihad. Akibatnya, beragamlah dan banyak saksi-saksi mereka yang mengaku-aku. Maka dari itu, katakanlah kepada mereka: "Pengakuan ini tidak kuat tanpa ada bukti," sebagaimana dalam firman Allah ﷻ:
قُلّ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَأتَّبِعُونِىِ يُحْبِبْكُمُ اَللَّهُ.
"Katakanlah (Muhammad): 'Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu .... '" (QS. Ali Imran [3]: 31)
Maka, mundurlah semua makhluk. Sebaliknya menetaplah para pengikut Rasul, yaitu yang mengikuti perbuatan, sabda, petunjuk, dan akhlak beliau. Kemudian, mereka dimintai bukti pengakuan yang adil, maka dikatakan kepada mereka: "Keadilan tidak dapat diterima, kecuali dengan rekomendasi," sebagaimana firman-Nya:
... يُجَهِدُونَ فِى سَبِيلِ اللَهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةًَ لَآ پمٍ
"yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela." (QS. Al-Mâ-idah [5]: 54)
Maka mundurlah mayoritas orang-orang yang mengaku-aku cinta. Sebaliknya, berdiri tegaklah para mujahid, seraya dikatakan: "Sungguh, jiwa raga dan harta para pecinta ini bukan untuk mereka, maka terimalah ketentuan hasil kontrak itu. Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan Surga."
Di dalam akad jual beli diwajibkan adanya serah terima antara kedua belah pihak. Ketika para pedagang melihat pembelinya yang begitu agung (yaitu Allah ﷻ) dan harganya yang begitu terhormat (yaitu Surga dan segala kenikmatannya), serta mengetahui bahwa yang menjalankan kontrak berkedudukan tinggi (yaitu para Rasul Allah yang terdiri dari para Malaikat dan Nabi-Nabi utusan) dan kedudukan Kitab hukum yang menetapkan ketentuan kontraknya (Taurat, Injil, dan al-Qur'an), maka mereka baru mengetahui dengan pasti besarnya kualitas dan kedudukan barang dagangan yang dijualnya, sedang mereka tidak mempunyai barang dagangan yang lain.
Melihat betapa mulianya pasar itu, terasalah kerugian dan kedunguan dirinya dengan membawa barang dagangan yang bernilai amat kecil, baik harga maupun jumlahnya. Selain itu, terasa hilanglah rasa enak dan sedap jika dibandingkan dengan kedudukan pasar yang amat terhormat itu, yang tertinggal hanya kekhawatiran yang senantiasa tersirat di dalam hatinya. Yang demikian menimpa sejumlah pedagang kecil yang tidak berpendidikan. Mereka biasa melakukan akad dengan bebas suka sama suka dengan pembeli, tanpa persyaratan hak pilih. Mereka berkata: "Kami tidak membatalkan dan tidak meminta dibatalkan akad jual beli ini dengan engkau." Setelah akad selesai, mereka pun menerima barang seraya berkata: "Jiwa raga dan harta kamu telah menjadi milik kami. Sekarang, kami akan mengembalikan lagi kepada kamu lebih banyak daripada keadaan semula sehingga harta-harta kamu menjadi berlipat ganda. Itulah yang dimaksud firman Allah ﷻ:
وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَٰتًۢا ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
"Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup di sisi Rabbnya mendapat rezeki." (QS. Ali Imran [3]: 169)
Kami tidak membeli diri dan harta kamu dengan tujuan mencari keuntungan darimu, tetapi kami membelinya Karena ingin menampakkan kepadamu tentang betapa besarnya ukuran kemurahan hati dan agungnya kedermawanan ini, yakni dalam menerima barang dagangan yang cacat dengan harga yang paling tinggi. Kemudian, kami menghimpun harta dan barangnya.
Mahasuci Allah Yang Maha Pemurah, Yang Maha Mengetahui semua makhluk-Nya. Dia telah memberikan barang dagangan, dengan harganya, melakukan transaksi dengan sempurna, dan menerima pembelian barang dagangan yang di dalamnya terdapat cacat untuk ditukarkan dengan harga yang paling istimewa. Allah pun membeli diri dan harta para hamba-Nya, kemudian dikumpulkan harga dan barangnya. Setelah itu, semua itu dipuji serta disanjung-Nya dengan cara akad ini. Dengan demikian, atas tuntunan dan kehendak Allah Yang Mahasuci, terjadilah transaksi jual beli ini.
Juru dakwah yang menuju Allah dan Dârus Salâm (Surga) telah menggerakkan jiwa-jiwa yang sombong dan ambisius. Diperdengarkanlah seruan iman kepada setiap orang yang mempunyai pendengaran. Allah memperdengarkan semua itu kepada yang hidup sehingga digerakkanlah pendengarannya menuju tempat orang-orang baik dan dihalaulah melalui jalan menuju Dârul Qarâr (Neraka)."
Ayat-ayat dalam Bab Ini
Adapun ayat-ayat bab ini, antara lain:
... وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ
" ... dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa." (QS. At-Taubah [9]: 36)
Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk memerangi seluruh kaum musyrikin. Sebab, mereka bersatu memerangi Islam dan menyulut api permusuhan dengan Allah, Rasul, serta kaum Mukminin, bahkan menembaki mereka dari satu titik. Hanya Allah Pelindung pasukan-Nya dan hanya Dialah yang menghancurkan semua pasukan musuh dengan sendiri-Nya. Barang siapa disertai Allah, maka tidak akan ada yang dapat mengalahkannya.
كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah [2]: 216)
Firman Allah ini mewajibkan kaum Muslimin berjihad menolak musuh agar tidak memasuki kawasan Islam walaupun berat dan sulit terasa oleh kaum Muslimin. Namun, setelah itu mereka disusuli dengan pertolongan dan kemenangan sehingga dapat menguasai musuh, negeri, harta dan anak cucu mereka.
Terkadang, seseorang mencintai sesuatu karena menurutnya sesuatu itu baik untuknya, padahal sebenarnya tidak. Contohnya, orang yang tidak mau ikut berjihad. Padahal, dampak dari perbuatannya itu adalah musuh akan dapat menguasai negeri dan bangsanya. Maka dari itu, setiap orang wajib merasakan kegembiraan terhadap pilihan Allah dan berjalan lurus di atas jalan-Nya. Sebab, Allah lebih mengetahui terhadap akibat semua urusan hamba-hamba-Nya. Dengan begitu diberitahukanlah sesuatu yang dapat menjadi kebaikan mereka di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, wajib memenuhi panggilan-Nya dan mengikuti semua perintah-Nya agar kita menjadi orang-orang yang beruntung.
اَنِفِرُواْ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَهِدُواْ بِأَمْوَلِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِىِ سَبِيلِ اللَّهِ
"Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah ...." (QS. At-Taubah [9]: 41).
Allah memerintahkan perang besar-besaran secara umum kepada kaum Muslimin dan Rasulullah #ketika Perang Tabuk untuk memerangi kaum kafir Romawi, musuh Allah di kalangan Ahlul Kitab. Semua orang Mukmin diperintahkan berangkat berperang bersama Rasulullah dalam keadaan bagaimanapun, baik berjiwa semangat, terpaksa, sulit, maupun lapang. Kemudian, Allah ta'ala menganjurkan untuk menafkahkan harta di jalan-Nya dan mengorbankan jiwa untuk mendapatkan ridha-Nya karena yang demikian itu lebih baik untuk mereka di dunia dan akhirat. Mereka kehilangan sedikit harta, tetapi Allah memberi mereka harta rampasan perang dari musuh di dunia dan juga kemuliaan yang tersimpan untuk mereka kelak di akhirat.
إِنَّ ٱللَّهَ ٱشْتَرَىٰ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَٰلَهُم بِأَنَّ لَهُمُ ٱلْجَنَّةَ ۚ يُقَٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ ۖ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى ٱلتَّوْرَىٰةِ وَٱلْإِنجِيلِ وَٱلْقُرْءَانِ ۚ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِۦ مِنَ ٱللَّهِ ۚ فَٱسْتَبْشِرُوا۟ بِبَيْعِكُمُ ٱلَّذِى بَايَعْتُم بِهِۦ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah [9]: 111)
Allah ta'ala memberitahu bahwasanya Dia pasti mengganti diri dan harta para hamba-Nya yang beriman dengan Surga, apabila mereka mengorbankannya fi sabilillah. Inilah di antara karunia dan kemurahan, serta kebaikan-Nya. Allah ta'aala menerima pengganti yang dimiliki-Nya dengan apa pun yang dianugerahkan kepada hamba-hamba-Nya yang taat dan patuh, baik mereka membunuh musuh dalam peperangan atau terbunuh, bukan jika kedua-duanya sama-sama terbunuh dan membunuh. Sekalipun semuanya sama-sama mendapatkan pengganti berupa Surga.
Kemudian, janji ini diperteguh pula dengan pemberitahuan bahwa hal tersebut telah ditetapkan oleh Diri-Nya dan diturunkan kepada para Rasul-Nya di dalam Kitab-Kitab suci yang agung, yaitu Taurat, Injil, dan al-Qur-an. Dijelaskan pula bahwa bila Allah berjanji, pasti Dia penuhi. Sesungguhnya Dia tidak akan menyalahi janji. Allah juga memberikan kabar gembira bagi siapa pun yang melaksanakan kontrak perjanjian ini, yakni akan dipenuhi janji-Nyadengan kemenangan yang agung dan kenikmatan abadi.
لَّا يَسْتَوِى ٱلْقَٰعِدُونَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُو۟لِى ٱلضَّرَرِ وَٱلْمُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَٰهِدِينَ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ عَلَى ٱلْقَٰعِدِينَ دَرَجَةً ۚ وَكُلًّا وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَٰهِدِينَ عَلَى ٱلْقَٰعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
"Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak turut berperang) tanpa mempunyai udzur (halangan) dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa halangan). Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang baik (Surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat daripada-Nya, serta ampunan dan rahmat. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An-Nisâ' [4]: 95-96)
Al-Allamah Ibnu Qayyim al-Jauziyyah Rahimahullah berkata di dalam kitab Tharîqul Hijratain (hlm. 333-336): "Allah membedakan antara orang-orang beriman yang tidak ikut berperang dan mereka yang berperang. Diberitahukan-Nya bahwa orang-orang yang berperang lebih utama satu derajat daripada orang-orang yang tidak ikut berperang. Kemudian diberitahukan lagi bahwa Allah memberi keutamaan beberapa derajat kepada mereka.
Ayat ini sulit dipahami oleh sekelompok orang karena orang-orang yang tidak ikut berperang diungguli beberapa derajat oleh orang-orang yang berperang. Kalau orang-orang yang tidak berperang itu diungguli oleh orang-orang yang berhalangan, maka orang-orang yang berperang memang lebih utama dari orang-orang yang tidak berperang secara mutlak. Kemudian apa tujuan pengecualian bagi orang-orang yang tidak ikut berperang karena berhalangan? Padahal, pada dasarnya mereka memang tidak sama. Maka hukum mus-tatsna (orang yang tidak ikut berperang) dengan mus-tatsna minhu (orang yang berhalangan) adalah satu.
Inilah pokok permasalahannya. Untuk menyelesaikan masalah ini, dengan memuji Allah ﷻ kami mencoba menyampaikannya, yaitu:
Ahli Qira'at beragam dalam membaca kata ghayr:
- Ada yang membacanya marfu' (ghayru ulî adh-dharar).
- Ada yang membacanya manshub (ghayra ulii adh-dharar). Kedua bacaan ini dalam Qira-at as-Sab'ah.
- Ada yang membacanya majrur (ghayri ulî adh-dharar). Ini pembacaan Abu Haywah.
Bagi yang membacanya manshub, maka kata ghayra menjadi manshub karena hukum istitsnâ'. Sebab, hukum kata ghayr kedudukannya sama dengan kata-kata setelah huruf istitsnâ' illâ, yaitu mungkin harus manshub. Pendapat ini shahih. Bagi yang membaca marfu', maka kata ghayru menjadi sifat kata-kata al-Qâ'idûn. Pendapat ini shahih pula.
Bagi yang membaca majrur, ada dua macam kedudukan, yaitu:
- Kata ghayri menjadi sifat kata al-Mu-minîn. Inilah yang shahih.
- Kata ghayri menjadi badal (pengganti) dari kata-kata al-Mu-minîn. Sebab, kata-kata nakirah (indefinit) tidak boleh menjadi sifat kata-
kata ma'rifah (definit).
Dan semua pendapat tersebut memberi pengertian hukum istitsnâ' (pengecualian). Sementara itu, kekuatan menafikan persamaan antara mus-tatsna dan mus-tatsna minhu tidak mempunyai kekuatan penuh.
﴿فَضَّلَ اللهُ الْمُجَهِدِينَ بِأَنْوَلِهِمْ وََأَنفُسِهِمْ عَلَى الْقَعِدِينَ دَرَجَةُ﴾
-Allab melebihkan derajat orang" orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa halangan)." (QS. An-Nisâ' [4]: 95).
Firman Allah ini memberi pengertian bahwa derajat kedua golongan tersebut memang tidak sama. Maka arti ayat tersebut: "Allah melebihkan satu derajat kepada orang-orang yang berjihad terhadap orang-orang yang duduk-duduk saja (tidak ikut berjihad) karena mempunyai udzur. Sebab, yang berjihad mempunyai kelebihan dari mereka dengan jihad diri dan harta mereka. Setelah itu, Allah memberi tahu bahwa kedua golongan ini sama-sama mempunyai hak untuk mendapatkan kebaikan yang dijanjikan Allah, karena mereka sama-sama beriman, sebagaimana firman-Nya: "Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang baik (Surga)." (QS. An-Nisâ' [4]: 95).
Dari firman Allah ini pula dapat ditarik kesimpulan hukum bahwa orang kaya yang menafkahkan hartanya kepada fakir miskin juga lebih utama daripada orang fakir itu sendiri. Oleh sebab itu, Allah memberi tahu bahwa orang yang berjihad dengan diri dan hartanya lebih utama daripada orang yang duduk-duduk saja tidak ikut berjihad. Selain itu, didahulukan-Nya pula menyebutkan kata-kata dengan harta daripada kata-kata dengan diri. Adapun orang fakir miskin, kedudukannya tidak dinyatakan berdosa sebagaimana dalam firman-Nya:
﴿وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَآ أَنَوَكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَآ أَجِدُمَا أَحِملُكُمْ عَلَيْهِ ..
"Dan tidak ada (pula dosa) atas orang-orang yang datang kepadamu (Muhammad), agar engkau memberi kendaraan kepada mereka, lalu engkau berkata: 'Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu.""(QS. At-Taubah [9]: 92)
Jelasnya, orang yang telah diberi kelebihan oleh Allah tidak akan sama dengan orang yang dinyatakan sekadar tidak berdosa. Inilah hukum orang yang duduk-duduk, yakni mereka tidak ikut berjihad karena ada udzur dan orang-orang yang berjihad.
Adapun hukum orang-orang yang duduk-duduk saja, tidak ikut berperang, padahal mereka tidak punya udzur, Allah berfirman:
وَفَضَّلَ اللهُ اُلْمُجَهِدِينَ عَلَى اُلْقَعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا . دَرَجَتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رحِیمًا.
"Dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat daripada-Nya, serta ampunan dan rahmat. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An-Nisâ' [4]: 95-96).
Yang benar, derajat-derajat yang dimaksudkan tersebut terungkap di dalam hadits Abu Hurairah , dari Nabi , bahwasanya beliau bersabda:
مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَأَقَامَ الصَّلَاةَ، وَصَامَ رَمَضَانَ، فَإِنَّ حَقًّا عَلَى اللهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، هَاجَرَ فِي سَبِيْلِهِ أَوْ جَلَسَ فِي أَرْضِهِ الَّتِي وُلِدَ فِيْهَا. قَالُوا: يَارَسُوْلَ اللهِ!
أَفَلَا نُخْبِرُ النَّاسَ بِذُلِكَ؟ قَالَ: إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لِلمُجَاهِدِيْنَ فِي سَبِيْلِهِ، كُلُّ دَرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللهَ
فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ؛ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ، وَأَعْلَى الْجَنَّةِ وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمُنِ، وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْھَارُ الْجَنَّةِ.
"Barang siapa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, dan berpuasa di bulan Ramadhan, maka sesungguhnya Allah wajib memasukkannya ke Surga, baik dia berjuang di jalan-Nya maupun duduk di bumi tempat dia dilahirkan." Sahabat bertanya: "Wahai, Rasulullah! Apakah tidak boleh kami beritahukan hal itu kepada orang-orang?" Beliau menjawab: "Sesungguhnya di Surga ada seratus derajat yang telah dipersiapkan untuk para mujahid fi sabilillah. Setiap derajat jaraknya seperti jarak antara langit dan bumi. Apabila kamu memohon kepada Allah, mohonlah al-Firdaus, karena al-Firdaus merupakan Surga pertengahan dan paling tinggi. Di atasnya terdapat 'Arsy ar-Rahman dan dari situlah sungai-sungai Surga memancar." (HR. Al-Bukhari).
Pada awalnya, Allah melebihkan satu derajat saja, namun di sini ditambahkan dengan beberapa derajat selain maghfirah dan rahmah. Dengan demikian, firman tadi menunjukkan bahwa Allah melebihkan keutamaan orang yang berjihad terhadap orang yang tidak berjihad tanpa udzur. Demikianlah penjelasan pendapat ini.
Akan tetapi masih ada pertanyaan lagi: "Apabila para mujahid lebih utama daripada orang-orang yang tidak berjihad secara mutlak, sudah pasti seorang yang berjihad tidak akan sama dengan seorang yang tidak berjihad secara mutlak. Karenanya, tidak ada gunanya pembatasan tanpa udzur bagi orang-orang yang tidak ikut berjihad. Sebab, tidaklah sama orang yang berjihad dengan orang yang tidak berjihad karena udzur. Perlu diingat juga bahwa orang-orang yang tidak ikut berjihad dalam ayat ini adalah orang yang tidak mempunyai udzur, bukan orang yang mempunyai udzur. Sesungguhnya orang yang tidak ikut berjihad karena mempunyai udzur dalam ayat tersebut tidak disebutkan, bahkan mereka mendapatkan pengecualian. Dijelaskan pula oleh-Nya bahwa kelebihan itu ditujukan kepada orang-orang yang tidak mempunyai udzur. Huruf al di dalam kata al-qâ'idûn gunanya lil-'ahdiyyah. Maka dari itu, yang dimaksudkannya adalah orang-orang yang tidak mempunyai udzur, bukan orang-orang yang mempunyai udzur. Perlu diketahui juga, bahwa orang yang tidak ikut berjihad karena udzur, dia tetap mendapatkan
pahala seperti pahala.berjihad. Begitulah yang ditegaskan oleh Nabi ﷺ, bahwasanya beliau bersabda:
((إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْسَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِنَ الْعَمَلِ مَا كَانَ يَعْمَلُ صَحِيْحًا مُقِيْمًا.))
"Apabila seorang hamba sakit atau bepergian jauh akan dicatat baginya pahala amalnya seperti waktu dia mengerjakannya dalam keadaan sehat dan tidak dalam bepergian."
Nabi ﷺ juga bersabda:
((إِنَّ بِالْمَدِيْنَةِ أَقْوَامًا مَاسِرْتُمْ مَسِيْرًا وَلَا قَطَعْتُمْ وَادِيًا إِلَّا وَهُمْ مَعَكُمْ قَالُوًا: وَهُمْ بِالْمَدِيْنَةِ؟ قَالَ: وَهُمْ بِالْمَدِيْنَةِ حَبَسَهُمْ الْعُذْرُ.)).
"Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang yang tidak ikut serta berperang. Setiap kamu melakukan suatu perjalanan dan menempuh suatu lembah, pasti mereka senantiasa bersama kamu." Sahabat bertanya: "Mereka sekarang sedang di Madinah?" Beliau menjawab: "Ya, mereka di Madinah, mereka terhalang oleh udzur."
Dengan demikian, maka yang benar dapat kita katakan bahwa: "Ayat 95-96 dalam surat An-Nisâ' di atas menunjukkan bahwa orang-orang yang tidak berjihad tanpa udzur tidak akan sama dengan orang-orang yang berjihad. Melalui pemahaman ayat di atas secara eksplisit (manthuq), hukum tentang mereka tidak disinggung (karena apa yang diterangkan hanya tingkatan antara kedua pihak), sebagaimana melalui pemahaman secara implisit (mafhum), ayat ini juga tidak menunjukkan bahwasanya orang-orang yang tidak berjihad sama dengan orang-orang yang berjihad."
Ketahuilah, orang yang tidak berjihad itu beragam penyebabnya, di antaranya:
- Ada orang yang tidak berjihad karena didesak oleh udzur sehingga dia tidak bisa berjihad, padahal hatinya bertekad untuk berjihad, hanya saja dia benar-benar tidak mampu. Golongan inilah yang dimaksudkan oleh syariat bahwa mereka mendapat pahala jihad. Golongan ini tidak termasuk ke dalam kelompok orang yang tidak berjihad dan tidak disamakan dengan orang yang berjihad sebagaimana tersebut di atas.
Sesuai dengan kaidah syariat Islam, bahwasanya kebulatan tekad untuk melakukan suatu perbuatan, apabila disertai aksi atau praaksi, baik tentang pahala maupun dosa, maka dia dapat tercatat sebagai orang yang melakukan perbuatan itu seutuhnya. Begitulah yang ditegaskan di dalam hadits Rasulullah :
((إِذَا تَوَاجَةَ الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا؛ فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُوْلُ في النَّارِ قَالُوْا: لهذَا الْقَاتِلُ؛ فَمَا بَالُ الْمَقْتُوْلِ؟ قَالَ: إِنَّهُ كَانَ حَرِيْصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ.))
"Apabila dua orang Muslim berhadapan hendak saling membunuh dengan pedangnya, maka yang membunuh dan yang dibunuh berada di dalam api Neraka." Para Sahabat menyela: "Ya, itu bagi yang membunuh. Namun, mengapa yang dibunuh masuk Neraka juga?" Beliau menjawab: "Sesungguhnya dia juga bernafsu untuk membunuh temannya itu."
- Orang yang tidak berjihad dikarenakan udzur dan memang tidak mempunyai niat dan tekad sama sekali untuk berjihad, golongan ini tidak sama dengan orang yang berjihad fi sabilillah. Bahkan, Allah telah melebihkan orang-orang yang berjihad daripada golongan kedua ini walaupun mereka mempunyai udzur. Sebab, golongan ini memang tidak mempunyai niat untuk berjihad seperti halnya kelompok pertama.
Mengingat klasifikasi orang-orang yang tidak ikut berperang karena udzur tersebut terdapat perinciannya (sebagaimana telah disebutkan), maka tidak dapat kita katakan bahwa mereka sama dengan orang yang berjihad secara mutlak, juga tidak dapat dikatakan bahwa mereka tidak sama secara mutlak. Mafhum dari ayat itu tidak menunjukkan indikasi keumumannya. Sebab, keumuman suatu dalil hanya berlaku untuk hukum yang disimpulkan dari bentuk-bentuk dan sisi lafal yang umum. Dalil yang positif disebut mafhum, tidak harus dikatakan mempunyai sifat keumuman. Sebab, dalil-dalil mafhum kembalinya kepada dua perkara, yaitu: takhshish (spesifik) dan ta'lil (pengungkapan sebab).
A. Takhshish
Yaitu menentukan hukum sesuatu hingga menafikan hukum lain. Jika tidak demikian, maka tidak ada artinya istilah ini. Dalam hal ini, Takhshish tidak memerlukan keuniversalan dan terlepasnya hukum manthuq (makna implisit) dari semua bentuk mafhum. Sebab, manfaat takhshish terkadang dapat diperoleh melalui bagian dari bentuk-bentuk mafhum yang pengertiannya mencabut sebagian hukum dan menetapkan spesifikasi sebagian hukum yang lainnya. Maka itu, dengan demikian, terjadilah ketentuan seperti hukum manthuq di suatu sisi tetapi tidak disisi lainnya. Boleh jadi, dengan syarat tidak harus ditetapkan sebagaimana di dalam manthuq atau hanya pada suatu waktu tidak di waktu lainnya.
Berbeda dengan hukum manthuq itu sendiri, yang memang selamanya sudah pasti positif. Demikian itulah di antară faedah takhshish. Apabila faedah takhshish diperoleh dengan tafshil (spesifikasi), maka anggapan bahwa keumuman pasti dapat diperoleh dari takhshish adalah salah. Oleh karena itu, menetapkan kepastian dengan cara demikian berarti menelanjangi kepastian hukum.
B. Ta'lil
Mereka berkata: "Menertibkan hukum (mafhum) atas dasar suatu keterangan (illat atau alasan) yang sesuai menyebabkan penafian hukum yang lain. Jika tidak demikian, maka keterangan yang menjadi alasan tersebut bukan illat. Hal ini pun tidak memastikan keumuman nafi dari yang lainnya. Akan tetapi, tujuan utamanya adalah menafikan hukum yang berkaitan dengan alasan tersebut saja, dari bentuk yang dinafikan atas dasar alasan itu. Adapun penafian hukum secara keseluruhan tidak boleh ditetapkan oleh sifat dan illat lain. Sebab, satu jenis hukum boleh mendapatkan beberapa illat yang berbeda-beda. Sebenarnya untuk menjelaskan hal ini secara rinci bukan di sini tempatnya. Kami akan mengemukakan salah satu contoh, yaitu firman Allah :
﴿لَّا يَسْتَوِى الْقَعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيّرُ أُوْلِىِ اُلضَّرَرِ وَالمُجَهِدُونَ فِى سَبِيلِ اللَهِ بِأَمْوَلِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ
"Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak turut berperang) tanpa mempunyai udzur (halangan) dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya." (QS. An-Nisâ' [4]: 95)
Firman Allah di atas tidak menunjukkan bahwa orang-orang yang tidak berjihad karena ada udzur sama mutlak dengan orang-orang yang berjihad jika ditinjau dari segi udzurnya (sebagaimana diterangkan dalam hadits di atas, yakni antara prajurit yang berperang dan yang tetap tinggal di kota Madinah karena berhalangan untuk ikut berperang). Akan tetapi, nilai kesamaannya itu, apabila positif, ditentukan oleh illat atau alasan lain, yaitu niat kuat dan ketekadan sempurna. Sementara itu, udzur yang menghalangi berjihad tidak menjadi penghalang untuk mendapatkan pahala yang sama dengan para mujahid yang berangkat ke medan perang. Wallâhu a'lam.
Allah ta'ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَٰرَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ. تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَتُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ. يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ وَمَسَٰكِنَ طَيِّبَةً فِى جَنَّٰتِ عَدْنٍ ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ. وَأُخْرَىٰ تُحِبُّونَهَا ۖ نَصْرٌ مِّنَ ٱللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُؤْمِنِينَ
10. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? 11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. 12. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman. (QS. Ash-Shaff [61]: 10-12)
Para Sahabat hendak bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang perbuatan yang paling utama di sisi-Nya untuk mereka kerjakan. Maka Allah menurunkan surat Ash-Shaff, antara lain sejumlah ayat-ayat ini. Oleh sebab itu, berjihad fi sabilillah dengan diri dan harta merupakan suatu perdagangan yang tidak akan merugi, karena perdagangan ini dapat menghasilkan harapan yang dimaksud, serta menghilangkan sesuatu yang dikhawatirkan. Allah menjamin orang yang berjihad di jalan-Nya dengan ampunan dosa-dosa, terlepas dari kesedihan, dan kemenangan terhadap musuh-musuh. Jaminan yang diberikan Allah bagi mereka berupa kebaikan dunia dan akhirat berkesinambungan. Jaminan tersebut hanya diperuntukkan bagi siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta membela Allah dan agama-Nya. Oleh karena itulah, ayat ini diakhiri dengan sebuah berita gembira kepada orang-orang beriman.
Masih banyak sekali ayat tentang bab ini yang masyhur. Adapun hadits-hadits tentang keutamaan berjihad, jumlahnya lebih banyak lagi sehingga sulit untuk dihitung, antara lain disebutkan pada penjelasan hadits-hadits berikut.
******
📖 Hadits No. 1285: Jihad Amalan yang Paling Utama
١/١٢٨٥- عَنْ أَبي هُريرةَ، رضي اللَّه عنْهُ، قَالَ: سئِلَ رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: أَيُّ الأعمالِ أفْضَلُ؟ قالَ:"إيمانٌ باللَّهِ ورَسولِهِ"قيل: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ:"الجهادُ فِي سبِيلِ اللَّهِ"قِيل: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ:"حَجٌّ مَبُرُورٌ "متفقٌ عليهِ.
1285. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu'anhu, dia menuturkan: "Rasulullah pernah ditanya: Amal apakah yang paling utama?' Beliau menjawab: 'Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.' Beliau ditanya: 'Kemudian apa lagi?' Beliau menjawab: 'Berjihad fi sabilillah.' Beliau ditanya lagi: 'Kemudian apa lagi?' Beliau menjawab: 'Haji mabrur." (Muttafaq 'alaih)
Pengesahan hadits dan penjelasannya telah diuraikan pada bahasan hadits nomor (1273) dalam bab (233): "Kewajiban dan Keutamaan Haji".
- Boleh menyebut "iman kepada Allah dan Rasul-Nya" sebagai suatu amalan.
- Menerangkan tentang tingkatan-tingkatan amal-amal utama.
- Barang siapa berjuang bukan fi sabilillah, maka amalnya tidak diterima oleh Allah sehingga akan dikembalikan lagi kepadanya sendiri.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم