بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian 'Adawatusy Syaithan Lil Insan Kama Ja'at Fil Qur'an
Karya: Dr. Abdul Aziz bin Shalih Al-Ubaid
🎙 Bersama Ustadz Abu Haidar As-Sundawy 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
📌 Masjid An-Naafi Dago Pakar Bandung
🗓 Bandung, 8 Rabi’ul Akhir 1447 / 30 September 2025
Telah berlalu pembahasan Sebab-sebab Syaitan Menguasai Manusia: Kekufuran dan Syirik
Poin Selanjutnya:
Sebab-sebab Syaitan Menguasai Manusia: #2 Melupakan Dzikir kepada Allah ﷻ
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Dzikir diibaratkan sebagai benteng karena berfungsi sebagai pelindung diri dari serangan keji, khususnya dari godaan setan yang menyelinap saat seseorang lalai dan lupa. Saat berdzikir, setan akan bersembunyi, sehingga dzikir menjadi perisai kokoh bagi seorang hamba untuk menjaga diri dari bisikan menyesatkan dan kemaksiatan.
Dalam hadis riwayat Turmudzi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membuat permisalan tentang keutamaan berdzikir. Dari al-Harits al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَآمُرُكُمْ أَنْ تَذْكُرُوا اللَّهَ فَإِنَّ مَثَلَ ذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ خَرَجَ الْعَدُوُّ فِى أَثَرِهِ سِرَاعًا حَتَّى إِذَا أَتَى عَلَى حِصْنٍ حَصِينٍ فَأَحْرَزَ نَفْسَهُ مِنْهُمْ كَذَلِكَ الْعَبْدُ لاَ يُحْرِزُ نَفْسَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ إِلاَّ بِذِكْرِ اللَّهِ
Aku perintahkan kalian untuk banyak berdzikir kepada Allah. Perumpamaan dzikrullah seperti orang yang mendadak diserang musuhnya dari belakang, kemudian orang ini mencari benteng untuk melindungi dirinya dari serangan mereka. Seperti itulah seorang hamba, dia tidak bisa melindungi dirinya dari serangan setan kecuali dengan dzikrullah. (HR. Turmudzi 3102 dan dishahihkan al-Albani).
Ibnul Qoyim menjelaskan hadis ini dalam kitabnya al-Wabil as-Shayib. Beliau mengatakan,
فلو لم يكن في الذكر إلا هذه الخصلة الواحدة لكان حقيقا بالعبد أن لا يفتر لسانه من ذكر الله تعالى وأن لا يزال لهجا بذكره فإنه لا يحرز نفسه من عدوه إلا بالذكر ولا يدخل عليه العدو إلا من باب الغفلة فهو يرصده فإذا غفل وثب عليه وافترسه
Andai tidak ada manfaat dzikir selain satu hal ini, maka itu sudah cukup menjadi alasan bagi hamba untuk tidak menghentikan lisannya dari dzikrullah, dan agar selalu basah dengan dzikrullah. Karena hamba tidak bisa melindungi dirinya dari musuh kecuali dengan dzikir. Dan musuh tidak punya kesempatan menyerang selain dari pintu kelalaian. Sehingga musuh selalu mengintai, ketika orangnya lalai, musuh akan langsung menyerang.
(al-Wabil as-Shayib, hlm. 56)
Sesungguhnya dzikir adalah pengusir, pengekang dan penghancur syaithan. Ia penyebab ridha ar-Rahman dan penghilang duka dan kegelisahan dari dalam jiwa. Ia mendatangkan kepadanya rasa senang, bahagia dan kelapangan, serta memberi kekuatan dan meneranginya. Dzikir menyebabkan Allah ﷻ akan mengingatnya, membersihkan hati dari karat dan lalai. Menghapus dosa dan kesalahan, menghilangkan jarak antara hamba dan Rabb-nya. Dzikir itu adalah penyebab turunnya ketenangan, naungan rahmat dan kerumunan Malaikat dengan dzikir. Siapa yang berpaling dari hal yang telah disebutkan sebagian dari keutamaannya, *) maka ia mengalami kehidupan yang sempit dan kebutaan di akhirat.
Lihat al-Wabilush Shayyib karya Ibnul Qayyim 84/ 177, ia berkata: Di dalam dzikir terdapat sekitar seratus faedah. Kemudian ia menyebutkan 73 faedah.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta." (QS. Thaha: 124)
Karena syaithan menguasai dan menghalanginya dari agama, Allah ﷻ berfirman:
وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ ٱلرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُۥ شَيْطَٰنًا فَهُوَ لَهُۥ قَرِينٌ. وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ ٱلسَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُم مُّهْتَدُونَ.
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran (Rabb) Yang Maha Pemurah (al-Qur'an), Kami adakan baginya syaithan (yang menyesatkan), maka syaithan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaithan-syaithan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” (QS. Az-Zukhruf: 36-37)
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa Orang yang bertakwa setelah berbuat dosa, maka dia akan bertaubat. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran Ayat 135:
وَٱلَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا۟ فَٰحِشَةً أَوْ ظَلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا۟ ٱللَّهَ فَٱسْتَغْفَرُوا۟ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ إِلَّا ٱللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلُوا۟ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
Setan berkata : "Aku menghancurkan manusia dengan dosa-dosa, sedangkan mereka menghancurkanku dengan Tauhid dan Istighfar. "
Diriwayatkan dari Abu Said Al Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ مُوْسَى يَا رَبِّ، عَلِّمْنِي شَيْئًا أَذْكُرُكَ وَأَدْعُوْكَ بِهِ، قَالَ : قُلْ يَا مُوْسَى : لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، قَالَ : يَا رَبِّ كُلُّ عِبَادِكَ يَقُوْلُوْنَ هَذَا، قَالَ مُوْسَى : لَوْ أَنَّ السَّمَوَاتِ السَّبْعَ وَعَامِرَهُنَّ – غَيْرِي – وَالأَرْضِيْنَ السَّبْعَ فِي كِفَّةٍ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ فِي كِفَّـةٍ، مَالَتْ بِهِـنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
“Musa berkata: ‘Ya Rabb, ajarkanlah kepadaku sesuatu untuk mengingat-Mu dan berdoa kepada-Mu.’ Allah berfirman, “Ucapkan hai Musa laa ilaha illallah.” Musa berkata, “Ya Rabb, semua hamba-Mu mengucapkan itu.” Allah berfirman, “Hai Musa, seandainya ketujuh langit serta seluruh penghuninya–selain Aku–dan ketujuh bumi diletakkan dalam satu timbangan dan kalimat laa ilaha illallah diletakkan dalam timbangan yang lain, niscaya kalimat laa ilaha illallah lebih berat timbangannya.”
(HR. Ibnu Hibban, no. 6218. Al-Hakim mensahihkan hadits ini dan Imam Adz-Dzahabi menyetujuinya. Al-Hafizh Ibnu Hajar mensahihkan sanad hadits ini dalam Al-Fath. Al-Haitsami dalam Az-Zawaid mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la, perawinya ditsiqqahkan atau dipercaya, namun di dalamnya ada perawi yang dha’if. Sedangkan Syaikh Al-Albani mengatakan hadits ini dha’if dalam Kalimah Al-Ikhlas).
Mengenai hadits di atas diterangkan oleh Syaikh Sulaiman At-Tamimi rahimahullah, “Siapa saja yang mengucapkan kalimat laa ilaha illallah dengan penuh ikhlas dan yakin, serta ia mengamalkan konsekuensi dari kalimat tersebut, juga ia istiqamah di dalamnya, dialah yang termasuk orang-orang yang tidak memiliki rasa takut dan rasa sedih (terhadap apa yang ditinggalkan di dunia dan dihadapi nanti di akhirat, -pen).” (Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid, 1:240).
Allah ﷻ mengabarkan tentang hukuman yang berat bagi siapa yang berpaling dan melalaikan Allah. Ia mendapatkan kerugian yang tidak ada keberuntungan setelahnya selama-lamanya. Allah mendatangkan kepadanya syaithan yang jahat, yang selalu menyertainya, menemaninya, memberikan janji dan harapan-harapan kepadanya, serta dengan gigih selalu mendorongnya untuk berbuat maksiat.
Mereka adalah syaithan yang datang kepada setiap orang yang berpaling dari berdzikir kepada Allah ﷻ. Syaithan-syaithan itu menjadi penghalang antara mereka yang lalai berdzikir dengan jalan kebenaran, serta mencegah mereka darinya dan menghiasi kebathilan bagi mereka, hingga mereka menyangka selalu berada di jalan yang benar dan mengira bahwa mereka mendapat petunjuk. (Lihat Tafsir asy-Syaukani 4/534, dan Tafsir as-Sa'di 7/121).
Jika dikatakan: Apakah bagi orang ini bisa dimaafkan, karena ia menyangka berada dalam jalur petunjuk, padahal ternyata tidak demikian. Maka jawabannya: tidak ada udzur (maaf) baginya dan Orang-orang semisalnya yang inti kejahilan mereka berpaling dari dzikir kepada Allah ﷻ, padahal ia mampu mendapatkan kebenaran tersebut. Mereka tidak ingin mendapatkan petunjuk ke jalan yang benar, padahal mereka bisa mendapatkannya, serta suka terhadap kebatilan. Maka dosa tersebut adalah dosa mereka. (Lihat Tafsir as-Sa'di 7/121). Tidak ada kontradiksi antara ayat ini dan hadits shahih yang diriwayatkan, oleh Muslim bahwa Nabi ﷺ bersabda:
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ، إِلَّا وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ مِنَ الْجِنِّ. قَالُوا: وَإِيَّاكَ؟ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: وَإِيَّايَ، إِلَّا أَنَّ اللهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ، فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ
“Tidaklah salah seorang dari kalian, kecuali didampingi Qarinnya dari bangsa jin.” Para sahabat bertanya, “Termasuk Engkau, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya, termasuk aku. Hanya Allah telah menolongku atasnya sehingga dia tunduk dan dia tidak memerintahku, kecuali kebaikan.” (HR. Muslim, no. 2814)
Yang demikian itu karena syaithan kafir selalu berusaha menyesatkannya hingga menemui ajal, jika ia tidak mendapat petunjuk dari Allah. Adapun syaithan orang mukmin, maka dia mundur lemah ketika mukmin itu berdzikir kepada Rabb-Nya. Seorang mukmin membentengi dirinya dengan wirid-wirid yang masyru pagi dan sore hari, serta di setiap keadaan.
Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah mengatakan, "Wirid-wirid yang syar'i itu adalah benteng kokoh yang lebih kuat daripada benteng Ya'juj dan Ma'juj".
Maka syaithan tidak bisa mengganggunya setiap waktu seperti yang biasa dilakukannya ke pada orang kafir.
وَمَن يَكُنِ ٱلشَّيْطَٰنُ لَهُۥ قَرِينًا فَسَآءَ قَرِينًا
"... Dan barangsiapa yang mengambil syaithan itu menjadi temannya, maka syaithan itu teman yang seburuk-buruknya." (QS. An-Nisa': 38)
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم